Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenang Sutopo Purwo Nugroho, "Informan" Kebencanaan yang Meninggal karena Kanker Paru

Kompas.com - 07/07/2020, 11:05 WIB
Dandy Bayu Bramasta,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Tepat hari ini, 7 Juli 2019 silam, mantan Kepala Pusat Data Informasi dan Humas (Pusdatinmas) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho meninggal dunia karena kanker paru-paru.

Sutopo meninggal dunia di Guangzhou, China, Minggu (7/7/2020) sekitar pukul 02.20 waktu setempat atau 01.20 WIB.

Pria yang akrab disapa Pak Topo ini memang dikenal sebagai pemberi informasi atau "informan" ketika terjadi bencana di Indonesia.

Segala bentuk pertanyaan wartawan yang diajukan kepadaya, akan ia jawab baik melalui media sosial atau pesan singkat di aplikasi percakapan.

Baca juga: Mengapa Indonesia Kerap Dilanda Gempa Bumi?

Awal karier Sutopo

Sutopo Purwo NugrohoKOMPAS/RIZA FATHONI Sutopo Purwo Nugroho

Dikutip dari Kompas TV, Sutopo lahir di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, pada 7 Oktober 1969.

Sutopo menyelesaikan pendidikan tingkat Sarjana di Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.

Kemudian, melanjutkan studi S2 di Institut Pertanian Bogor (IPB) program studi DAS, dilanjutkan S3 juga di IPB program studi pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan.

Awal kariernya, ia mulai sebagai Aparatur Sipil Negara pada 1994.

Kemudian, berlanjut menjadi staf di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

Di BPPT, Sutopo pernah menjabat sebagai Kepala bidang Teknologi Mitigasi Bencana, Pusat Teknologi Pengelolaan Lahan, Wilayah, dan Mitigasi Bencana.

Sutopo kemudian diperbantukan di Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB), dan sejak 2010 menjabat sebagai Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB.

Baca juga: Benarkah Ibu Kota Baru Memindah Masalah Jakarta ke Kalimantan?

Dipaksa jadi Kapusdatin BNPB

Kepala Pusat Data, Informasi dan Hubungan Masyarakat BNPB Sutopo Purwo Nugroho Kompas.com/Fitria Chusna Farisa Kepala Pusat Data, Informasi dan Hubungan Masyarakat BNPB Sutopo Purwo Nugroho

Mengutip Harian Kompas, 5 Oktober 2018, tak pernah terbesit dalam benak Sutopo untuk berkarier dalam bidang yang ia tekuni hingga tiada.

Saat ditugaskan ke BNPB untuk menjadi Direktur Pengurangan Risiko Bencana pada 2010 silam, Sutopo mendapat tawaran untuk menduduki posisi Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB.

Namun, Sutopo sempat menolak hingga akhirnya dipaksa Kepala BNPB saat itu, Syamsul Maarif, untuk memegang jabatan tersebut.

"Memang dipaksa karena saya awalnya menolak. Saat itu, saya berpikir posisi humas itu jauh dari bayangan saya sebagai peneliti. Apalagi, saya tidak punya banyak pengalaman di sana," kata Sutopo.

Baca juga: Erupsi Merapi dan Sejarah Letusannya...

Alasan mengapa Syamsul berani memaksa Sutopo memegang jabatan tersebut lantaran ia percaya dan telah melihat kemampuan Sutopo dalam berinteraksi dengan media dan publik.

Kemampuan Sutopo mulai terlihat setelah terjadinya gempa bumi dan tsunami di Mentawai pada 2010 silam.

Ketika itu, Sutopo yang menjadi bagian tim survei ke lokasi kejadian, dengan sigapnya mampu menyiapkan materi siaran pers.

Sejak saat itu, Sutopo mulai ketagihan akan jabatan yang awalnya ia tolak tersebut.

"Namun, akhirnya harus saya akui bahwa saya kecanduan dan merasa inilah panggilan saya," ungkap Sutopo.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Gempa Bumi Terjang Mentawai, Ratusan Orang Meninggal

Belajar otodidak

Ruang serbaguna Dr. Sutopo Purwo Nugroho berada di antai 15 Graha BNPB, Jakarta. 
Dok. BNPB Ruang serbaguna Dr. Sutopo Purwo Nugroho berada di antai 15 Graha BNPB, Jakarta.

Masih dari sumber yang sama, berbekal keilmuannya sebagai peneliti, juga menjadi angin segar baginya ketika memaparkan data yang diperlukan media massa maupun masyarakat.

Menjadi humas juga harus memiliki bekal tulisan yang mumpuni. Mengenai hal itu, Sutopo berujar kemampuannya menulis ia dapat secara otodidak.

Seiring berjalannya waktu, Sutopo mulai terbiasa menulis dengan telepon genggam dan berani adu cepat dengan wartawan ketika melaporkan peristiwa.

Hal yang dikenang dari Sutopo yakni, ia jarang menolak wawancara serta tidak pelit untuk memberikan data serta informasi yang dibutuhkan.

Sosoknya yang ringan tangan tersebut tak arang membuat dirinya bersinggungan dengan instansi lain.

Siaran pers dan twitnya soal kebakaran hutan misalnya, pernah dipersoalkan oleh pejabat.

Selain itu, Sutopo juga mengaku pernah menerima hujatan dan sasaran kemarahan dari korban bencana yang datang beberapa waktu lalu.

"Ada yang menelepon yang mendoakan supaya sakit saya tambah parah dan tidak disembuhkan," ungkap Sutopo.

Baca juga: Mengenal Keiji Fujiwara, Pengisi Suara Ayah Shin-chan yang Meninggal karena Kanker

Didiagnosis kanker paru-paru

Jenazah Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho diusung oleh personel BNPB untuk diberangkatkan ke Boyolali dari Raffles Hils, Cimanggis, di Depok, Jawa Barat, Senin (8/7/2019) dini hari. Jenazah dibawa kembali setelah disemayamkan di rumah duka untuk dimakamkan di Boyolali, Jawa Tengah.ANTARA FOTO/YULIUS SATRIA WIJAYA Jenazah Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho diusung oleh personel BNPB untuk diberangkatkan ke Boyolali dari Raffles Hils, Cimanggis, di Depok, Jawa Barat, Senin (8/7/2019) dini hari. Jenazah dibawa kembali setelah disemayamkan di rumah duka untuk dimakamkan di Boyolali, Jawa Tengah.

Januari 2018 menjadi awal mula Sutopo tahu bahwa dirinya telah mengidap kanker paru-paru.

Mulanya, dia berinisiatif untuk mengecek kesehatan ke dokter paru-paru dan akhirnya diketahui kanker telah bersarang di tubuhnya.

Dokter dan keluarga sudah meminta Sutopo untuk mengurangi aktivitasnya, namun ia menolak untuk berhenti.

"Sekarang sudah menyebar ke sumsum. Sakit sekali, terpaksa harus pakai morfin," ujarnya saat itu.

Sutopo pernah merasa tak percaya hingga akhirnya memutuskan untuk berobat ke Negeri Jiran, Malaysia.

Tak berbeda, Sutopo divonis dokter mengidap kanker par-paru stadium 4B.

Baca juga: Mengenang Marie Fredriksson, Vokalis Roxette Sekaligus Survivor Kanker Otak

Harian Kompas, 26 Februari 2018 mencatat, sakit kanker yang diderita Sutopo tak menyurutkannya untuk terus menyampaikan informasi kebencanaan di Indonesia.

Saat menunggu operasi di RSPAD Gatot Subroto pada Rabu (21/2/2018), Sutopo masih sempat menjadi "informan" soal kebakaran hutan yang terjadi saat itu.

"Meski sakit, saya tetap berusaha menyampaikan informasi kebencanaan karena begitu banyak kejadian di Indonesia. Masyarakat dan media perlu memperoleh informasi bencana secara cepat dan akurat. Saya tetap berusaha melayani media dengan baik," katanya.

Seiring berjalannya waktu, Sutopo memutuskan untuk berobat ke Guangzhou, China selama satu bulan.

Kabar tersebut ia sampaikan melalui akun Instagram miliknya, @sutopopurwo pada Sabtu (15/06/2019).

"Hari ini saya ke Guangzou untuk berobat dari kanker paru yang telah menyebar di banyak tulang dan organ tubuh. Kondisinya sangat menyakitkan sekali," kata Sutopo di akun Instagram.

Ia menjalani pengobatan di sana hingga mengembuskan nafas terakhir pada 7 Juli 2019.

Selamat Jalan Pak Topo...

Baca juga: Mitos atau Fakta, Stres Jadi Pemicu dan Bikin Kanker Makin Parah?

KOMPAS.com/Dhawam Pambudi Infografik: 11 Mitos Kanker yang Jangan Lagi Dipercaya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Hak Angket Masih Disuarakan Usai Putusan MK, Apa Dampaknya untuk Hasil Pilpres?

Hak Angket Masih Disuarakan Usai Putusan MK, Apa Dampaknya untuk Hasil Pilpres?

Tren
Daftar Cagub DKI Jakarta yang Berpotensi Diusung PDI-P, Ada Ahok dan Tri Rismaharini

Daftar Cagub DKI Jakarta yang Berpotensi Diusung PDI-P, Ada Ahok dan Tri Rismaharini

Tren
'Saya Bisa Bawa Kalian ke Final, Jadi Percayalah dan Ikuti Saya... '

"Saya Bisa Bawa Kalian ke Final, Jadi Percayalah dan Ikuti Saya... "

Tren
Thailand Alami Gelombang Panas, Akankah Terjadi di Indonesia?

Thailand Alami Gelombang Panas, Akankah Terjadi di Indonesia?

Tren
Sehari 100 Kali Telepon Pacarnya, Remaja Ini Didiagnosis “Love Brain'

Sehari 100 Kali Telepon Pacarnya, Remaja Ini Didiagnosis “Love Brain"

Tren
Warganet Sebut Ramadhan Tahun 2030 Bisa Terjadi 2 Kali, Ini Kata BRIN

Warganet Sebut Ramadhan Tahun 2030 Bisa Terjadi 2 Kali, Ini Kata BRIN

Tren
Lampung Dicap Tak Aman karena Rawan Begal, Polda: Aman Terkendali

Lampung Dicap Tak Aman karena Rawan Begal, Polda: Aman Terkendali

Tren
Diskon Tiket KAI Khusus 15 Kampus, Bisakah untuk Mahasiswa Aktif?

Diskon Tiket KAI Khusus 15 Kampus, Bisakah untuk Mahasiswa Aktif?

Tren
Lolos ke Semifinal Piala Asia U23 2024, Indonesia Hentikan Rekor Korsel Lolos ke Olimpiade

Lolos ke Semifinal Piala Asia U23 2024, Indonesia Hentikan Rekor Korsel Lolos ke Olimpiade

Tren
6 Kelompok Orang yang Tidak Dianjurkan Mengonsumsi Kafein, Siapa Saja?

6 Kelompok Orang yang Tidak Dianjurkan Mengonsumsi Kafein, Siapa Saja?

Tren
Istri Bintang Emon Positif 'Narkoba' Usai Minum Obat Flu, Kok Bisa?

Istri Bintang Emon Positif "Narkoba" Usai Minum Obat Flu, Kok Bisa?

Tren
Kata Media Korea Selatan Usai Shin Tae-yong Kalahkan Timnas Mereka

Kata Media Korea Selatan Usai Shin Tae-yong Kalahkan Timnas Mereka

Tren
5 Gejala Kolesterol Tinggi pada Wanita di Atas 40 Tahun, Apa Saja?

5 Gejala Kolesterol Tinggi pada Wanita di Atas 40 Tahun, Apa Saja?

Tren
Kata Media Asing soal Kemenangan Indonesia atas Korsel, Sebut STY Sosok Ajaib

Kata Media Asing soal Kemenangan Indonesia atas Korsel, Sebut STY Sosok Ajaib

Tren
Profil Rafael Struick, Pemain Indonesia yang Akhiri 'Clean Sheet' Korsel di Piala Asia U23

Profil Rafael Struick, Pemain Indonesia yang Akhiri "Clean Sheet" Korsel di Piala Asia U23

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com