Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menurut Ahli, Kebiasaan Gunakan Masker Bantu Jepang Tekan Angka Kematian akibat Covid-19

Kompas.com - 28/05/2020, 11:17 WIB
Mela Arnani,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Panel Ahli Pemerintah Jepang menyebutkan, penggunaan masker oleh masyarakat Jepang menjadi salah satu alasan mengapa jumlah kematian di Jepang akibat corona virus tidak sebanyak negara lain.

Melansir Bloomberg, 27 Mei 2020, ketika terjadi pro-kontra penggunaan masker, di Jepang hal itu telah jadi bagian dari kehidupan sehari-hari.

Namun, penggunaan masker saja tak cukup untuk menanggulangi virus corona. 

Pada Rabu (27/5/2020), Jepang telah mengonfirmasi lebih dari 16.000 kasus infeksi. Dari jumlah itu, sebanyak 850 orang meninggal dunia akibat Covid-19.

Sejauh ini, angka tersebut masuk dalam deretan terendah di antara negara-negara yang masuk dalam kelompok ekonomi utama.

Baca juga: Jepang Tambah Stimulus Rp 16.170 Triliun untuk Perangi Virus Corona 

Langkah Jepang

Pada 25 Mei 2020, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe mengakhiri status darurat nasional karena menganggap kasus virus corona telah selesai.

Ia menyusun rencana untuk memulai kembali kegiatan ekonomi dan sosial secara bertahap, bersamaan dengan tindakan pencegahan terhadap wabah besar lainnya.

Pekan ini, ketika terjadi peningkatan kasus di kawasan Kitakyushu, pemerintah langsung mengirim tim untuk menyelidiki.

Para ahli juga berupaya melacak klaster lebih cepat dari sebelumnya untuk mencegah terjadinya gelombang kedua wabah virus corona ketika kegiatan di Jepang mulai berangsur aktif kembali.

Mereka melakukan kombinasi tes PCR dan pengujian antigen serta mendesak masyarakat untuk menghindari situasi yang berisiko.

Penanganan pandemi Covid-19 sejauh ini dinilai telatif baik. Apa saja yang dilakukan?

Sebuah sekolah dasar dibuka kembali dengan para murid memakai masker pelindung, menyusul penyebaran penyakit virus korona (COVID-19), di Nagasaki, selatan Jepang, Senin (11/5/2020), dalam foto yang diambil oleh Kyodo.ANTARA FOTO/Kyodo/via REUTERS Sebuah sekolah dasar dibuka kembali dengan para murid memakai masker pelindung, menyusul penyebaran penyakit virus korona (COVID-19), di Nagasaki, selatan Jepang, Senin (11/5/2020), dalam foto yang diambil oleh Kyodo.

Kesadaran akan kesehatan

Wakil Ketua PanelAahli, Shigeru Omi, mengatakan, kesadaran akan kesehatan yang kuat di kalangan masyarakat  Jepang membantu mengendalikan penyebaran virus corona.

Masyarakat Jepang terbiasa menjaga kebersihan, dimulai dengan kebiasaan cuci tangan.

Selain itu, karena pengalaman sejarah, mereka memiliki pengetahuan yang baik mengenai pencegahan infeksi.

Faktor sosial lainnya yakni orang Jepang merasa nyaman mengenakan masker setiap hari.

Banyak orang alergi terhadap serbuk sari sehingga mereka melakukan ini selama musim serbuk sari cedar dari awal tahun hingga musim semi dan untuk melindungi diri dari penyakit influenza.

Baca juga: Pandemi Corona, Konsultasi Kehamilan Remaja dan Perceraian di Jepang Meningkat

Antisipasi gelombang kedua

Pelajaran untuk mencegah gelombang kedua dilakukan dengan pengawasan klaster.

Otoritas berwenang memastikan situasi dan tempat yang dianggap berisiko tinggi.

Pemerintah telah menemukan bahwa memakai masker, kebersihan tangan, menjaga jarak fisik dan menghindari berbicara dengan keras sangat efektif dalam mencegah penularan.

Gelombang kedua sangat mungkin terjadi. Oleh karena itu, perlu mendeteksi klaster lebih cepat dari sebelumnya.

Perlu juga menggunakan tes antigen yang telah dikembangkan, bersamaan dengan tes PCR, untuk menemukan kasus sebelum gejalanya menjadi serius.

Kebijakan Jepang

Warga memakai masker pelindung berjalan di sebuah distrik pasar lokal di tengah penyebaran penyakit virus korona (COVID-19) di Tokyo, Jepang, Rabu (13/5/2020).ANTARA FOTO/REUTERS/KIM KYUNG-HOON Warga memakai masker pelindung berjalan di sebuah distrik pasar lokal di tengah penyebaran penyakit virus korona (COVID-19) di Tokyo, Jepang, Rabu (13/5/2020).
Sistem perawatan kesehatan Jepang sempat berada di ambang kehancuran, dan pemerintah nyaris berhasil menghindarinya, berkat upaya bersama.

Meskipun tidak melakukan penguncian seperti yang diterapkan di Amerika Serikat dan sejumlah negara Eropa, ada pengorbanan sosial dan ekonomi yang besar.

Sulit untuk menemukan keseimbangan antara mencegah penyebaran penyakit dan aktivitas sosial dan ekonomi.

Jepang tidak memiliki sarana hukum untuk memaksakan penguncian, tetapi pemodelan menunjukkan bahwa mengurangi kontak sosial sebesar 80 persen akan mengurangi infeksi, dan banyak warga negara bekerja sama untuk mematuhinya.

Tentu saja, tidak 100 persen yakin bahwa semua orang akan mematuhinya, tetapi pemerintah berharap dan percaya mereka akan melakukannya.

Baca juga: Angka Bunuh Diri Jepang Dikhawatirkan Meningkat Selama Pandemi Corona, Ini Sebabnya...

Kapasitas pengujian

Kebijakan awal Jepang yaitu menguji orang saat dokter menganggap hal itu perlu dilakukan.

Akan tetapi, penyebaran penyakit pada pertengahan Maret 2020 menunjukkan, pemerintah tidak bisa melakukan tes untuk semua warga yang membutuhkannya.

Kapasitas pengujian PCR tidak berkembang cepat untuk mengimbangi.

Jumlah tes absolut jauh lebih rendah daripada di negara lain, tetapi kenyataannya jumlah tes per kematian yang dilaporkan lebih tinggi di Jepang.

Selain itu, proporsi tes yang menghasilkan hasil positif pada satu titik lebih dari 30 persen dan sekarang telah berada di angka di bawah 1 persen.

Angka 1 persen untuk seluruh negara ini lebih rendah dibandingkan dengan negara lain.

Dengan perkembangan ini, Jepang menganggap sistem pengujian yang mereka terapkan efektif.  

Meski demikian, Sigheru Omi masih belum yakin tentang keakuratan, terutama dalam hal sensitivitas serta tes antibodi.

Untuk mengurangi kecemasan masyarakat  Jepang, pemerintah disarankan harus dapat melakukan tes antibodi lebih cepat.

Baca juga: Remdesivir, Obat untuk Corona yang Diapresiasi BPOM AS dan Jepang

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Profil Shaun Evans, Wasit Indonesia vs Korsel Piala Asia U23 2024

Profil Shaun Evans, Wasit Indonesia vs Korsel Piala Asia U23 2024

Tren
Kenya Diterjang Banjir Bandang, KBRI Pastikan Kondisi WNI Aman

Kenya Diterjang Banjir Bandang, KBRI Pastikan Kondisi WNI Aman

Tren
Jadwal Festival Lampion Waisak Borobudur 2024, Tukar Tiket Mulai Mei

Jadwal Festival Lampion Waisak Borobudur 2024, Tukar Tiket Mulai Mei

Tren
Penelitian Menemukan Bagaimana Kucing Menghasilkan Suara Dengkuran Uniknya

Penelitian Menemukan Bagaimana Kucing Menghasilkan Suara Dengkuran Uniknya

Tren
Daftar Pelatih Timnas Indonesia dari Masa ke Masa, Shin Tae-yong Paling Lama

Daftar Pelatih Timnas Indonesia dari Masa ke Masa, Shin Tae-yong Paling Lama

Tren
Belum Terjual, Mobil Mario Dandy Dilelang mulai Rp 809 Juta, Simak Cara Belinya

Belum Terjual, Mobil Mario Dandy Dilelang mulai Rp 809 Juta, Simak Cara Belinya

Tren
Indonesia Vs Korea Selatan di Piala Asia U23, Shin Tae-yong dan Pratama Arhan Akan Hadapi Rekannya

Indonesia Vs Korea Selatan di Piala Asia U23, Shin Tae-yong dan Pratama Arhan Akan Hadapi Rekannya

Tren
Jadwal dan Live Streaming Indonesia Vs Korea Selatan di Piala Asia U23, Kick Off 00.30 WIB

Jadwal dan Live Streaming Indonesia Vs Korea Selatan di Piala Asia U23, Kick Off 00.30 WIB

Tren
Kronologi Perampok Sebar Uang Curian Rp 250 Juta untuk Mengecoh Kejaran Warga di Jambi

Kronologi Perampok Sebar Uang Curian Rp 250 Juta untuk Mengecoh Kejaran Warga di Jambi

Tren
20 Negara Penduduk Terbanyak di Dunia 2024, Indonesia Nomor Berapa?

20 Negara Penduduk Terbanyak di Dunia 2024, Indonesia Nomor Berapa?

Tren
Ilmuwan Akhirnya Tahu Apa Isi Bulan, Disebut Mirip dengan Bumi

Ilmuwan Akhirnya Tahu Apa Isi Bulan, Disebut Mirip dengan Bumi

Tren
14 Kepala Daerah Penerima Satyalancana dari Jokowi, Ada Bobby tapi Gibran Batal Hadir

14 Kepala Daerah Penerima Satyalancana dari Jokowi, Ada Bobby tapi Gibran Batal Hadir

Tren
KAI Sediakan Fitur 'Connecting Train' untuk Penumpang yang Tidak Dapat Tiket di Stasiun

KAI Sediakan Fitur "Connecting Train" untuk Penumpang yang Tidak Dapat Tiket di Stasiun

Tren
Daftar Dugaan Keterlibatan Keluarga SYL dalam Pencucian Uang, Digunakan untuk Skincare dan Renovasi Rumah

Daftar Dugaan Keterlibatan Keluarga SYL dalam Pencucian Uang, Digunakan untuk Skincare dan Renovasi Rumah

Tren
Daftar Keluarga Jokowi yang Terima Penghargaan, Terbaru Bobby Nasution

Daftar Keluarga Jokowi yang Terima Penghargaan, Terbaru Bobby Nasution

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com