Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Obat untuk Virus Corona Tak Juga Ditemukan?

Kompas.com - 29/03/2020, 13:06 WIB
Nur Rohmi Aida,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

Sumber vox.com

Selain itu, penyebab lain, virus ada beragam jenis dan mereka bermutasi dengan cepat.

Sehingga penanganan dan vaksin khusus untuk melawan virus, bisa kehilangan efektivitasnya seiring waktu.

Faktor lain yang membuat virus sangat sulit untuk diobati adalah bagaimana tubuh manusia meresponnya.

Saat sistem kekebalan tubuh mendeteksi virus, ia akan membuat antibodi.

Ini adalah protein yang menempel pada virus atau sel yang terinfeksi virus, yang menandainya agar dihancurkan atau mencegahnya menginfeksi sel baru.

Masalahnya, virus dapat menyebabkan banyak kerusakan dan menginfeksi sebelum sistem kekebalan menyiapkan pertahanannya.

Kemudian saat sistem pertahanan muncul, masalah lain dapat muncul seperti demam maupun peradangan. Saat gejala-gejala itu muncul, virus mungkin sudah menurun atau mungkin sudah terlambat untuk bertindak.

"Seringkali pada saat penyakit virus muncul, itu sudah cukup jauh ke replikasi virus pada orang itu. Banyak gejala penyakit virus sebenarnya adalah manifestasi dari respons imun terhadap penyakit,” ujar dia.

Baca juga: Kasus Positif Corona Terus Bertambah, Bagaimana Cara Melindungi Diri dari Covid-19?

Lantas, bagaimana dokter dan ilmuwan memerangi virus?

Para peneliti selama ini secara luas menggunakan dua strategi untuk melawan virus.

Yakni memperlambat kerusakan akibat virus dan mempercepat atau memperkuat penanggulangan tubuh.

Obat ativirus adalah salah satu cara untuk memperlambat virus.

Seperti antibiotik, obat ini menghambat virus tanpa menyebabkan kerusakan tambahan.

“Mayoritas antivirus menargetkan virus (sendiri). Itu berarti komponen virus, enzim virus, protein permukaan," kata Pei-Yong Shi, seorang profesor biokimia dan biologi molekuler di University of Texas Medical Branch.

Dengan menyerang berbagai bagian virus, senyawa antivirus dapat mencegah virus memasuki sel atau mengganggu reproduksinya.

Seperti misalnya remdesivir, yang saat ini dikembangkan oleh Gilead Sciences yang sedang dipelajari sebagai cara untuk mengobati Covid-19.

Obat ini dipercaya bekerja dengan menghalangi virus SARS-Cov-2 dari menyalin materi genetiknya, RNA, instruksi yang digunakan virus untuk mereplikasi dirinya sendiri.

Baca juga: WHO Peringatkan Negara-negara untuk Tidak Obati Pasien Covid-19 dengan Obat yang Belum Teruji

Remdesivir menyerupai komponen RNA, saat diambil oleh virus, hal ini menyebabkan proses penyalinan berhenti.

Yang terpenting, remdesivir menipu virus tapi tidak sel manusia.

Kelas pengobatan antivirus lain adalah protease inhibitor.

Contohnya adalah lopinavir dan ritonavir yang dipakai untuk obat HIV.

Senyawa ini memblokir enzim dalam virus yang biasa digunakan untuk memangkas protein yang dipakai virus saat menginfeksi sel lain.

Saat enzim diblokir, virus tak matang dengan benar dan menjadikannya inert.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Indonesia U20 Akan Berlaga di Toulon Cup 2024, Ini Sejarah Turnamennya

Indonesia U20 Akan Berlaga di Toulon Cup 2024, Ini Sejarah Turnamennya

Tren
7 Efek Samping Minum Susu di Malam Hari yang Jarang Diketahui, Apa Saja?

7 Efek Samping Minum Susu di Malam Hari yang Jarang Diketahui, Apa Saja?

Tren
Video Viral, Pengendara Motor Kesulitan Isi BBM di SPBU 'Self Service', Bagaimana Solusinya?

Video Viral, Pengendara Motor Kesulitan Isi BBM di SPBU "Self Service", Bagaimana Solusinya?

Tren
Pedang Excalibur Berumur 1.000 Tahun Ditemukan, Diduga dari Era Kejayaan Islam di Spanyol

Pedang Excalibur Berumur 1.000 Tahun Ditemukan, Diduga dari Era Kejayaan Islam di Spanyol

Tren
Jadwal Pertandingan Timnas Indonesia Sepanjang 2024 Usai Gagal Olimpiade

Jadwal Pertandingan Timnas Indonesia Sepanjang 2024 Usai Gagal Olimpiade

Tren
6 Manfaat Minum Wedang Jahe Lemon Menurut Sains, Apa Saja?

6 Manfaat Minum Wedang Jahe Lemon Menurut Sains, Apa Saja?

Tren
BPJS Kesehatan: Peserta Bisa Berobat Hanya dengan Menunjukkan KTP Tanpa Tambahan Berkas Lain

BPJS Kesehatan: Peserta Bisa Berobat Hanya dengan Menunjukkan KTP Tanpa Tambahan Berkas Lain

Tren
7 Rekomendasi Olahraga untuk Wanita Usia 50 Tahun ke Atas, Salah Satunya Angkat Beban

7 Rekomendasi Olahraga untuk Wanita Usia 50 Tahun ke Atas, Salah Satunya Angkat Beban

Tren
Tentara Israel Disengat Ratusan Tawon Saat Lakukan Operasi Militer di Jalur Gaza

Tentara Israel Disengat Ratusan Tawon Saat Lakukan Operasi Militer di Jalur Gaza

Tren
5 Sistem Tulisan yang Paling Banyak Digunakan di Dunia

5 Sistem Tulisan yang Paling Banyak Digunakan di Dunia

Tren
BMKG Catat Suhu Tertinggi di Indonesia hingga Mei 2024, Ada di Kota Mana?

BMKG Catat Suhu Tertinggi di Indonesia hingga Mei 2024, Ada di Kota Mana?

Tren
90 Penerbangan Maskapai India Dibatalkan Imbas Ratusan Kru Cuti Sakit Massal

90 Penerbangan Maskapai India Dibatalkan Imbas Ratusan Kru Cuti Sakit Massal

Tren
Musim Kemarau 2024 di Yogyakarta Disebut Lebih Panas dari Tahun Sebelumnya, Ini Kata BMKG

Musim Kemarau 2024 di Yogyakarta Disebut Lebih Panas dari Tahun Sebelumnya, Ini Kata BMKG

Tren
Demam Lassa Mewabah di Nigeria, 156 Meninggal dalam 4 Bulan

Demam Lassa Mewabah di Nigeria, 156 Meninggal dalam 4 Bulan

Tren
BMKG Deteksi Gangguan Magnet Bumi, Apa Dampaknya di Indonesia?

BMKG Deteksi Gangguan Magnet Bumi, Apa Dampaknya di Indonesia?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com