KOMPAS.com - Setelah hampir tiga tahun dihantam pandemi Covid-19, puncak tradisi Yaa Qowiyyu dapat dilaksanakan secara meriah pada 2022.
Sebagai informasi, masyarakat Klaten terutama di Kecamatan Jatinom, selalu mengadakan tradisi pada bulan Safar dalam penanggalan Islam, yakni Yaa Qowiyyu.
Dalam acara tradisi Yaa Qowiyyu, identik dengan penyebaran apem yang berlangsung di kompleks makam Kiai Ageng Gribig, Jatinom, Klaten.
Tahun ini, seperti dilansir dari laman klatenkab.go.id, sejumlah enam ton apem disebar dalam acara tradisi Yaa Qowiyyu.
Ribuan masyarakat tumpah ruah di Lapangan Klampeyan yang berada di dekat makam Ki Ageng Gribig, Jumat (16/09/2022).
Lantas, seperti apa sejarah tradisi sebar apem Ya Qowiyyu dan kisah Ki Ageng Gribig?
Tradisi sebar apem Ya Qowiyyu
Dilansir dari laman humas.jatengprov.go.id, setiap bulan Safar dalam penanggalan Islam, masyarakat Kabupaten Klaten melaksanakan tradisi Ya Qowiyyu yang menjadi peninggalan Ki Ageng Gribig ratusan tahun lalu.
Ki Ageng Gribig yang bernama asli Wasibagno Timur adalah ulama besar yang menyebarkan Islam di Desa Krajan, Jatinom, Klaten dan sekitarnya.
Ki Ageng Gribig sangat menguasai strategi berdakwah, sehingga dakwahnya mengena di hati masyarakat. Mereka yang saat itu masih banyak yang atheis, akhirnya mau memeluk Islam.
Suatu saat, Ki Ageng Gribig pulang dari Mekkah dan membawa buah tangan berupa kue apem yang hendak dibagikan kepada saudara, murid, dan tetangga.
Dikarenakan tidak cukup, Ki Ageng Gribig kemudian meminta kepada keluarganya untuk dibuatkan kue apem.
Apem yang berasal dari kata affum dan artinya maaf itu kemudian disebut apem Ya Qowiyyu.
Kata Ya Qowiyyu diberikan karena saat menutup pengajian, Ki Ageng Gribig selalu memanjatkan doa yang berbunyi "Ya qowiyu yaa aziz qowina wal muslimin, ya qowiyyu warsuqna wal muslimin".
Artinya, "ya Tuhan, berikanlah kekuatan kepada kita segenap kaum muslimin".
Bermula dari kisah itu, sebar apem Yaa Qowiyyu menjadi tradisi masyarakat Klaten hingga sekarang.
Tradisi Yaa Qowiyyu dan sebar apem bermakna simbolik
Sumber lain menyebutkan bahwa tradisi Yaa Qowiyyu dan sebar apem bermakna simbolik.
Sepulang ibadah haji, Ki Ageng Gribig membawa oleh-oleh berupa dua buah roti.
Berhubung keluarganya banyak, maka Ki Ageng Gribig memerintahkan istrinya, Raden Ayu Emas Winongan untuk memasukan kue tadi dalam adonan jladeran yang berasal dari tepung beras tumpuk yang dimasak.
Kue itu kemudian sampai sekarang dikenal dengan apem yang konon berasal dari bahasa Arab, yaitu affan yang berarti ampunan.
Apem ini oleh Ki Ageng Gribig lalu dibagi-bagikan kepada keluarga, tetangga, dan fakir miskin di sekitarnya.
Itulah nilai keluhuran sikap yang harus dijaga dari seorang Ki Ageng Gribig.
https://www.kompas.com/tren/read/2022/09/17/203000365/mengenal-tradisi-sebar-apem-yaa-qowiyyu-di-klaten-dan-kisah-ki-ageng-gribig