Faktor sosial lainnya yakni orang Jepang merasa nyaman mengenakan masker setiap hari.
Banyak orang alergi terhadap serbuk sari sehingga mereka melakukan ini selama musim serbuk sari cedar dari awal tahun hingga musim semi dan untuk melindungi diri dari penyakit influenza.
Baca juga: Pandemi Corona, Konsultasi Kehamilan Remaja dan Perceraian di Jepang Meningkat
Antisipasi gelombang kedua
Pelajaran untuk mencegah gelombang kedua dilakukan dengan pengawasan klaster.
Otoritas berwenang memastikan situasi dan tempat yang dianggap berisiko tinggi.
Pemerintah telah menemukan bahwa memakai masker, kebersihan tangan, menjaga jarak fisik dan menghindari berbicara dengan keras sangat efektif dalam mencegah penularan.
Gelombang kedua sangat mungkin terjadi. Oleh karena itu, perlu mendeteksi klaster lebih cepat dari sebelumnya.
Perlu juga menggunakan tes antigen yang telah dikembangkan, bersamaan dengan tes PCR, untuk menemukan kasus sebelum gejalanya menjadi serius.
Kebijakan Jepang
Sistem perawatan kesehatan Jepang sempat berada di ambang kehancuran, dan pemerintah nyaris berhasil menghindarinya, berkat upaya bersama.
Meskipun tidak melakukan penguncian seperti yang diterapkan di Amerika Serikat dan sejumlah negara Eropa, ada pengorbanan sosial dan ekonomi yang besar.
Sulit untuk menemukan keseimbangan antara mencegah penyebaran penyakit dan aktivitas sosial dan ekonomi.
Jepang tidak memiliki sarana hukum untuk memaksakan penguncian, tetapi pemodelan menunjukkan bahwa mengurangi kontak sosial sebesar 80 persen akan mengurangi infeksi, dan banyak warga negara bekerja sama untuk mematuhinya.
Tentu saja, tidak 100 persen yakin bahwa semua orang akan mematuhinya, tetapi pemerintah berharap dan percaya mereka akan melakukannya.
Baca juga: Angka Bunuh Diri Jepang Dikhawatirkan Meningkat Selama Pandemi Corona, Ini Sebabnya...
Kapasitas pengujian