Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Napak Tilas Buddhisme Bhutan

Buddhisme di Tibet juga beda dari Buddhisme di Bhutan, meski para Lama Tibet yang pertama memperkenalkan Buddhisme ke Bhutan.

Adalah Raja Tibet, Songtsan Gampo pada awal abad XVII yang pertama kali membangun kuil Buddhisme di Bumthang, Bhutan Tengah serta di Kyichu di lembah Paro.

Buddhisme tidak melenyapkan agama pribumi Bhutan, namun menyerapnya menjadi Budhhisme khas Bhutan nan tiada dua di marcapada.

Pada tahun 810 setelah Masehi, seorang tokoh ulama Buddhisme tersohor dengan sebutan sebagai Guru Rinpoche serta dianggap sebagai reinkarnasi ke dua Sang Buddha berkunjung ke Bhutan atas undangan para raja Bhutan yang belum bersatu sebagai kerajaan Bhutan.

Setelah berhasil menaklukkan enam tokoh siluman serta membuddhakan para raja Bhutan, Guru Rinpoche pergi ke Tibet.

Di Tibet, Guru Rinpoche disebut sebagai Padmasambhawa (Ia yang terlahir dari Bunga Teratai) berasal dari sabda Padmasambhawa: “Ayahku adalah kesadaran hakiki, Samantabhadra. Ibuku adalah bagian inti dari kenyataan, Samantrabhadri. Saya milik sebuah kasta non-dualitas akan kawasan dan kesadaran. Nama saya adalah Yang Mulia Terlahir dari Teratai, Padmasambhava. Saya berasal dari kawasan semua gejala yang belum terlahirkan. Saya memakan konsep dualitas sebagai makanan. Saya bertindak di jalan sang Buddha yang ketiga kalinya”.

Sekembali dari Tibet ke Bhutan, Guru Rinpoche mendirikan vihara-vihara di lembah Paro kemudian menempatkan mabes Buddhisme di Bumthang serta mendirikan sekte Nyingmapa yang juga dikenal sebagai Sekte Lama Topi Merah yang beda dari Sekte Lama Topi Kuning di Tibet.

Guru Rinpoche berperan penting pada sejarah Bhutan sebagai patron tantra yang menyembah energi alamiah di alam semesta.

Warisan Guru Rinpoche yang paling tersohor adalah Thaktsang Lhakhang alias “Sarang Harimau” terletak nyaris 3500 meter di atas permukaan laut secara fantastis pada puncak sebuah tebing terjal tegak lurus 90 derajat di Lembah Paro sebagai satu di antara situs ziarah paling sakral sekaligus paling spektakular di kerajaan Bhutan.

Legenda berkisah bahwa Guru Rinpoche terbang dari Tibet ke lokasi sakral di Paro tersebut dengan menunggang seekor harimau betina.

Di kaki patung Buddha Sakyamuni terletak di lokasi tertinggi di dunia yang dibangun di puncak bukit ibu kota kerajaan Bhutan masa kini, Thimphu dalam rangka mendirgahayu 60 tahun raja ke empat Bhutan, Jigme Singye Wangchuc, didirikan sebuah monumen khusus untuk menghormati Guru Rinpoche atau juga disebut sebagai Lopon Rinpoche yang dipuja sebagai sang Buddha Ke Dua bagi masyarakat kerajaan Bhutan.

Pengaruh Buddhisme India di Bhutan sangat besar pada masa Guru Rinpoche sampai dengan masa di mana para lama Tibet bermigrasi ke Bhutan untuk membawa kontribusi kebudayaan dan keagamaan Buddhisme ke Bhutan.

Kemudian tentara Mongol-Tibet menguasai seluruh Bhutan pada abad XI sehingga Buddhisme de facto menjadi agama nasional kerajaan Bhutan.

Para tokoh pimpinan dinasti Yuan China pada XIV menjajah Tibet sehingga banyak Lama Topi Kuning melarikan diri ke Bhutan untuk mendirikan subsekte Lhapa, Kargupya yang mulai membangun dzong di Bhutan.

Para dzong di Bhutan mulai dari Paro, Punakha, Jakar, Luntse sampai ke Trongza telah resmi dinobatkan oleh UNESCO sebagai warisan kebudayaan dunia.

Subsekte Drukpa dipimpin oleh lama Tibet, Phajo Drugom Shigpo dominan di Bhutan menyaingi Lhapa, sementara pengaruh Nyimngmapa Buddhisme menyurut namun masih tetap bertahan eksis sampai masa kini.

Menarik adalah di Bhutan masa kini ditemukan beranekaragam jenis vihara Buddhisme dengan gaya arsitektural Lhapa, Drukpa, Tibet, Nepal, Srilanka, Thailand dan lain sebagainya.

https://www.kompas.com/tren/read/2023/04/06/142233065/napak-tilas-buddhisme-bhutan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke