Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Studi: Antibodi Pasien yang Sembuh dari Corona Hanya Bertahan 3 Bulan

Kompas.com - 19/06/2020, 14:00 WIB
Jawahir Gustav Rizal,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sejak awal pandemi virus corona penyebab Covid-19 menyebar ke seluruh dunia, para ilmuwan telah bertanya-tanya tentang kemunculan antibodi pada orang yang terinfeksi.

Studi terbaru yang dipublikasikan pada hari Kamis (18/6/2020) di jurnal Nature Medicine menyebutkan pasien yang pernah terjangkit Covid-19 berhasil memunculkan antibodi, tetapi antibodi tersebut tidak bertahan lama.

Antibodi adalah protein pelindung yang dihasilkan tubuh untuk merespons infeksi. Pada pasien Covid-19, antibodi yang terbentuk hanya bertahan dua hingga tiga bulan, terutama bagi orang tanpa gejala (OTG).

Baca juga: Penelitian: Lansia yang Sembuh Corona Miliki Antibodi Lebih Tinggi dari Anak Muda

Melansir New York Times, kesimpulannya bukan berarti bahwa para pasien sembuh ini dapat terinfeksi untuk kedua kalinya.

Bahkan tingkat rendah dari antibodi masih bisa melindungi dari infeksi, seperti juga sel T dan sel B pada sistem kekebalan tubuh.

Sel T adalah sel yang berperan mematikan virus, sedangkan sel B memiliki peran untuk merekam jenis infeksi dan mengembangkan antibodi yang sesuai.

Namun, yang perlu digarisbawahi adalah bahwa pasien yang berhasil sembuh dari Covid-19 tidak serta merta menjadi kebal.

Sementara itu antibodi terhadap virus corona lain, termasuk yang menyebabkan SARS dan MERS, diperkirakan bertahan sekitar satu tahun. Para ilmuwan berharap antibodi terhadap virus corona baru ini juga bisa bertahan setidaknya dalam waktu yang sama.

OTG memiliki tingkat antibodi lebih rendah

Dalam studi terbaru ini, para peneliti membandingkan 37 orang tanpa gejala (OTG) dengan 37 orang yang memiliki gejala di Distrik Wanzhou, China. Hasilnya, mereka menemukan bahwa OTG memiliki respons yang lebih lemah terhadap virus dibandingkan mereka yang memiliki gejala.

Tingkat antibodi pada 40 persen OTG turun hingga ke tingkat tidak terdeteksi, sedangkan pada orang yang memiliki gejala hanya 13 persen yang mengalami penurunan tingkat antibodi.

Meski demikian, perlu dicatat bahwa penelitian ini mengambil sampel dalam jumlah kecil dan para peneliti tidak memperhitungkan perlindungan dari sel-sel kekebalan yang bisa melawan atau mengembangkan antibodi baru untuk merespon serangan virus.

“Sebagian besar orang pada umumnya tidak menyadari sel T, sehingga sebagian besar penelitian telah difokuskan pada tingkat antibodi,” kata Angela Rasmussen, seorang ahli virus di Universitas Columbia.

Baca juga: Kabar Baik Vaksin Corona: Percobaan Menghasilkan Antibodi Setara Orang yang Pulih

Terlepas dari sel T yang dapat membunuh virus seketika, orang yang telah terinfeksi juga dapat mengembangkan apa yang disebut sebagai sel B memori yang dapat dengan cepat meningkatkan produksi antibodi saat dibutuhkan.

"Jika mereka menemukan virus lagi, mereka (sel B) ingat dan mulai membuat antibodi dengan sangat, sangat cepat," kata Florian Krammer, seorang ahli virus di Fakultas Kedokteran Icahn di Mount Sinai.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com