BULAN Ramadhan tahun 1441 H atau 2020 M kali ini berlangsung di tengah pandemi wabah Covid-19 yang nyaris menghentikan aktivitas manusia di manapun berada.
Setiap negara menetapkan kebijakan yang sangat ketat bagi warganya untuk tidak keluar rumah jika tidak mendesak misalnya.
Sejak munculnya Januari lalu di kota Wuhan, hingga di Indonesia sejak medio Maret, opsi melakukan aktivitas di rumah menjadi kebijakan yang paling awal diberlakukan. Bekerja, belajar, termasuk beribadah untuk dilakukan di rumah.
Penggunaan masker yang awalnya tidak direkomendasikan kecuali bagi mereka yang sakit, sejak dua minggu terakhir menjadi sebuah keharusan bagi siapa yang keluar rumah.
Sekolah dari jenjang PAUD hingga perguruan tinggi tidak lagi ada aktivitas pembelajaran di ruang kelas.
Bagi mereka yang bekerja kantoran, pun mengalami hal serupa, hanya menerapkan shift bagi karyawan.
Sementara itu aktivitas di masjid, gereja, pura, wihara, klenteng pun ditiadakan. Hanya saja untuk aktivitas ibadah di rumah ibadah masih banyak yang tidak mengindahkan.
Malam pertama taraweh pun tidak sedikit masjid yang tetap membandel menyelenggarakan shalat taraweh berjamaah dengan tidak mengindahkan protokol kesehatan: jaga jarak, menggunakan masker misalnya.
Aktivitas di masjid sesungguhnya telah dilarang untuk sementara waktu senyampang pandemi wabah Covid-19 masih melanda.
Jauh hari sebelum pemberlakuan aturan yang lebih ketat, ormas agama seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, termasuk Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan putusannya yang meminta jamaahnya masing-masing untuk melakukan ibadah di tempat tinggalnya. Termasuk ibadah shalat Jumat pun untuk digantikan dengan shalat dhuhur di rumah.
Bahkan, terkait pelaksanaan shalat Idul Fitri yang seringkali dilakukan di lapangan, Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof. Dr. H. Haedar Nashir, telah mengingatkan sekiranya pandemi wabah Covid-19 belum dapat diatasi hingga bulan Syawal maka tidak perlu diadakakan shalat Idul Fitri, termasuk penyelenggaraan takbir keliling, syawalan, dan mudik pun tidak perlu dilakukan.
Sebuah keputusan yang sangat bijak dan membuat warga Muhammadiyah tenteram dan menghindari kepanikan karena sudah dikeluarkan maklumat sejak awal Ramadhan.
Keputusan yang didasarkan pada kaidah-kaidah keislaman yang kuat serta aspek akademik kesehatan ilmiah yang tidak main-main sumbernya dan tentu saja sebagai cara untuk melindungi jamaah dari kerusakan yang lebih buruk.
Sekurang-kurangnya hal ini membuat warga Muhammadiyah tidak terkejut dan dapat menata hati, pikiran untuk menyambut Idul Fitri yang sangat berbeda dari biasanya.
Adalah Nidhal Guessoum, guru besar fisika dan astronomi di American University of Sharjah, yang mengemukakan wacana tentang pentingnya mempertemukan Islam dengan sains modern.