Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mengapa Kue Kering Selalu Ada Saat Lebaran? Begini Sejarahnya

KOMPAS.com - Kue kering bak hidangan wajib di tengah-tengah perayaan Idul Fitri. Biasanya, makanan kecil ini disajikan di toples-toples cantik sebagai kudapan teman silaturahmi.

Kue kering atau kukis khas Lebaran berukuran kecil dan tipis saja, sehingga mudah ditata dan dijejalkan ke dalam wadah toples bening.

Seperti dilansir dari Kompas.com (5/6/2018), kata kukis berasal dari bahasa Belanda, koekje yang artinya kue kecil.

Di Jerman, kukis disebut dengan keks atau plzchen. Sementara orang Italia, menyebut kue kering dengan nama amaretti atau biscotti.

Lantas, mengapa kue kering selalu ada saat Lebaran?

Mengapa kue kering selalu ada saat Lebaran?

Dilansir dari Kompas.com, sejarawan kuliner Fadly Rahman mengatakan, tradisi menyajikan kue kering baru muncul saat masa kolonial Belanda.

Interaksi antara orang Belanda dengan masyarakat Indonesia pada abad ke-19 hingga ke-20 melahirkan penyerapan budaya Eropa ke dalam budaya Indonesia, salah satunya soal kuliner.

“Bagaimana prosesnya bisa menjadi hidangan Lebaran ini tidak bisa dilepaskan dari interaksi sosial budaya masyarakat Bumi Putera, masyarakat Islam Indonesia, dengan orang-orang Eropa," paparnya.

Sejak saat itu, sebagian masyarakat Indonesia mulai terpengaruh budaya kuliner Belanda dan mengalami perubahan selera.

Bahkan menurut Fadly, menyajikan kue-kue kering di hari Lebaran juga dapat menunjukkan derajat sosial seseorang.

Saat itu, masyarakat Indonesia menengah ke atas sudah tak mau lagi menyajikan makanan-makanan tradisional yang terbuat dari sagu, tepung beras, tepung ketan, dan lain sebagainya.

“Masyarakat Indonesia mulai merasa kue tradisional itu teksturnya lengket, kemudian tidak awet, tapi kalau kue-kue kering disajikan berhari-hari pun, berminggu-minggu pun akan tetap awet untuk disajikan termasuk dalam momen Lebaran,” imbuh Fadly.

Sejarah kue kering

Adapun keberadaan kue kering, sudah dikenal sejak abad ke-7 oleh bangsa Persia yang kini berganti nama menjadi Iran. Uniknya, kue kecil ini tercipta secara tidak sengaja.

Dilansir dari majalah Bobo, penemuan kue kering berasal dari para tukang roti yang ingin membuat kue seperti biasanya.

Saat hendak memanggang kue, para tukang kue kesulitan menentukan suhu oven yang akan digunakan.

Untuk mendapatkan suhu yang tepat, mereka pun melakukan percobaan kecil dengan menjatuhkan sedikit adonan kue ke dalam oven.

Tak disangka, sedikit adonan tadi bisa mengembang dan memiliki rasa yang renyah. Inilah yang kemudian menjadi awal terciptanya kue kering.

Dulu makanan mewah

Sebelum bisa dinikmati semua kalangan seperti saat ini, kue kering merupakan makanan mewah yang hanya bisa disantap kaum bangsawan.

Hingga akhirnya, pedagang muslim menyebarkan kue kering ke berbagai wilayah yang menjadi persinggahan selama berdagang, salah satunya Eropa.

Sekitar abad ke-14, barulah kue kering mulai dinikmati berbagai kalangan. Seperti pada 1596 di Inggris, masyarakat kelas menengah menikmati kue kering berbentuk persegi kecil dengan kuning telur dan rempah.

Sejak saat itu, kue kering semakin populer. Terlebih, karena bentuknya yang kecil dan daya simpannya yang tinggi.

Alasan itu pula mengapa kudapan ini sering dijadikan sebagai bekal saat bepergian dalam waktu lama.

Sejarah kue kering di Indonesia

Beberapa kue kering yang terkenal di Indonesia, seperti nastar, kastengel, dan putri salju memiliki sejarahnya masing-masing.

1. Nastar, hasil modifikasi pie

Nastar misalnya, yang lahir dan dibawa oleh Belanda. Dikutip dari laman Indonesian Chef Association, nastar berasal dari kata ananas atau nanas dan taartjes atau tart.

Racikan resep nastar terinspirasi dari olahan pie ala Belanda yang dibuat dalam loyang-loyang besar dengan filling atau isian selai blueberry, apel, dan stroberi.

Sampai di Nusantara, Belanda kesulitan untuk menemukan blueberry, apel, dan stroberi yang tekstur kematangannya seperti di tanah Belanda.

Akhirnya, muncul ide untuk mengganti buah-buah tersebut dengan buah nanas yang banyak dijumpai di Indonesia.

Terpilihnya nanas juga lantaran buah ini memiliki cita rasa yang asam, manis, dan segar, sesuai dengan cita rasa apel maupun stroberi.

2. Kastengel, dulu sebagai pengganti mata uang

Sama halnya nastar, kastengel juga berasal dari Belanda. Di sana, kue ini disebut kaastengels, dari kata kaas yang berarti keju dan stengels yang berarti batangan.

Kue kering yang disebut juga kue keju batangan ini memiliki masa lalu yang cukup unik.

Tepatnya di kota Krabbedijke, kastengel dijadikan sebagai pengganti mata uang untuk transaksi barter dengan barang lain.

Komposisinya yang terbuat dari keju menjadikan kue kering ini sebagai makanan cukup bergengsi.

Adapun di Indonesia, kue cheese fingers ini biasa disajikan di rumah-rumah pejabat atau pegawai Belanda yang menikahi wanita pribumi.

Lewat itulah, kastengel masuk dan berakulturasi dengan kuliner lokal pada era kolonial Belanda.

Putri salju, adaptasi dari Austria

Konon, kue putri salju merupakan adaptasi dari kue kering khas Austria, vanillekipferl, sebagaimana dilansir dari What to Cook Today.

Bentuk dan rasa vanillekipferl juga sama persis dengan putri salju, yakni bulan sabit dengan rasa vanila ditambah taburan gula halus dan sensasi dingin saat digigit.

Di Austria, kue ini menjadi ciri khas dan hidangan favorit selama perayaan Natal.

Sementara di Indonesia, nama putri salju diambil dari taburan gula halus berwarna putih yang menyelimuti seluruh permukaan kue. Gula halus tersebut, amat mirip dengan salju putih yang menghiasi tanah saat musim dingin.

(Sumber; Kompas.com/Inten Esti Pratiwi, Sherly Puspita | Editor: Inten Esti Pratiwi, Wahyu Adityo Prodjo)

https://www.kompas.com/tren/read/2022/04/11/080000065/mengapa-kue-kering-selalu-ada-saat-lebaran-begini-sejarahnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke