Beberapa hari setelah dilantik jadi presiden, saya ikut perjalanan pertama Gus Dur ke seluruh negara-negara di Asia Tenggara (ASEAN). Perjalan ini hanya makan waktu tiga hari. Perjalanan ini banyak ditandai dengan jumpa pers baik di pesawat maupun di tempat kita menginap.
Suasana saat itu adalah “sorga” bagi wartawan.
Perjalanan paling fantastis, ketika ke Amerika, bertemu dengan Presiden (waktu itu) Bill Clinton. Hampir semua anggota rombongan tidak punya visa. Ini terjadi karena kami tidak sempat mengurus visa. Kami, rombongan, berangkat ke Amerika Serikat, dua malam setibanya dari keliling ASEAN.
Dalam kelompok wartawan, ada Wahyu Muryadi dari majalah Tempo (waktu itu). Banyak teman-teman wartawan yang bersikap sinis dengan penampilan Wahyu yang saat itu membawa ransel, sepatu sandal dan kemeja tangan panjang yang dilipat.
Penampilan ini terasa “aneh” bagi para wartawan istana yang sebagian besar dari masa Soeharto yang selalu tampil dengan setelan jas, dasi, atau batik berlengan panjang. Setiba kembali ke Indonesia, Wahyu diangkat oleh Gus Dur jadi kepala protokol istana.
Perjalanan pertama ke luar negeri Megawati adalah ke Singapur. Selama perjalanan beberapa hari ini saya ditemani Taufik Kiemas dan mendapat waktu eklusif wawancara dengan Wapres.
Yang paling saya ingat ialah pernyataan Megawati tentang khasiat rempah-rempah Indonesia yang membuat orang Eropa datang ke Nusantara di beberapa abad silam. Mega juga bilang selalu membawa kencur untuk mencegah flu atau batuk (menghilangkan suara parau).
Menjelang Juli 2001, suasa kemesraan presiden dan wakil presiden sudah diliputi awan mendung. Dalam sebuah acara di istana ,mantan Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) dan mantan Panglima Komando Wilayah Pertahanan (Pangkowilhan) Indonesia bagian timur, Letnan Jenderal TNI (purnawirawan) Kemal Idris mengatakan, “betapa sayangnya bila antara Gus Dur dan Megawati terjadi keretakan”.
Dalam pemilihan umum legislatif Juni 1999, Kemal Idris sering menyuarakan dukungannya kepada Megawati. Di bulan Oktober 1999, setelah terpilihnya Gus Dur jadi presiden dan Megawati jadi wakilnya, Kemal Idris mengatakan pasangan itu ideal sekali untuk pemerintahan ke depan.
Di awal Juli 2001 itu Kemal mengatakan, “jahat sekali kalau friksi antara Gus Dur dan Megawati disebabkan oleh orang-orang lain”. Kemal Idris wafat 28 Juli 2010.
Fendry Ponomban, Sejen Komite Perjuangan untuk Perubahan Yogyakarta atau KPRP (1998 -1999), mengatakan sampai saat ini dia mengenang Megawati sebagai tokoh politik tahan banting, politisi perempuan tangguh. “Maka beliau menjadi tokoh politik terkemuka saat ini.”
Senada dengan itu, Ahmad Rofiq mengatakan, “Kini Bu Mega tetap eksis di politik dan bahkan mampu mengantar parpol yang dipimpinnya menjadi pemenang tiga kali.”
Melky Lakalena, Wakil Ketua Komisi IX DPR dari Partai Golkar mengenang, Gus Dur telah memberikan cintanya untuk kemanusiaan.
Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono menyebut Gus Dur sebagai bapak pluralisme.
Habibie, Gus Dur dan Megawati adalah sosok presiden tempat kita belajar saat ini.
Inilah catatan saya sebagai wartawan istana tentang tiga presiden dalam sejarah bulan Juli. Maaf bila catatan saya ini meloncat-loncat kekiri dan kekanan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.