Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pabrik Tahu Gunakan Sampah Plastik sebagai Bahan Bakar, Ini Rekomendasi IPEN

Kompas.com - 19/11/2019, 15:06 WIB
Rosiana Haryanti,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sejumlah media internasional di antaranya New York Times, The Guardian, dan BBC menyoroti perihal limbah racun yang bersumber dari pembuangan sampah plastik.

Pemberitaan itu bersumber dari studi yang dilakukan oleh organisasi non-profit International Pollutans Elimination Network (IPEN).

IPEN bekerja sama dengan beberapa lembaga lain yakni, NEXUS3 Foundation, Ecoton, dan Arnika.

Dalam laporan bertajuk Plastic Waste Poisons Indonesia's Food Chain atau Limbah Plastik Meracuni Rantai Makanan Indonesia, disebutkan, sampah plastik yang berasal dari dalam dan luar negeri meracuni pembuatan tahu dan produksi telur di Indonesia.

Sampah plastik yang menjadi bahan bakar dan timbunan itu meracuni sumber makanan seperti tahu dan telur.

Baca juga: Limbah Plastik Impor yang Dianggap Racuni Indonesia dalam Sorot Media Internasional...

Bahkan, asap dan abu plastik yang terbakar dapat menimbulkan konsekuensi racun, termasuk dioksin.

Laporan tersebut juga menggarisbawahi adanya sampah impor yang berasal dari beberapa negara.

Adapun lima besar negara yang mengekspor plastik ke Indonesia yaitu Australia, Jerman, Kepulauan Marshall, Belanda, dan Amerika Serikat (AS).

Sampah-sampah tersebut berakhir di beberapa tempat, seperti di Jawa Timur.

"Negara-negara utara harus berhenti memperlakukan negara-negara di selatan sebagai tempat sampah mereka," ucap salah satu peneliti dan penulis laporan, Yuyun Ismawati.

Warga memilah tumpukan sampah plastik impor di halaman rumahnya di Desa Bangun di Mojokerto, Jawa Timur, Rabu (19/6/2019). Berdasarkan data Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah Ecoton, masuknya sampah dengan merk dan lokasi jual di luar Indonesia, diduga akibat kebijakan China menghentikan impor sampah plastik dari sejumlah negara di Uni Eropa dan Amerika yang mengakibatkan sampah plastik beralih tujuan ke negara-negara di ASEAN.ANTARA FOTO/ZABUR KARURU Warga memilah tumpukan sampah plastik impor di halaman rumahnya di Desa Bangun di Mojokerto, Jawa Timur, Rabu (19/6/2019). Berdasarkan data Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah Ecoton, masuknya sampah dengan merk dan lokasi jual di luar Indonesia, diduga akibat kebijakan China menghentikan impor sampah plastik dari sejumlah negara di Uni Eropa dan Amerika yang mengakibatkan sampah plastik beralih tujuan ke negara-negara di ASEAN.
Rekomendasi IPEN

Berdasarkan temuan tersebut, lembaga ini memberikan beberapa rekomendasi atau langkah yang bisa dilakukan untuk mengurangi pencemaran dan zat polutan berbahaya.

"Temuan-temuan nyata ini menggambarkan bahaya plastik bagi kesehatan manusia dan harus menggerakkan para pembuat kebijakan untuk melarang total pembakaran sampah plastik, mengatasi pencemaran lingkungan, dan secara ketat mengontrol impor," kata penulis laporan yang juga Penasihat IPEN, Lee Bell.

Oleh karena itu, dalam laporannya, IPEN merekomendasikan kepada masyarakat dan para pemangku kebijakan, antara lain:

Pertama, IPEN menyarankan agar hasil penelitian ini diberitahukan kepada masyarakat yang terdampak, agar mereka tidak mengonsumsi telur ayam buras yang dilepas dari kandang.

Imbauan ini dilaksanakan hingga ada tindakan pembersihan dan pengujian lebih lanjut yang membuktikan jika telur dari daerah tersebut aman dikonsumsi.

Baca juga: Media Inggris BBC Sebut Plastik dari Negara Barat Racuni Makanan Indonesia

Rekomendasi kedua, melarang adanya pembakaran sebagai opsi pembuangan sampah plastik.

"Membakar sampah plastik tidak boleh diterima sebagai praktik terbaik untuk pengelolaan limbah plastik," tulis laporan tersebut.

Rekomendasi ketiga, pelarangan pembakaran sampah plastik sebagai bahan bakar untuk operasi industri karena kandungan dioksin serta polusi terhalogenasi yang berasal dari emisi dan abu pembakaran.

Selanjutnya, rekomendasi keempat, membatasi penggunaan bahan bakar sintetis yang mengandung halogen dari plastik karena polutan organik persisten (POPs) akan terlepas selama pembakaran.

Kelima, melakukan remediasi terhadap lokasi yang terkontaminasi dioksin, POPs, dan polutan lain.

Keenam, meningkatkan pemantauan bahan kimia tersebut sesuai dengan ketentuan pada Konvensi Stockholm.

Langkah ini dianggap perlu untuk memastikan kesehatan manusia terlindungi, serta kontaminasi dalam rantai makanan tidak terjadi.

Ketujuh, rencana Implementasi Nasional Konvensi Stockholm Indonesia untuk mengevaluasi efektivitas tindakan pencegahan serta pengendalian POPs.

IPEN juga merekomendasikan agar pihak berwenang menerapkan ketentuan baru dari Konvensi Basel, khususnya untuk menutup pintu impor limbah berbahaya.

Petugas melintas di antara tumpukan sampah kertas yang diimpor oleh sebuah perusahaan pabrik kertas sebagai bahan baku kertas di Mojokerto, Jawa Timur, Rabu (19/6/2019). Berdasarkan data Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah Ecoton, masuknya sampah dengan merk dan lokasi jual di luar Indonesia, diduga akibat kebijakan China menghentikan impor sampah plastik dari sejumlah negara di Uni Eropa dan Amerika yang mengakibatkan sampah plastik beralih tujuan ke negara-negara di ASEAN.ANTARA FOTO/ZABUR KARURU Petugas melintas di antara tumpukan sampah kertas yang diimpor oleh sebuah perusahaan pabrik kertas sebagai bahan baku kertas di Mojokerto, Jawa Timur, Rabu (19/6/2019). Berdasarkan data Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah Ecoton, masuknya sampah dengan merk dan lokasi jual di luar Indonesia, diduga akibat kebijakan China menghentikan impor sampah plastik dari sejumlah negara di Uni Eropa dan Amerika yang mengakibatkan sampah plastik beralih tujuan ke negara-negara di ASEAN.
Selain itu, ketentuan tersebut bisa mengendalikan perpindahan dan pemberlakuan larangan impor sampah plastik.

Langkah lanjutan lain adalah menerapkan kerangka kerja kimia interbnasional Beyond 2020 yang lebih kuat.

Kerangka kerja ini mencakup pengurangan dan penghilangan polyfluoroalkyl substances (PFAS) sebagai sebuah kelas.

PFAS adalah sebuah kelas besar kimia dengan lebih dari 4.500 zat kimia terflorinasi yang persisten.

Zat ini banyak digunakan dalam kemasan, tekstil, dan plastik.

Investigasi IPEN menemukan bahwa PFAS tidak diatur di Indonesia. Selain itu, PFAS juga ditemukan telah mencemari sedimen pantai.

Rekomendasi berikutnya adalah mengurangi serta meminimalisasi produksi plastik dan penggunaannya.

Saran lainnya, menghindari penggunaan plastik terhalogenasi atau penambahan senyawa terhalogenasi seperti brom, klor, dan fluor dalam produksi plastik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com