Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar: Komentar Istri TNI Soal Penusukan Wiranto Tak Cerminkan Institusi

Kompas.com - 13/10/2019, 13:38 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi


KOMPAS.com – Kasus 3 orang istri prajurit yang menyampaikan komentar negatif terhadap kasus penusukan Wiranto berbuntut pada sang suami yang mendapat tindakan disiplin dari satuan tempatnya berdinas.

Ada yang dikenai sanksi penahanan, ada pula yang ditahan sekaligus dicopot dari jabatan yang dipangkunya.

Namun, yang menjadi pertanyaan kemudian, mengapa istri-istri para prajurit ini sampai bertindak yang demikian?

Padahal, sosok Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan HAM (Menkopolhukam) Wiranto juga merupakan mantan Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) pada 1998 sebelum terjun ke dunia politik.

Menurut Pengamat Sosial Drajat Tri Kartono, kejadian ini tidak bisa digeneralisirkan untuk menggambarkan kondisi batiniah TNI secara utuh.

“Karena itu kan hanya beberapa orang, tidak mewakili sebuah korps kumpulan ibu-ibu tantara,” kata Drajat saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (12/10/2019) petang.

Dosen Sosiologi Universitas Sebelas Maret (UNS) ini juga berpendapat bahwa tindakan itu dilakukan atas dasar emosi seorang perempuan yang kemudian menular ke perempuan lain.

Baca juga: Dicopot dari Jabatan dan Ditahan, Mantan Dandim Kendari: Saya Prajurit TNI yang Setia...

“Ibu-ibu itu basisnya lebih banyak ke emosional daripada suaminya yang lebih banyak ke rasional. Itu ibu-ibu kan mengalir perasaannya dari satu ibu-ibu ke ibu-ibu yang lain. Kalau dalam sosiologi Namanya solidaritas mekanik, solidaritas kesetiaan atas dasar emosi,” jelas Drajat.

Drajat meyakini, sesungguhnya para istri prajurit ini paham akan konsekuensi atas perbuatannya. Namun, karena sudah terdapat faktor emosi yang bermain, maka rasionalitas pun sulit untuk dimenangkan.

“Pasti, menurut saya paham, ada juga yang istri perwira kok. Paham sekali mereka, langsung menyerang pimpinan tertinggi, Wiranto, seperti itu pasti mereka paham sekali,” ujar dia.

“Hanya memang kan ini masalah emosi, tidak bisa dirasionalisasi. Kalau urusan emosi itu rasionalnya bisa dikalahkan. Kemudian mereka merasa mewakili sebuah keterampasan emosi itu,” lanjutnya.

Namun, dunia militer menerapkan sistem komando sehingga segala bentuk perlawanan dan pembangkangan yang dilakukan dengan cara di luar prosedur, akan berakibat sanksi tegas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com