Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjalanan Kasus Komisioner KPAI, Kontroversi Hamil di Kolam Renang hingga Diberhentikan

Kompas.com - 27/04/2020, 20:13 WIB
Nur Rohmi Aida,
Virdita Rizki Ratriani

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Pernyataan Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Sitti Hikmawatty bahwa perempuan bisa hamil apabila berenang bersama lawan jenis berbuntut panjang.

Dikutip oleh Tribunnews, Jumat (21/2/2020), pernyataan itu berujung pada Surat Pemberhentian Presiden Jokowi terhadap posisinya sebagai Komisioner KPAI.

“Sudah (ditandatangani), betul,” ujar Sekretaris Utama Kementerian Sekretaris Negara Setya Utama sebagaimana dikutip dari Kompas.com (27/4/2020).

Baca juga: Akhir Cerita Polemik Wanita Hamil di Kolam Renang: Komisioner KPAI Dipecat Tidak Hormat oleh Presiden

Polemik itu muncul saat Sitti menyatakan, kehamilan dapat terjadi pada perempuan yang sedang berenang di kolam renang bersama laki-laki.

Menurut Sitti kehamilan bisa terjadi melalui sentuhan fisik secara tak langsung saat berada di kolam renang.

"Ada jenis sperma tertentu yang sangat kuat. Walaupun tidak terjadi penetrasi, tapi ada pria terangsang dan mengeluarkan sperma, dapat berindikasi hamil," ujar Sitti dikutip dari Tribunnews (21/2/2020).

Baca juga: Presiden Jokowi Berhentikan Sitti Hikmawatty dari Jabatan Komisioner KPAI

Ketika itu Sitti juga menambahkan hal tersebut bisa saja terjadi terlebih jika perempuan tengah berada dalam fase masa subur.

“Kan tidak ada yang tahu bagaimana pria-pria di kolam renang kalau lihat perempuan,” ujar dia.

Pernyataan tersebut kemudian menuai kehebohan publik.

Baca juga: Soal Pernyataan Hamil di Kolam Renang, Komisioner KPAI Bantah Dipecat

Jagad maya Twitter sempat ramai membahas hal tersebut. Beberapa tagar yang membicarakan Sitti maupun KPAI pun sempat menjadi trending.

Pada Senin (24/2/2020) Sitti akhirnya membuat permintaan maaf kepada publik.

"Saya meminta maaf kepada publik karena memberikan statemen yang tidak tepat," kata Sitti dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Senin (24/2/2020).

Ketika itu dirinya mengatakan pernyataan tersebut bersifat pribadi dan bukan dari KPAI.

"Statemen tersebut adalah statemen pribadi saya dan bukan dari KPAI. Dengan ini saya mencabut statemen tersebut," ujar dia. 

Baca juga: Dewan Etik KPAI: Sitti Hikmawaty Tak Akui Kesalahan soal Pernyataan Hamil di Kolam Renang

Dewan Etik

Pada Senin (24/2/2020), guna penyelesaian kasus Sitti, Dewan Etik pun dibentuk melalui rapat pleno KPAI. 

Dewan Etik tersebut terdiri dari Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Dewa Gede Palguna, mantan pimpinan Komnas HAM, Ketua Dewan Pers Stanley Adi Prasetyo dan mantan Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Erna Wahyurini.

Melansir dari Kompas.com (24/4/2020) Dewan Etik KPAI kemudian memutuskan  mengusulkan kepada Presiden RI bahwa Dr. Sitti Hikmawatty untuk diberhentikan tidak dengan hormat.

Baca juga: KPAI Terima 213 Pengaduan Pembelajaran Jarak Jauh, Mayoritas Keluhkan Beratnya Tugas dari Guru

Dewan Etik KPAI menyimpulkan bahwa pernyataan Sitti mengenai kehamilan di kolam renang berdampak negatif tak hanya bagi Sitti pribadi namun juga KPAI serta bangsa dan negara.

Pernyataan tersebut memancing reaksi publik yang luas baik dalam maupun luar negeri terutama dalam bentuk kecaman dan olok-olok.

Dari serangkaian persidangan, Sitti dinilai tak memberikan keterangan yang jujur di hadapan Dewan Etik terkait referensi atau argumentasi yang mendasari pernyataannya.

Baca juga: Dukung Peniadaan UN 2020, KPAI: Jangan Diganti Tes Online

Selain itu, Sitti dinilai tidak bersedia dan berbesar hati mengakui kesalahannya, termasuk ia menyampaikan pernyataan yang bukan sesuai bidang keahliannya.

Menanggapi rekomendasi Dewan Etik KPAI, Presiden Jokowi akhirnya memberhentikan Sitti dari posisinya sebagai Komisioner KPAI melalui Keputusan Presiden Nomor 43/P Tahun 2020.

Adapun pelaksana keputusan presiden dilakukan oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Baca juga: UN Batal, KPAI Minta Biayanya Dialihkan untuk Perlindungan Sekolah dari Covid-19

Tanggapan Sitti

Sitti merasa dirinya diadili secara berlebihan akibat kesalahan penyataannya.

"Saya melihat ada upaya mengadili saya dengan cara yang berlebihan, ketidakmampuan pimpinan dalam mengelola manajemen internal KPAI, serta manajemen konflik di dalamnya," kata Siti dalam siaran pers, Sabtu (25/4/2020).

Menurutnya KPAI juga tidak memiliki standar prosedur di tingkat internal atas masalah etik.

Sehingga, ia menilai proses internal yang terjadi pada dirinya tak memiliki rujukan dan aturan main.

Baca juga: Pembunuhan oleh Remaja Terinspirasi Film, KPAI Soroti Kurangnya Film Anak

"Saya tidak memahami, kesalahan yang saya lakukan masuk dalam kategori apa?" ujar Sitti.

Sementara itu melansir dari Kompas.id, Sitti menduga dirinya dikondisikan tak mendapat kesempatan menyampaikan pembelaan.

Pengakuan dan permohonan maaf yang disampaikannya pun menurutnya diabaikan.

Termasuk putusan KPAI juga dinilai tergesa-gesa dan terkesan ada upaya pembunuhan karakter yang dilakukan lewat media sosial.

Baca juga: Duga Ada Motif Selain Terinspirasi Film, KPAI Minta Polisi Telusuri Pembunuhan Bocah oleh Remaja

Sitti juga menduga kuat usulan pemecatan dirinya justru terkait perannya dalam advokasi dan kampanye anti tembakau.

Terkait dengan sikap Sitti yang menolak putusan KPAI, Ketua Dewan Etik I Dewa Gede Palguna,  menyebut Dewan Etik telah bekerja atas dasar fakta, bukan prasangka.

”Itu sebabnya kami menyusun keputusan Dewan Etik dengan pemaparan fakta-fakta terlebih dahulu, baru kemudian pertimbangan dan kesimpulan serta rekomendasi kami. Lagi pula, semua pertimbangan itu di-back up oleh rekaman audio. Jadi, silakan publik yang menilai obyektivitasnya,” ujar dia. 

Baca juga: Soal Kasus 77 Siswa yang Diduga Dihukum Makan Kotoran, KPAI Dorong Ortu Lapor Polisi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Benarkah Pengobatan Gigitan Ular Peliharaan Tak Ditanggung BPJS Kesehatan?

Benarkah Pengobatan Gigitan Ular Peliharaan Tak Ditanggung BPJS Kesehatan?

Tren
Arkeolog Temukan Buah Ceri yang Tersimpan Utuh Dalam Botol Kaca Selama 250 Tahun

Arkeolog Temukan Buah Ceri yang Tersimpan Utuh Dalam Botol Kaca Selama 250 Tahun

Tren
Beroperasi Mulai 1 Mei 2024, KA Lodaya Gunakan Rangkaian Ekonomi New Generation Stainless Steel

Beroperasi Mulai 1 Mei 2024, KA Lodaya Gunakan Rangkaian Ekonomi New Generation Stainless Steel

Tren
Pindah Haluan, Surya Paloh Buka-bukaan Alasan Dukung Prabowo-Gibran

Pindah Haluan, Surya Paloh Buka-bukaan Alasan Dukung Prabowo-Gibran

Tren
3 Skenario Timnas Indonesia U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris

3 Skenario Timnas Indonesia U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris

Tren
Hak Angket Masih Disuarakan Usai Putusan MK, Apa Dampaknya untuk Hasil Pilpres?

Hak Angket Masih Disuarakan Usai Putusan MK, Apa Dampaknya untuk Hasil Pilpres?

Tren
Daftar Cagub DKI Jakarta yang Berpotensi Diusung PDI-P, Ada Ahok dan Tri Rismaharini

Daftar Cagub DKI Jakarta yang Berpotensi Diusung PDI-P, Ada Ahok dan Tri Rismaharini

Tren
'Saya Bisa Bawa Kalian ke Final, Jadi Percayalah dan Ikuti Saya... '

"Saya Bisa Bawa Kalian ke Final, Jadi Percayalah dan Ikuti Saya... "

Tren
Thailand Alami Gelombang Panas, Akankah Terjadi di Indonesia?

Thailand Alami Gelombang Panas, Akankah Terjadi di Indonesia?

Tren
Sehari 100 Kali Telepon Pacarnya, Remaja Ini Didiagnosis “Love Brain'

Sehari 100 Kali Telepon Pacarnya, Remaja Ini Didiagnosis “Love Brain"

Tren
Warganet Sebut Ramadhan Tahun 2030 Bisa Terjadi 2 Kali, Ini Kata BRIN

Warganet Sebut Ramadhan Tahun 2030 Bisa Terjadi 2 Kali, Ini Kata BRIN

Tren
Lampung Dicap Tak Aman karena Rawan Begal, Polda: Aman Terkendali

Lampung Dicap Tak Aman karena Rawan Begal, Polda: Aman Terkendali

Tren
Diskon Tiket KAI Khusus 15 Kampus, Bisakah untuk Mahasiswa Aktif?

Diskon Tiket KAI Khusus 15 Kampus, Bisakah untuk Mahasiswa Aktif?

Tren
Lolos ke Semifinal Piala Asia U23 2024, Indonesia Hentikan Rekor Korsel Lolos ke Olimpiade

Lolos ke Semifinal Piala Asia U23 2024, Indonesia Hentikan Rekor Korsel Lolos ke Olimpiade

Tren
6 Kelompok Orang yang Tidak Dianjurkan Mengonsumsi Kafein, Siapa Saja?

6 Kelompok Orang yang Tidak Dianjurkan Mengonsumsi Kafein, Siapa Saja?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com