"Kalau rawat di ICU itu mahal banget, untuk sakit apa pun kalau dirawat di ICU paling enggak Rp 5 juta per harinya," ujar Zubairi.
Sebab, ketika pasien dirawat di ICU, ada sejumlah alat penunjang kesehatan pasien, seperti monitor yang menunjukkan kondisi pasien, apakah gagal organ jantung, paru, ginjal, otak, atau pembekuan darah di mana-mana.
Selain itu, tagihan BPJS juga tidak bisa dilakukan dengan cepat.
Baca juga: Tak Mampu Bayar Iuran BPJS, Apakah Solusinya Hanya Turun Kelas?
Zubairi menambahkan, membengkaknya tagihan RS juga disebabkan dengan pembebanan biaya pengadaan APD tenaga kesehatan (nakes) kepada pasien dan keluarga.
Menurutnya, sebagian besar APD tidak dibiayai oleh pemerintah.
"Satu APD-nya bisa seharga Rp 1 juta lebih," katanya lagi.
Tak hanya pengadaan obat dan alat kesehatan, penyediaan ruangan khusus untuk pasien Covid-19, imbuhnya juga membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
"Jadi kalau dipikir-pikir biaya untuk Covid mahal ya bayangin aja, memang biaya nakesnya banyak. Kalau dokter terlambat potong gaji, kalau pas hari libur, dokter tetap masuk dan tdak dapat penghasilan intensif," ujar Zubairi.
"Sehingga memang amat sangat berat, kalau ada sekian ratus trilun dana itu amat sangat diharapkan," pungkasnya.
Baca juga: Ramai soal Penolakan Jenazah Covid-19, Dokter: Pasien Meninggal, Virus Pun Mati
Hal senada juga diungkapkah oleh Wakil Direktur Pendidikan dan Diklit sekaligus Jubir Satgas Covid-19 UNS/RS UNS, dr Tonang Dwi Ardyanto.
Menurutnya ada beragam faktor yang membuat biaya penanganan pasien Covid-19 mahal. Salah satunya yakni adanya penanganan di ruangan khusus.
"Penanganan pasien Covid relatif tinggi biayanya, karena keharusan sarpras dan lokasi perawatan di ruang khusus, dengan APD khusus. Jadi meningkat biayanya," ujar Tonang saat dihubungi terpisah, Kamis (18/6/2020).
Ia menambahkan, diperlukan biaya lebih untuk tempat khusus guna perawatan Covid-19, dengan alur terpisah, dan dengan peralatan terpisah.