KOMPAS.com - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyatakan tidak sepakat dengan keputusan pemerintah memperbolehkan pembelajaran tatap muka di 163 daerah yang masuk dalam zona kuning Covid-19.
Pembukaan sekolah dapat dilakukan dengan pesetujuan antara pemerintah daerah (pemda), sekolah dan orangtua.
Wakil Sekretaris Jenderal FSGI, Satriawan Salim, menilai, keputusan pemerintah memberikan kesempatan membuka sekolah di zona kuning seakan dipaksakan. Sebab, angka kenaikan Covid-19 masih terus bertambah.
"Kami melihat justru, kalau “dipaksa masuk” di zona kuning, kesehatan dan kehidupan anak dan guru ini terancam. Karena, zona kuning, ada yang positif," kata Satriawan saat dihubungi Kompas.com, Jumat (7/8/2020).
Menurutnya, yang utama di masa pandemi adalah kesehatan para siswa maupun guru.
Satriawan khawatir keputusan memperbolehkan sekolah di zona kuning buka dapat menjadikan sekolah sebagai klaster baru penyebaran Covid-19.
"Semoga ini tidak terjadi, sekolah menjadi klaster terbaru Covid-19," imbuhnya.
Baca juga: Sekolah Tatap Muka di Zona Kuning, Sudah Siap dengan Risiko dan Bahayanya?
Pemerintah harus optimalkan PJJ
Daripada memperbolehkan sekolah di zona kuning masuk, Satriawan meminta pemerintah sebaiknya melakukan optimalisasi pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau daring.
Terlebih, kata dia, alasan yang digunakan pemerintah memperbolehkan sekolah di zona kuning dibuka adalah kurang optimalnya PJJ selama masa pandemi virus corona ini.
"Ini kan alasannya di antaranya guru sulit mengelola pembelajaran jarak jauh, peserta didik sulit konsentrasi belajar, termasuk kendala akses internet. Mestinya ini yang pemerintah intervensi," kata dia.
Terkait guru yang sulit mengelola PJJ, ia mengatakan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan seharusnya menerbitkan kurikulum atau pedoman pembelajaran yang adaptif.
Sebab, ia merasa para guru kesulitan mengelola PJJ karena tidak ada pedoman pasti dari pemerintah.
"Masalah gawai, WiFi, internet, ini kan dari awal kami sudah minta perbanyak hotspot, dari Kominfo, ini harus lintas kementerian dan lembaga," ucap Satriawan.