Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

PDI-P Dinilai Berpeluang Kecil Gabung dalam Koalisi Besar "All Jokowi's Men", Apa Alasannya?

KOMPAS.com - Sejauh ini, belum ada nama Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dalam koalisi besar partai pendukung Presiden Joko Widodo (All Jokowi Men's).

Diketahui, partai-partai yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) kini tengah menjajaki sebuah koalisi besar.

Bahkan, para pemimpin partai-partai tersebut kini kerap mengadakan pertemuan untuk melakukan penjajakan.

Meski belum ada PDI-P, partai-partai penggagas koalisi besar itu membuka pintu mereka.

Lantas, mungkinkah PDI-P akan bergabung dengan koalisi besar para pendukung Jokowi itu?

"Makmum" dalam koalisi

Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam menilai, kecil kemungkinan PDI-P akan bergabung dalam koalisi besar tersebut.

Menurutnya, gabungnya PDI-P ke koalisi besar itu justru menempatkannya sebagai makmum atau pengikut dalam koalisi.

"PDIP yang memiliki kekuatan kursi 20 persen itu akan dikepung oleh 5 partai yang akumulasi kekuatan kursinya di parlemen mencapai 49,3 persen tersebut," kata Umam kepada Kompas.com, Selasa (11/4/2023).

Dengan begitu, PDI-P akan dipaksa berpuas diri menerima posisi cawapres, sedangkan posisi capres akan ditentukan oleh barisan awal koalisi besar.

Umam mengatakan, PDI-P tampaknya enggan tunduk di bawah bayang-bayang "orkestrasi" politik yang dimainkan oleh Jokowi dan Luhut Binsar Pandjaitan.

"Meskipun Jokowi sendiri kader PDI-P, namun PDI-P sendiri ingin menunjukkan tinggi marwah politiknya, yang tidak mau diatur-atur, diintervensi, dan dikendalikan oleh Jokowi dan Luhut," jelas dia.

"Termasuk di balik wacana Prabowo Subianto-Ganjar Pranowo, juga ada pengaruh besar Luhut dan Jokowi yang sangat kuat. Di sini, PDIP menolak untuk berada di bawah bayang-bayang itu," sambungnya.

Ia menuturkan, ada dugaan perasaan yang muncul di antara internal pemerintahan Jokowi sejak 2014 bahwa PDI-P selama ini terlalu dominan dan monopolistik dalam pembagian kekuasaan.

Menurutnya, persepsi tentang dominasi PDI-P ini mendorong upaya partai-partai pemerintah untuk mencari titik keseimbangan baru.

"Itulah mengapa partai-partai pemerintahan Jokowi hingga saat ini tampak enggan dan belum ada satu pun yang menunjukkan keseriusannya untuk mendekat ke PDI-P," ujarnya.

Umam melihat, keengganan ini seperti menandai adanya tendensi perlawanan untuk berhadap-hadapan dengan PDI-P, sebuah sikap yang ditunjukkan secara terbuka oleh Nasdem.

Sikap serupa juga tampaknya ditunjukkan oleh PKB, Golkar, dan jaringan sel-sel politik besutan Luhut di lingkaran Istana.

"Bahkan konon, menurut sejumlah informasi spekulatif lintas partai, ada ketum partai dari salah satu lima partai pemerintah yang kemarin ikut mewacanakan koalisi besar, yang belakangan ini justru kerap melakukan road show menemui partai-partai lain untuk menyampaikan pesan 'asal jangan merah lagi yang berkuasa' di 2024," kata dia.

Bagi Umam, wacana koalisi besar ini tampaknya akan menjadi langkah terakhir partai-partai pemerintah untuk mencoba sekali lagi potensi kebersamaan dengan PDI-P.

Namun, PDI-P kali ini diharapkan merelakan posisi capres yang akan nantinya akan ditentukan oleh koalisi besar.

Dengan kata lain, ia menyebut wacana koalisi besar merupakan strategi politik untuk "mengepung PDIP" agar bersedia menyerahkan golden ticket-nya kepada arus besar partai-partai pemerintah ini.

Sayangnya, PDI-P kemungkinan besar tak akan terperdaya dan tetap meminta jatah posisi capres dalam poin negosiasinya.

"Sedangkan koalisi besar sendiri tampaknya diarahkan untuk mengusung Prabowo sebagai capres di bawah besutan Luhut," terangnya.

"Namun, jika negosiasi penentuan capres dan cawapres terjadi deadlock, maka rencana koalisi besar dipastikan bubar," tutupnya.

https://www.kompas.com/tren/read/2023/04/12/082900765/pdi-p-dinilai-berpeluang-kecil-gabung-dalam-koalisi-besar-all-jokowi-s-men

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke