Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Johar Arief

Produser Program Talk Show Satu Meja The Forum dan Dua Arah Kompas TV

Wartawan dan saat ini produser program talk show Satu Meja The Forum dan Dua Arah di Kompas TV ? Satu Meja The Forum setiap Rabu pukul 20.00 WIB LIVE di Kompas TV ? Dua Arah setiap Senin pukul 22.00 WIB LIVE di Kompas TV

Mafia Indonesia di Tengah Pandemi Corona

Kompas.com - 22/04/2020, 09:39 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

ISU mafia alat kesehatan tiba-tiba menjadi sorotan di tengah hiruk-pikuk pemberitaan tentang pandemi Covid-19.

Menteri BUMN, Erick Thohir, melalui akun Instagram-nya, Kamis (16/4/2020), menyebut soal keberadaan mafia yang membuat Indonesia selalu bergantung pada impor dalam memenuhi kebutuhan alat kesehatan (alkes) dan bahan baku obat-obatan.

Menurut Erick, para mafia dan trader membuat Indonesia terjebak pada kepentingan jangka pendek tanpa keinginan untuk membangun industri dalam negeri.

“Kita harus lawan dan Pak Jokowi punya keberpihakan itu,” ujar Erick.

Baca juga: Erick Thohir: Ada Mafia Besar yang Buat Bangsa Kita Sibuk Impor Alkes

Keberadaan mafia bukan lah kabar mengejutkan. Praktik mafia bukan pula cerita baru di Indonesia.

Kabar tentang permainan dan sepak terjang mafia sering kita dengar di berbagai sektor. Mulai dari mafia hukum dan peradilan, mafia energi atau BBM, hingga mafia pangan dan komoditas. Kini, giliran mafia alat kesehatan jadi sorotan.

Yang mungkin jadi kejutan adalah masih ada menteri yang berani bersuara lantang melawan mafia.

Di sektor perekonomian, kegiatan impor dikenal sebagai area bermain para mafia. Gurihnya permainan impor membuat para mafia berupaya dengan segala kemampuannya agar keran impor terus dibuka sebesar-besarnya. Sepak terjang mereka merambah ke mana-mana.

Demi kepentingan pundi-pundinya, para mafia membuat negara terjebak dan terlena dalam ketergantungan impor. Para pengambil kebijakan dipengaruhi agar berorientasi jangka pendek.

Dengan pengaruh itu pula, segudang hambatan diciptakan bagi potensi produk dalam negeri.

Meskipun keberadaan mafia bisa tercium, namun membuktikan dan membongkarnya bukan perkara gampang. Banyak pihak yang “kecipratan”.

Apalagi, praktik-praktik mafia selalu ditenggarai punya “kekuatan besar” di belakangnya.

Jika kebutuhan dalam negeri atas satu jenis barang atau komoditas tertentu selalu dipenuhi produk impor, sementara terdapat potensi produksi dalam negeri dengan kualitas dan kuantitas yang sama, dugaan adanya praktik mafia impor menjadi beralasan.

Lalu, bagaimana dengan alat kesehatan?

Mafia alat kesehatan

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan tahun 2018, permintaan alat kesehatan per tahun mencapai Rp 24 triliun.

Sebanyak 92 persen produk alat kesehatan yang beredar merupakan impor. Persentase tersebut tercermin dari ezin edar yang dikeluarkan Kemenkes, yakni sebanyak 63.771 izin edar untuk produk impor, sementara hanya 5.545 izin edar untuk produk lokal.

Melihat statistik ini, terlalu dini untuk menyimpulkan dugaan keberadaan mafia alat kesehatan.

PT Pindad memperkenalkan ventilator dan produk-produk lainnya untuk memerangi Covid-19. Dok PINDAD PT Pindad memperkenalkan ventilator dan produk-produk lainnya untuk memerangi Covid-19.

Pasalnya, alat kesehatan terdiri atas berbagai jenis dengan kandungan teknologi yang berbeda-beda. Mulai dari yang relatif sederhana hingga produk berteknologi tinggi seperti alat-alat diagnostik.

Kebutuhan alat-alat kesehatan berteknologi tinggi memang belum mampu dipenuhi dari dalam negeri.

Namun, untuk beberapa jenis alat yang sebenarnya mampu diproduksi di dalam negeri, ceruk pasarnya pun tetap diisi produk impor. Ventilator atau alat bantu pernafasan salah satunya.

Sekretaris Jenderal Gabungan Perusahaan Alat-alat Kesehatan dan Laboratorium Indonesia (Gakeslab), Randy H Teguh, mengatakan sejauh ini industri dalam negeri belum mampu memproduksi ventilator.

Saat ini terdapat sekitar 30 perusahaan anggota Gakeslab yang menjadi distributor ventilator yang dipasok dari sejumlah negara.

Kebutuhan ventilator saat ini meningkat pesat karena Pandemi Covid-19. Indonesia masih membutuhkan ratusan ventilator, atau bahkan ribuan, untuk menangani pasien Covid-19.

Kebutuhan ini juga dirasakan negara lain, yang membuat negara-negara di seluruh dunia saling berebut untuk mendapatkan alat ini.

Di tengah situasi sulit saat ini, berbagai pihak di dalam negeri menyatakan kemampuan memproduksi sendiri alat ventilator, mulai dari BUMN, BPPT, hingga sejumlah perguruan tinggi.

Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan pihaknya akan mensinergikan sejumlah BUMN, seperti PT LEN, PT DI, dan PT Pindad, untuk memproduksi alat ventilator dalam negeri.

Ia pun bertekad untuk melawan mafia dengan menekan impor alat kesehatan.

Lantas, seperti apa permainan mafia alat kesehatan? Apakah para mafia tersebut “bermain” di tengah pandemi?

Ikuti pembahasannya di talkshow Satu Meja The Forum, Rabu (22/4), yang disiarkan langsung di Kompas TV mulai pukul 20.00 WIB.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Misteri Mayat Dalam Toren di Tangsel, Warga Mengaku Dengar Keributan

Misteri Mayat Dalam Toren di Tangsel, Warga Mengaku Dengar Keributan

Tren
China Blokir “Influencer” yang Hobi Pamer Harta, Tekan Materialisme di Kalangan Remaja

China Blokir “Influencer” yang Hobi Pamer Harta, Tekan Materialisme di Kalangan Remaja

Tren
Poin-poin Draft Revisi UU Polri yang Disorot, Tambah Masa Jabatan dan Wewenang

Poin-poin Draft Revisi UU Polri yang Disorot, Tambah Masa Jabatan dan Wewenang

Tren
Simulasi Hitungan Gaji Rp 2,5 Juta setelah Dipotong Iuran Wajib Termasuk Tapera

Simulasi Hitungan Gaji Rp 2,5 Juta setelah Dipotong Iuran Wajib Termasuk Tapera

Tren
Nilai Tes Online Tahap 2 Rekrutmen Bersama BUMN 2024 di Atas Standar Belum Tentu Lolos, Apa Pertimbangan Lainnya?

Nilai Tes Online Tahap 2 Rekrutmen Bersama BUMN 2024 di Atas Standar Belum Tentu Lolos, Apa Pertimbangan Lainnya?

Tren
Mulai 1 Juni, Dana Pembatalan Tiket KA Dikembalikan Maksimal 7 Hari

Mulai 1 Juni, Dana Pembatalan Tiket KA Dikembalikan Maksimal 7 Hari

Tren
Resmi, Tarik Tunai BCA Lewat EDC di Retail Akan Dikenakan Biaya Rp 4.000

Resmi, Tarik Tunai BCA Lewat EDC di Retail Akan Dikenakan Biaya Rp 4.000

Tren
Orang Terkaya Asia Kembali Gelar Pesta Prewedding Anaknya, Kini di Atas Kapal Pesiar Mewah

Orang Terkaya Asia Kembali Gelar Pesta Prewedding Anaknya, Kini di Atas Kapal Pesiar Mewah

Tren
Ngaku Khilaf Terima Uang Rp 40 M dari Proyek BTS 4G, Achsanul Qosasi: Baru Kali Ini

Ngaku Khilaf Terima Uang Rp 40 M dari Proyek BTS 4G, Achsanul Qosasi: Baru Kali Ini

Tren
Poin-poin Revisi UU TNI yang Tuai Sorotan

Poin-poin Revisi UU TNI yang Tuai Sorotan

Tren
Tak Lagi Menjadi Sebuah Planet, Berikut 6 Fakta Menarik tentang Pluto

Tak Lagi Menjadi Sebuah Planet, Berikut 6 Fakta Menarik tentang Pluto

Tren
Daftar 146 Negara yang Mengakui Palestina dari Masa ke Masa

Daftar 146 Negara yang Mengakui Palestina dari Masa ke Masa

Tren
Apa Itu Tapera, Manfaat, Besaran Potongan, dan Bisakah Dicairkan?

Apa Itu Tapera, Manfaat, Besaran Potongan, dan Bisakah Dicairkan?

Tren
Cara Memadankan NIK dan NPWP, Terakhir Juni 2024

Cara Memadankan NIK dan NPWP, Terakhir Juni 2024

Tren
Rekan Kerja Sebut Penangkapan Pegi Salah Sasaran, Ini Alasannya

Rekan Kerja Sebut Penangkapan Pegi Salah Sasaran, Ini Alasannya

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com