KOMPAS.com - Sebagai virus baru, SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 masih perlu banyak penelitian untuk semakin memahami sifat-sifatnya.
Salah satu yang disimpulkan para ahli, virus ini memiliki sifat mudah sekali menular dan pada tingkatan tertentu dapat menimbulkan kematian.
Para ahli dan peneliti masih berupaya mengembangkan vaksin yang efektif secepat mungkin, sementara untuk proses pengobatan para ahli kesehatan memutuskan untuk menggunakan beberapa jenis obat yang diyakini mampu melawan virus ini.
Melansir jurnal Nature, saat ini ilmuwan telah mengumpulkan daftar 15 jenis obat yang dianggap sebagai kandidat terbaik untuk melawan virus corona.
Baca juga: Obat untuk Corona Tak Semua Sama, Ini 3 Jenis Obat Covid-19
Perlu diingat bahwa obat-obatan yang tertera dalam daftar ini masih dalam tahap uji coba dan saat ini belum ada obat yang menjamin kesembuhan dari Covid-19
Klorokuin dan Hidroksiklorokuin
Klorokuin fosfat (chloroquine phosphate) merupakan senyawa sintetis (kimiawi) yang memiliki struktur sama dengan quinine sulfate.
Quinine sulfate berasal dari ekstrak kulit batang pohon kina, yang selama ini juga menjadi obat bagi pasien malaria.
Klorokuin dan turunannya, hidroksiklorokuin memang menjadi salah satu senyawa yang dianggap sebagai kandidat antivirus untuk Covid-19. Penelitian telah dilakukan oleh Wuhan Institute of Virology dari Chinese Academy of Sciences.
Penelitian tersebut dilakukan oleh ahli virologi Manli Wang bersama timnya, dan telah dipublikasikan dalam jurnal Nature.
Berdasarkan penelitian awal, klorokuin dapat menghambat kemampuan virus baru untuk menginfeksi dan tumbuh di dalam sel saat diuji pada kera.
Lopinavir dan ritonavir
Kombinasi lopinavir dan ritonavir bekerja dengan baik untuk melawan virus HIV.
Kombinasi obat ini bekerja langsung pada protein inti virus yang disebut protoase. Kombinasi ini telah berhasil diuji pada tikus.
Baca juga: Peneliti: Obat Anti Hipertensi Tidak Meningkatkan Risiko Covid-19
Selain ampuh melawan virus HIV, kombinasi obat ini juga terbukti efektif dalam tes vitro pada SARS-CoV-1 dan MERS, meski demikian perlu dilakukan pengujian lebih lanjut untuk melihat keampuhannya menghadapi SARS-CoV-2.
Nafamostat dan Camostat
Nafamostat dan camostat adalah inhibitor protease serin yang disetujui di Jepang untuk digunakan melawan pankreatitis pada manusia.
Camostat sebelumnya ditemukan secara in vitro untuk memblokir masuknya SARS-CoV dengan bertindak sebagai antagonis pada serine protease TMPRSS2, dan para peneliti percaya baik nafamostat dan camostat dapat memiliki efek yang sama dalam menghambat SARS-CoV-2.
Secara in vitro, keduanya telah ditemukan untuk memblokir masuknya SARS-CoV-2 ke dalam sel, meskipun satu studi pra cetak melaporkan bahwa nafamostat menghambat masuknya sel virus dengan efisiensi kira-kira 15 kali lipat lebih tinggi dari pada camostat.
Famotidine
Famotidine dianggap memiliki kemungkinan untuk mengikat protease seperti papain yang dikodekan oleh genom SARS-CoV-2 dan diketahui penting sebagai sarana masuknya SARS-CoV.
Namun, tidak satu pun dari hasil uji sel yang sejauh ini mendukung hipotesis itu, kata Robert Malone, seorang konsultan biodefense yang berbasis di Virginia yang menguji efektivitas famotidine.
Malone mengatakan timnya antusias dengan obat ini karena biayanya yang murah, efek samping rendah, dan ketersediaannya yang melimpah.
Baca juga: WHO Peringatkan Negara Afrika soal Gunakan Obat Herbal untuk Pasien Corona
Umifenovir
Umifenovir adalah molekul indol-turunan kecil yang dilisensikan untuk digunakan hanya di Rusia dan Cina sebagai profilaksis untuk virus influenza A dan B.
Obat ini dianggap oleh beberapa orang memiliki sifat anti-virus spektrum luas, meskipun bukti bahwa efek menguntungkannya bagi kesehatan manusia masih diperdebatkan.
Sebuah penelitian yang membandingkannya dengan lopinavir atau ritonavir menemukan bahwa umifenovir lebih efektif dalam mengurangi viral load pada pasien.
Nitazoxanide
Nitazoxanide adalah thiazolide yang digunakan sebagai anti-infeksi dan ampuh pada infeksi parasit, bakteri dan virus.
Pada infeksi virus, seperti infeksi dari MERS-CoV, ia bertindak dengan memblokir pematangan protein N nukleokapsid virus yang meningkatkan produksi partikel virus.
Saat ini, nitazoxanide masih menjalani uji klinis untuk membandingkan efektifitasnya dengan hidroksiklorokuin dan ivermectin.
Ivermectin
Ivermectin adalah makrolida lipofilik yang biasanya digunakan sebagai obat anti-parasit berspektrum luas yang juga mempengaruhi banyak invertebrata.
Pada parasit, ia bekerja dengan mengikat saluran ion glutamat yang berpagar glutamat, yang mengarah pada depolarisasi sel dan kelumpuhan atau kematian parasit.
Baca juga: Sejarah Heroin: Sebelum Jadi Narkoba, Awalnya Obat Batuk untuk Anak
Ketika diarahkan melawan Covid-19, diperkirakan bekerja dengan cara mengikat dan mendestabilisasi protein transpor sel yang digunakan untuk memasuki nukleus.
Kortikosteroid
Salah satu obat imunomodulator yang sedang dipelajari untuk pengobatan Covid-19 adalah kortikosteroid.
Obat ini bekerja di tingkat molekul dengan menghambat perkembangan gen yang dapat menimbulkan inflamasi.
Tocilizumab dan Sarilumab
Beberapa obat yang ditujukan untuk memblokir badai sitokin sedang diuji dalam uji klinis, termasuk tocilizumab dan sarilumab, keduanya antagonis antibodi monoklonal dari reseptor IL-6 yang biasanya digunakan untuk mengobati rheumatoid arthritis.
Bevacizumab
Bevacizumab adalah antibodi monoklonal yang berfungsi sebagai obat yang diarahkan melawan protein pensinyalan VEGF (faktor pertumbuhan endotel pembuluh darah) dalam berbagai perawatan kanker.
Obat ini menekan tumor dengan menghambat pertumbuhan pembuluh darah yang memberi makan tumor.
Baca juga: 2,3 Juta Orang Terinfeksi, Ini Kabar Terbaru soal Pengembangan Vaksin dan Obat Covid-19
Dengan menekan VEGF, obat ini juga berpotensi mengurangi permeabilitas pembuluh darah dan dengan demikian mengurangi jumlah cairan yang masuk ke paru-paru pasien Covid-19 yang menderita ARDS.
Fluvoxamine
Fluvoxamine adalah obat anti-depresan yang biasanya digunakan untuk mengobati gangguan obsesif-kompulsif.
Penelitian sebelumnya pada hewan menemukan bahwa inhibitor serotonin-reuptake selektif ini berikatan dengan reseptor sigma-1 untuk mematikan kaskade inflamasi dari retikulum endoplasma dalam sel.
Obat ini telah diujicobakan pada banyak pasien dan sejauh ini tidak ada efek samping yang berbahaya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.