Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Natal, Kisah "Sapiens" yang Rapuh

Andai tak ada kelahiran, maka ini menjadi alarm senjakala manusia di planet biru ini.

Bila kita membaca karya Yuval Noah Harari “Sapiens”, di bagian akhir karya, penulis brilian ini memberi isyarat bahwa Homo sapiens yang tujuh puluh ribu tahun lalu bukan makhluk signifikan penghuni salah satu sudut Afrika, namun kini menjadi penguasa segenap planet dan meneror ekosistem planet bumi.

Ada kehancuran yang kita ciptakan sendiri. Ia mencatat “Sayang sekali, rezim Sapiens di bumi sejauh ini menghasilkan sedikit yang bisa kita banggakan. Kita telah menguasai alam sekitar, meningkatkan produksi makanan, membangun kota-kota, mendirikan imperium-imperium, dan menciptakan jaringan perdagangan yang jauh. Namun, apakah kita menurunkan penderitaan di dunia?”.

Jawaban untuk pertanyaan itu bagi Harari “tidak menyakinkan” karena berbagai kemajuan yang diraih manusia menjadi ancaman serius bagi manusia, terutama bagi ekosistem dunia ini.

Di sisi lain, untuk perihal masa depan tujuan manusia adalah tetap tak pasti. Demikian juga segala pencapaian hebat ini tetap tak membawa kebahagian sebagaimana yang sudah-sudah, demikian Harari.

Mengapa ini terjadi, Harari di akhir karyanya menyatakan secara tersirat original sin manusia sebagaimana dikisahkan dalam Kitab Kejadian, yaitu “manusia ingin menjadi seperti Tuhan”.

Simak percakapan manusia dengan ular sang penggoda di Taman Firdaus sebelum manusia memakan buah “Pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat”:

“Tetapi ular itu berkata kepada perempuan itu: “Sekali-kali kamu tidak akan mati, tetapi Allah mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat” (Kej. 2:4-5).

Sikap “ingin menjadi seperti Tuhan ini” membuat manusia abai mengambil tanggungjawab terhadap segenap makhluk.

Tanggungjawab utama itu adalah memelihara seluruh ciptaan itu. Namun, yang acapkali terjadi seringkali sebaliknya.

Ilmu dan sains menjadi ancaman tersendiri bukan karena temuan itu pada dirinya sendiri, tetapi karena manusia tak cukup bertanggungjawab atas hal itu.

Demikian juga pengetahuan keagamaan tak dipakai untuk melahirkan kehidupan yang lebih baik dengan menguatkan tanggungjawab kita sebagai manusia, tetapi menjadi ajang pemisahan dan permusuhan antarmanusia ciptaan Tuhan.

Manusia beragama juga acap kali terjebak ingin menjadi seperti Tuhan menentukan seseorang atau sekelompok orang itu berdosa atau tidak, wilayah yang sebenarnya menjadi hak absolut Tuhan.

Bila manusia telah masuk ke wilayah ini berarti dia mengabaikan tanggungjawab utamanya memelihara kehidupan.

Firman itu telah menjadi manusia (Yoh. 1:14a)

Natal adalah perayaan kelahiran, natal sebuah pertanda kerapuhan kita sebagai manusia. Dan pertanda itu datang dari Allah sendiri yang menjadi manusia.

“Firman itu telah menjadi manusia, dan diam diantara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa penuh kasih karunia dan kebenaran” (Yoh. 1:14).

Kedatangan Yesus Sang Raja Damai mengingatkan manusia untuk saling mendukung dan bekerjasama sebagaimana manusia.

Sebagaimana dikatakan Nabi Yesaya “Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskannya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkannya… (Yes. 42:3).

Tugas kita adalah bertanggunggjawab terhadap setiap kehidupan itu karena di dalamnya Tuhan hadir dan menyapa kita.

Apa dan bagaimana tanggungjawab itu? Barangkali kisah “Penghakiman terakhir” dalam Injil Matius memberi sedikit gambaran.

Pada tulisan ini saya mengutip penggalan ayat-ayat terakhir dari kisah ini: “Lalu mereka pun menjawab Dia, katanya: Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar, atau haus, atau sebagai orang asing, atau telanjang atau sakit, atau dalam penjara dan kami tidak melayani Engkau? Maka Ia akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukan untuk Aku” (Mat. 25:44-45).

Mereka yang tidak melakukan tindakan menolong sesama itulah yang kemudian dicampakan kedalam tempat siksaan yang kekal. Gambaran ini menjelaskan panggilan kita sebagai manusia.

Barangsiapa yang tidak berdosa…(Yoh. 8:7b)

Natal mengingatkan kita akan panggilan kita sebagai ciptaan Tuhan yang mulia, yaitu untuk menjadi penolong sesama dan seluruh alam ciptaan.

Kelahiran mengingatkan kita bahwa manusia bukanlah Tuhan Maha Mengetahui yang mampu membedakan yang baik dan yang jahat.

Godaan untuk menjadi sama dengan Tuhan yang acapkali membuat manusia bertindak seperti Tuhan.

Dengan memandang yang lain sebagai orang berdosa dan lupa bahwa setiap manusia berdosa, siapapun dia.

“Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu” (Yoh. 8:7b).

Semua manusia entah berilmu sekular hebat atau ilmu agama tinggi atau pun yang tak memilikinya demikian, semua kita adalah orang berdosa.

Kesombongan akan kesucian diri atau kelompok dalam sejarah umat manusia membawa kehancuran besar.

Kesombangan akan kesucian diri melahirkan kebenciaan pada sesama yang lain. Dan kebencian pada sesama manusia, membuat manusia bertindak seperti Tuhan ingin menghadirkan “surga” idamannya.

Namun, kedamaian yang dicitakan berlandaskan pada kebencian terhadap sesama yang lain telah membawa nestapa bagi dunia.

Kisah perang, teror dan berbagai kekerasan dan kejahatan lain mengindikasikan bahwa manusia telah melampuai garisnya sebagai manusia.

Natal merupakan sebuah pertanda dari Allah sendiri bahwa kita adalah ciptaan. Kelahiran menjadi simbol kerapuhan manusia makhluk ciptaan, tetapi di dalamnya kita menemukan keagungan Tuhan yang tak terpemanai.

Selamat Natal 2022.

https://www.kompas.com/tren/read/2022/12/25/161359365/natal-kisah-sapiens-yang-rapuh

Terkini Lainnya

Misteri Mayat Dalam Toren di Tangsel, Warga Mengaku Dengar Keributan

Misteri Mayat Dalam Toren di Tangsel, Warga Mengaku Dengar Keributan

Tren
China Blokir “Influencer” yang Hobi Pamer Harta, Tekan Materialisme di Kalangan Remaja

China Blokir “Influencer” yang Hobi Pamer Harta, Tekan Materialisme di Kalangan Remaja

Tren
Poin-poin Draft Revisi UU Polri yang Disorot, Tambah Masa Jabatan dan Wewenang

Poin-poin Draft Revisi UU Polri yang Disorot, Tambah Masa Jabatan dan Wewenang

Tren
Simulasi Hitungan Gaji Rp 2,5 Juta setelah Dipotong Iuran Wajib Termasuk Tapera

Simulasi Hitungan Gaji Rp 2,5 Juta setelah Dipotong Iuran Wajib Termasuk Tapera

Tren
Nilai Tes Online Tahap 2 Rekrutmen Bersama BUMN 2024 di Atas Standar Belum Tentu Lolos, Apa Pertimbangan Lainnya?

Nilai Tes Online Tahap 2 Rekrutmen Bersama BUMN 2024 di Atas Standar Belum Tentu Lolos, Apa Pertimbangan Lainnya?

Tren
Mulai 1 Juni, Dana Pembatalan Tiket KA Dikembalikan Maksimal 7 Hari

Mulai 1 Juni, Dana Pembatalan Tiket KA Dikembalikan Maksimal 7 Hari

Tren
Resmi, Tarik Tunai BCA Lewat EDC di Retail Akan Dikenakan Biaya Rp 4.000

Resmi, Tarik Tunai BCA Lewat EDC di Retail Akan Dikenakan Biaya Rp 4.000

Tren
Orang Terkaya Asia Kembali Gelar Pesta Prewedding Anaknya, Kini di Atas Kapal Pesiar Mewah

Orang Terkaya Asia Kembali Gelar Pesta Prewedding Anaknya, Kini di Atas Kapal Pesiar Mewah

Tren
Ngaku Khilaf Terima Uang Rp 40 M dari Proyek BTS 4G, Achsanul Qosasi: Baru Kali Ini

Ngaku Khilaf Terima Uang Rp 40 M dari Proyek BTS 4G, Achsanul Qosasi: Baru Kali Ini

Tren
Poin-poin Revisi UU TNI yang Tuai Sorotan

Poin-poin Revisi UU TNI yang Tuai Sorotan

Tren
Tak Lagi Menjadi Sebuah Planet, Berikut 6 Fakta Menarik tentang Pluto

Tak Lagi Menjadi Sebuah Planet, Berikut 6 Fakta Menarik tentang Pluto

Tren
Daftar 146 Negara yang Mengakui Palestina dari Masa ke Masa

Daftar 146 Negara yang Mengakui Palestina dari Masa ke Masa

Tren
Apa Itu Tapera, Manfaat, Besaran Potongan, dan Bisakah Dicairkan?

Apa Itu Tapera, Manfaat, Besaran Potongan, dan Bisakah Dicairkan?

Tren
Cara Memadankan NIK dan NPWP, Terakhir Juni 2024

Cara Memadankan NIK dan NPWP, Terakhir Juni 2024

Tren
Rekan Kerja Sebut Penangkapan Pegi Salah Sasaran, Ini Alasannya

Rekan Kerja Sebut Penangkapan Pegi Salah Sasaran, Ini Alasannya

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke