Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mengapa Obat untuk Virus Corona Tak Juga Ditemukan?

KOMPAS.com – Kasus virus corona secara global terus mengalami peningkatan. Puluhan ribu kematian pun dilaporkan dari berbagai belahan dunia.

Saat ini, berbagai negara tengah berpacu untuk mengembangkan obat yang efektif untuk penyakit Covid-19, dan tengah berusaha untuk menemukan vaksin yang bisa menangani virus SARS-CoV-2 ini.

Virus sendiri merupakan makhluk kecil yang menjadi salah satu ancaman terbesar yang dihadapi manusia.

Mereka telah berada di belakang pandemi dahsyat yang pernah dikenal.

Dari sekian banyak virus penyebab pandemi, pengobatan modern hanya mampu memberantas satu virus yakni cacar yang juga butuh upaya vaksinasi massal global selama beberapa dekade.

SARS-CoV-2 menjadi musuh baru yang dengan cepat menyebar. Italia sendiri telah mendapati puluhan ribu kasus dan kematian mencapai lebih dari 10.000.

Lantas mengapa obat untuk Covid-19 tak juga ditemukan?

Virus merupakan makhluk kecil tak kasat mata yang hanya memiliki sedikit molekul, namun mereka mampu berkumpul dalam bagian-bagian kecil.

Dengan hanya satu set instruksi kecil saja keberadaan mereka, kekacauan di seluruh ekosistem bisa terjadi.

Mereka bisa berpindah antar host misalnya melalui udara.

Makhluk ini juga mengalami mutasi dengan cepat dan berada di mana-mana.

Dibandingkan agen infeksi seperti bakteri dan jamur, ukuran virus jauh lebih kecil dan sederhana.

Akan tetapi, bahkan makhluk ini mampu membuat kuman lain sakit.

Ukuran virus polio misalnya hanya selebar 30 nanometer, sementara SARS-Cov-2 sekitar 120 nanometer.

Ukuran ini lebih kecil dibanding bakteri E. Coli yang ukurannya lebih besar dari SARS-Cov-2. Dan sel darah manusia berukuran 64 kali lebih besar lagi.

Pada patogen seperti bakteri, mereka memiliki alat molekuler yang bermanfaat utuk memperbanyak diri sekaligus melawan infeksi mereka sendiri.

Namun sekaligus alat molekuler inilah yang disasar oleh antibiotik saat dipakai untuk melawan bakteri.

Obat-obatan ditujukan untuk mengganggu mekanisme molekuler bakteri tapi tidak pada sel manusia.

Masalahnya virus berbeda. Mereka membutuhkan inang, dan antibiotik tak mampu digunakan untuk pengobatan virus.

Menyerang sel

Hal ini karena virus tidak mereproduksi dirinya sendiri, akan tetapi mereka menyerang sel dan membajak mesin inang mereka untuk membuat salinan diri mereka sendiri.

“Bakteri sangat berbeda dari kita, sehingga ada banyak obat dengan target berbeda. Tapi virus mereplikasi di dalam sel, sehingga mereka menggunakan banyak mekanisme yang sama dengan yang dilakukan sel kita,” ujar Diane Griffin, Profesor Mikrobiologi dan Imunologi di Sekolah Kesehatan Masyarakat Bloomberg di Universitas John Hopkins.

Oleh karena itu, menurutnya sulit untuk menemukan obat yang menargetkan virus tetapi tidak merusak sel juga.

Selain itu, penyebab lain, virus ada beragam jenis dan mereka bermutasi dengan cepat.

Sehingga penanganan dan vaksin khusus untuk melawan virus, bisa kehilangan efektivitasnya seiring waktu.

Faktor lain yang membuat virus sangat sulit untuk diobati adalah bagaimana tubuh manusia meresponnya.

Saat sistem kekebalan tubuh mendeteksi virus, ia akan membuat antibodi.

Ini adalah protein yang menempel pada virus atau sel yang terinfeksi virus, yang menandainya agar dihancurkan atau mencegahnya menginfeksi sel baru.

Masalahnya, virus dapat menyebabkan banyak kerusakan dan menginfeksi sebelum sistem kekebalan menyiapkan pertahanannya.

Kemudian saat sistem pertahanan muncul, masalah lain dapat muncul seperti demam maupun peradangan. Saat gejala-gejala itu muncul, virus mungkin sudah menurun atau mungkin sudah terlambat untuk bertindak.

"Seringkali pada saat penyakit virus muncul, itu sudah cukup jauh ke replikasi virus pada orang itu. Banyak gejala penyakit virus sebenarnya adalah manifestasi dari respons imun terhadap penyakit,” ujar dia.

Lantas, bagaimana dokter dan ilmuwan memerangi virus?

Para peneliti selama ini secara luas menggunakan dua strategi untuk melawan virus.

Yakni memperlambat kerusakan akibat virus dan mempercepat atau memperkuat penanggulangan tubuh.

Obat ativirus adalah salah satu cara untuk memperlambat virus.

Seperti antibiotik, obat ini menghambat virus tanpa menyebabkan kerusakan tambahan.

“Mayoritas antivirus menargetkan virus (sendiri). Itu berarti komponen virus, enzim virus, protein permukaan," kata Pei-Yong Shi, seorang profesor biokimia dan biologi molekuler di University of Texas Medical Branch.

Dengan menyerang berbagai bagian virus, senyawa antivirus dapat mencegah virus memasuki sel atau mengganggu reproduksinya.

Seperti misalnya remdesivir, yang saat ini dikembangkan oleh Gilead Sciences yang sedang dipelajari sebagai cara untuk mengobati Covid-19.

Obat ini dipercaya bekerja dengan menghalangi virus SARS-Cov-2 dari menyalin materi genetiknya, RNA, instruksi yang digunakan virus untuk mereplikasi dirinya sendiri.

Remdesivir menyerupai komponen RNA, saat diambil oleh virus, hal ini menyebabkan proses penyalinan berhenti.

Yang terpenting, remdesivir menipu virus tapi tidak sel manusia.

Kelas pengobatan antivirus lain adalah protease inhibitor.

Contohnya adalah lopinavir dan ritonavir yang dipakai untuk obat HIV.

Senyawa ini memblokir enzim dalam virus yang biasa digunakan untuk memangkas protein yang dipakai virus saat menginfeksi sel lain.

Saat enzim diblokir, virus tak matang dengan benar dan menjadikannya inert.

Selain antivirus penanganan virus juga memanfaatkan respons penanggulangan tubuh.

Peneliti mengenal cara penggunaan antibodi untuk virus yang dikumpulkan dari hewan rekayasa atau dari orang yang sebelumnya terinfeksi virus yang sama.

Dengan memberikan antibodi sebagai pengobatan, sistem kekebalan penerima bisa mulai mengidentifikasi dan menghilangkan ancaman virus, lebih cepat daripada menunggu tubuh membangun antibodinya sendiri.

Terdapat pula obat-obatan seperti interferon yang akan memicu respons imun secara umum sehingga tubuh lebih tahan infeksi, menghambat penyebaran virus sementara sisa dari sistem kekebalan tubuh mengejarnya.

Obat ini dipakai seperti ketika menghadapi infeksi persisten pada hepatitis B.

Akan tetapi interferon memiliki efek samping parah seperti peradangan sehingga perlu penyesuaian untuk mengobati virus tanpa melakukan lebih banyak kerusakan.

Di China, dokter telah menggunakan interferon dengan obat antivirus lain untuk Covid-19, para peneliti juga sedang menyelidiki treatment ini sebaga terapi potensial lain.

Penggunaan vaksin

Dokter juga tengah menggunakan terapi berbeda untuk membatasi respons sistem kekebalan seperti radang maupun demam yang kadangkala menimbulkan lebih banyak kerusakan dibanding virus itu sendiri.

Salah satunya adalah penggunaan kortikosteroid untuk mengatasi inflamasi dan juga klorokuin untuk mengurangi gejala.

Cara yang lain selain obat adalah dengan vaksin untuk beberapa virus. Vaksin adalah treatment untuk melatih sistem kekebalan untuk mendeteksi dan melawan virus sebelum infeksi terjadi.

Vaksin terbukti ampuh mengendalikan virus di seluruh populasi, tapi sulit dioptimalkan untuk patogen yang berubah dengan cepat.

Vaksin juga memerlukan pengujian ekstensif dan memakan waktu untuk memastikan mereka aman untuk segmen populasi yang luas.

Bahkan seandainya vaksin efektif, virus tetap masih mungkin jadi ancaman. Seperti influenza walau setiap tahun vaksin diperbarui, tetap saja ada sekitar 12.000 dan 60.000 kematian akibat flu tiap tahun di AS.

Sehingga bisa jadi Covid-19 tetap jadi ancaman walau nantinya sudah ditemukan vaksin.

Cara terbaik melawan virus adalah mengurangi penyebaran infeksi

Cara terbaik melawan adalah dengan mencegah terjadinya infeksi sejak dari awal.

Dan hal itu tergantung pada langkah kesehatan masyarakat selama wabah terjadi seperti karantina dan jarak sosial, memperkuat imunitas, dan mencuci tangan dengan sabun.

“Kami tidak memiliki banyak obat antivirus untuk infeksi akut. Kamu sering tidak punya pilihan selain membiarkannya berjalan dengan sendirinya," ujar Griffin.

Mengembangkan obat baru bisa memakan waktu bertahun-tahun pengujian, dan saat itu wabah mungkin telah memudar, atau mungkin patogen lain yang lebih mengancam muncul.

Virus seperti HIV misalnya, dapat dikontrol dengan obat-obatan tetapi tak dapat dihilangkan karena reservoirs virus bersembunyi di dalam tubuh.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/03/29/130600965/mengapa-obat-untuk-virus-corona-tak-juga-ditemukan-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke