KOMPAS.com - Pekan lalu, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengumumkan bahwa sekolah yang berada di zona hijau dan kuning diperbolehkan untuk melakukan pembelajaran tatap muka.
Menurut Mendikbud Nadiem Makarim, pelaksanaan pembelajaran jarak jauh (PJJ) selama pandemi Covid-19 menimbulkan dua dampak serius, yaitu ancaman putus sekolah dan risiko lost generation.
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) juga mengkhawatirkan keputusan pembukaan sekolah tatap muka di kawasan zona kuning Covid-19 tersebut.
"Pembukaan sekolah tersebut dapat memunculkan risiko klaster baru di sekolah," demikian pernyataan FSGI melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Senin (10/8/2020).
Baca juga: Sekolah Tatap Muka di Zona Kuning, Sudah Siap dengan Risiko dan Bahayanya?
Menurut Wasekjen FSGI, Satriwan Halim, data menunjukkan masih adanya siswa dan guru, baik dari sekolah maupun pesantren, yang dikonfirmasi positif Covid-19.
Hingga Senin (10/8/2020), berikut adalah data siswa dan guru positif Covid-19 yang dikumpulkan oleh FSGI:
"Data tersebut berasal dari dua metode, yaitu laporan dari serikat guru atau jaringan FSGI daerah dan hasil penelusuran. Kemudian, kami buat daftarnya," jelas Satriwan saat dihubungi Kompas.com, Senin (10/8/2020).
Baca juga: Ramai soal Polemik Pembukaan Sekolah dan Pembelajaran Jarak Jauh, Bagaimana Sebaiknya?
FSGI menyadari jika siswa dan orangtua mengalami banyak kendala selama pembelajaran jarak jauh, terutama persoalan teknis.
Laporan pelaksanaan PJJ Fase I (Maret-Juni) dan Fase II (Juli-Agustus) yang diterima FSGI dari Serikat Guru (FSGI) dan jaringan di daerah, persoalan teknis PJJ yang dihadapi juga sama.
Misalnya, tidak ada jaringan internet, tidak memiliki smartphone, jaringan listrik dan lain sebagainya.
Bagi FSGI, seharusnya pemerintah pusat dan daerah lebih dulu membenahi persoalan PJJ tersebut. Koordinasi dan komunikasi yang intens dan solutif lintas kementerian, lembaga, dan Pemda adalah kuncinya.
"Tidak optimalnya pusat dan daerah menyelesaikan pelayanan terhadap proses PJJ yang sudah 2 fase ini, harusnya bukan menjadi alasan sekolah di zona kuning dibuka kembali. Sebab risiko nyawa dan kesehatan anak, guru, dan orang tua lebih besar ketimbang tertinggal dan tak optimalnya layanan pendidikan bagi anak selama PJJ," tulis FSGI.
Baca juga: 4 Hal yang Beda Saat Belajar Tatap Muka di Sekolah pada Masa Pandemi
Namun, dalam SKB 4 Menteri yang baru, SD diperkenankan dibuka bersamaan dengan SMP/SMA di zona kuning.
Padahal, secara usia, siswa SD belum memahami risiko dan kesadaran akan kesehatan yang baik.