Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Joseph Osdar
Kolumnis

Mantan wartawan harian Kompas. Kolumnis 

Tiga Presiden Indonesia di Bulan Juli

Kompas.com - 08/07/2020, 11:14 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

 

Sementara, pada Senin subuh, 23 Juli 2001, Presiden Gus Dur mengeluarkan dekrit pembekuan MPR/DPR dan Partai Golkar. Siang harinya, rapat paripurna Sidang Istimewa MPR mencabut mandat Gus Dur sebagai Presiden RI.

Kemudian Megawati menjadi presiden dan Hamzah Haz, Ketua Umum PPP, menjadi wakil presiden.

Dua hari kemudian, Rabu 25 Juli 2001, Gus Dur meninggalkan istana kepresidenan dan langsung terbang ke Amerika.

Lima tahun sebelumnya, pada 27 Juli 1996, terjadi peristiwa berdarah penyerbuan di kantor PDI Perjuangan ini. Peristiwa ini merupakan salah satu langkah dari beberapa langkah dari jalan Soeharto lengser keprabon.

Tiga tahun kemudian, Kamis siang, 29 Juli 1999, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri menyampaikan pidato politiknya dengan judul “Menyambut Kemenangan Rakyat pada Pemilu 1999” di Lenteng Agung, Jakarta Selatan.

Tiga bulan kemudian, Mega gagal jadi presiden, tapi dapat kursi wakil presdien.

Dua tahun kemudian, pada Senin siang, 23 Juli 2001, Megawati menjadi Presiden RI ke-5.

Ketika duduk-duduk di kantor PDI Perjuangan malam itu, saya melihat dan mendengar beberapa pengurus partai ini sedang berbincang-bincang tentang peristiwa pembakaran PDI Perjuangan menjelang akhir Juni 2020 lalu.

“Bagaimana perasaan para pendukung Partai Nasdem, Golkar, Partai Berkarya, tentu terinjak-injak rasa harga diri mereka bukan. Begitu juga perasaan para pendukung PDI Perjuangan,” bagitu kata seorang pengamat politik (bukan dari PDI Perjuangan) yang ikut duduk-duduk di Jalan Diponegoro 58 waktu itu.

Sementara pengamat politik lainnya yang juga ada di situ mengatakan, “sebenarnya perisiwa itu ada hikmahnya bagi PDIP.”

“Apa pun latarbelakang peristiwa pembakaran bendera PDIP itu, justru membuat soliditas partai ini makin kuat dan tinggi. Ingat pengalaman PDIP di masa lalu yang membuat partai ini menjadi seperti sekarang, partai nomor satu di republik ini,” ujar pengamat yang baru kali itu datang ke markas PDI Perjuangan Jalan Diponegoro 58 Jakarta.

Menanggapi soal pembakaran bendera dan berbagai kecaman yang ditujukan ke partai tersebut, seorang pengurus PDI Perjuangan yang ada di situ malam itu mengatakan, Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum PDI Perjuangan, telah mengeluarkan perintah harian kepada segenap kader-kader PDI Perjuangan seluruh Indonesia untuk mawas diri dan tidak terpancing terhadap berbagai upaya provokasi dan adu domba serta menjaga persatuan bangsa Indonesia.

Juga dikatakan, PDI Perjuangan akan menempuh jalur hukum dengan melaporkan kepada aparat penegak hukum atas berbagai aksi kekerasan dan fitnah yang dilakukan.

“Sebagai bangsa yang menganut paham kekeluargaan kami akan membuka pintu maaf apabila oknum-oknum yang telah membakar bendera partai kami dan memfitnah Ketua Umum PDI Perjuangan punya niat baik untuk mengakui kekeliruan dan kesalahannya,” ujar pengurus PDI Perjuangan itu.

Pengurus PDI Perjuangan lainnya mengatakan, setelah terjadi pembakaran bendera itu, sebenarnya PDI Perjuangan di Kalimantan Barat akan melakukan aksi turun ke jalan, tapi Megawati tidak menghendaki.

“Sebenarnya, aksi pembakaran dan protes-protes lainnya itu juga tertuju pada Presiden Joko Widodo,” katanya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com