Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkaca dari Kasus SMPN 1 Turi Sleman, Berikut 4 Langkah Pertolongan Pertama pada Korban Tenggelam

Kompas.com - 22/02/2020, 14:35 WIB
Retia Kartika Dewi,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Korban meninggal akibat susur sungai yang dilakukan oleh siswa-siswi SMPN 1 Turi, Sleman pada Jumat (21/2/2020) mencapai 7 orang.

Seluruh siswa yang meninggal tersebut, menurut Kapusdatinkom BNPB Agus Wibowo sudah teridentifikasi.

Korban yang meninggal dunia diduga akibat terbawa arus sungai.

Lantas, bagaimana pertolongan pertama terhadap korban yang tenggelam?

Dokter spesialis penyakit dalam sekaligus Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Prof. DR. dr. Ari Fahrial Syam mengungkapkan sejumlah tips yang dapat diperhatikan dalam menolong korban yang hanyut.

Ia menjelaskan, langkah pertama yang harus dilakukan dalam menolong korban yang hanyut yakni memanggil pertolongan.

"Ya prinsipnya adalah saat melakukan pertolongan, kita usahakan memanggil orang lain saat akan melakukan pertolongan," ujar Ari saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (22/2/2020).

Selain itu, penolong juga diwajibkan memanggil nama korban atau goyangkan bahunya untuk memastikan apakah pasien sadar atau tidak sadar.

Baca juga: Viral Video Remaja Tenggelam Dikira Bercanda, Ini Faktanya...

Berikut tips mudah mengecek kesadaran korban:

  1. Pastikan apakah pasien masih bernapas dan nadinya masih berdenyut.
  2. Letakkan kepala kita di hadapan muka korban. Bagian telinga kita dekatkan dengan hidung korban sambil kita memandang ke dada.
  3. Lihat apakah dadanya bergerak, dengarkan apakah ada napas yang keluar dari hidung atau tidak.
  4. Setelah itu, pegang nadi di leher untuk merasakan apakah ada denyutnya.

Kompresi

Tak hanya itu, dalam suatu kondisi lainnya, apabila korban tidak ada napas, sementara nadi juga tidak teraba, Ari mengungkapkan bahwa penolong dapat melakukan kompresi guna memperoleh denyut jantung kembali.

Berikut langkah aman melakukan kompresi:

  1. Bersihkan jalan napas dan buat napas buatan atau istilah lainnya compression-airway-breathing
  2. Saat melakukan kompresi, korban diletakkan terlentang di permukaan yang rata dan keras (jangan di kasur)
  3. Penolong berada di sisi kanan dengan posisi jongkok/lutut di tanah
  4. Posisi dada yang ditekan adalah 1/3 bagian dari bawah (sekitar 2 cm atau 2 jari tangan dari tulang dada bagian bawah)

Adapun pertolongan kompresi ini dilakukan dengan beberapa mekanisme, yakni menggunakan dua tangan (untuk orang dewasa atau anak dengan bobot lebih dari 45 kg).

Kemudian, pertolongan menggunakan satu tangan (untuk anak-anak), atau dua jari (untuk bayi).

"Proses menekannya kurang lebih sedalam 2 cm dan dilakukan secara kontinu 30 kali. Setiap 30 kali, berhenti dan dicek nadinya," ujar Ari.

Sementara itu, untuk mekanisme "airway" perlu dilakukan pengecekan, apakah ada yang menyumbat jalan napas, misalnya muntahan atau lainnya.

Selain itu, terkait mekanisme "breathing" atau napas buatan dapat dilakukan dari mulut ke mulut.

"Napas buatan dilakukan dengan cara mouth to mouth," imbuhnya.

Baca juga: Viral Video Pengeroyokan Siswa di Kelas, Ini Faktanya...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Selalu Merasa Lapar Sepanjang Hari? Ketahui 12 Penyebabnya

Selalu Merasa Lapar Sepanjang Hari? Ketahui 12 Penyebabnya

Tren
Prakiraan BMKG: Wilayah yang Berpotensi Dilanda Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 13-14 Mei 2024

Prakiraan BMKG: Wilayah yang Berpotensi Dilanda Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 13-14 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] UKT dan Uang Pangkal yang Semakin Beratkan Mahasiswa | Kronologi Kecelakaan Bus Subang

[POPULER TREN] UKT dan Uang Pangkal yang Semakin Beratkan Mahasiswa | Kronologi Kecelakaan Bus Subang

Tren
7 Gejala Stroke Ringan yang Sering Diabaikan dan Cara Mencegahnya

7 Gejala Stroke Ringan yang Sering Diabaikan dan Cara Mencegahnya

Tren
Kecelakaan Bus SMK Lingga Kencana, Izin Kendaraan Mati, Pengusaha Harus Dipolisikan

Kecelakaan Bus SMK Lingga Kencana, Izin Kendaraan Mati, Pengusaha Harus Dipolisikan

Tren
8 Tanda Batu Ginjal dan Cara Mencegahnya

8 Tanda Batu Ginjal dan Cara Mencegahnya

Tren
400 Produk Makanan India Ditandai Mengandung Kontaminasi Berbahaya

400 Produk Makanan India Ditandai Mengandung Kontaminasi Berbahaya

Tren
Kecelakaan Maut Rombongan SMK di Subang dan Urgensi Penerapan Sabuk Pengaman bagi Penumpang Bus

Kecelakaan Maut Rombongan SMK di Subang dan Urgensi Penerapan Sabuk Pengaman bagi Penumpang Bus

Tren
'Whistleblower' Israel Ungkap Kondisi Tahanan Palestina, Sering Alami Penyiksaan Ekstrem

"Whistleblower" Israel Ungkap Kondisi Tahanan Palestina, Sering Alami Penyiksaan Ekstrem

Tren
9 Negara Tolak Palestina Jadi Anggota PBB, Ada Argentina-Papua Nugini

9 Negara Tolak Palestina Jadi Anggota PBB, Ada Argentina-Papua Nugini

Tren
Vasektomi Gratis dan Dapat Uang Imbalan, Ini Penjelasan BKKBN

Vasektomi Gratis dan Dapat Uang Imbalan, Ini Penjelasan BKKBN

Tren
Pendaftaran CPNS 2024 Diundur hingga Juni 2024, Ini Alasan Kemenpan-RB

Pendaftaran CPNS 2024 Diundur hingga Juni 2024, Ini Alasan Kemenpan-RB

Tren
Profil Jajang Paliama, Mantan Pemain Timnas yang Meninggal karena Kecelakaan

Profil Jajang Paliama, Mantan Pemain Timnas yang Meninggal karena Kecelakaan

Tren
Dampak Badai Magnet Ekstrem di Indonesia, Sampai Kapan Terjadi?

Dampak Badai Magnet Ekstrem di Indonesia, Sampai Kapan Terjadi?

Tren
Dampak Badai Matahari 2024, Ada Aurora dan Gangguan Sinyal Kecil

Dampak Badai Matahari 2024, Ada Aurora dan Gangguan Sinyal Kecil

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com