Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Menurut Psikologi, Homoseksual Bukanlah Kelainan, Begini Penjelasannya

KOMPAS.com - Selama ini muncul anggapan dari sebagian masyarakat dunia, termasuk Indonesia bahwa homoseksual adalah kelainan atau masalah kejiwaan.

Berbanding terbalik dengan anggapan tersebut, berbagai otoritas kesehatan telah menegaskan bahwa orientasi seksual ini bukanlah kelainan atau gangguan jiwa.

Sebagaimana diberitakan KOMPAS.com pada Minggu (12/9/2021), asosiasi psikiater yang tergabung dalam American Psychiatric Association (APA) sudah menyatakan hal tersebut sejak tahun 1973.

APA bahkan telah menghapus diagnosis homoseksualitas sebagai gangguan jiwa dari acuan diagnosis ahli kesehatan jiwa atau Diagnostic and Statistical Manual (DSM) edisi II.

Sementara itu, Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) di Indonesia juga memasukkan orientasi seksual termasuk homoseksual ke dalam kategori kelainan atau gangguan jiwa.

Berikut ini penjelasan dokter spesialis kedokteran jiwa mengenai homoseksual menurut psikologi.

Homoseksual bukan kelainan atau gangguan jiwa

Dokter spesialis kedokteran jiwa, dr. Dharmawan A. Purnama, Sp.KJ mengatakan, ada alasan ilmiah yang membuat para ahli sepakat tidak menggolongkan homoseksual sebagai kelainan atau gangguan jiwa.

Menurut Dharmawan, syarat seseorang mengalami kelainan atau gangguan jiwa adalah adanya penderitaan (distress) dan ketidakmampuan (disability).

“Orientasi seksual termasuk homoseksual bukanlah gangguan kepribadian atau mental. Gangguan psikologis dan perilaku itu syaratnya mesti ada distress dan disability,” ujar Dharmawan.

Dharmawan menjelaskan, salah satu faktor yang membuat seseorang menjadi homoseksual adalah perkembangan bagian otak bernama hipotalamus sejak dalam kandungan.

“Penyebabnya bisa berasal dari perkembangan di hipotalamus. Jadi, di hipotalamus itu ada bagian yang mengatur seksual, termasuk orientasi seksual,” jelasnya.

Selain itu, kondisi hormon saat janin masih dalam kandungan juga turut berperan dalam pembentukan orientasi seksual.

“Ada yang namanya fase kritis di tiga bulan pertama pertumbuhan janin. Kalau ada sesuatu pada hormon testosteron, pembentukan seksual dapat terpengaruh, sehingga pembentukan pusat seksual akan berbeda dengan umumnya,” ujarnya.

Syarat homoseksual bisa disebut kelainan

Saat seorang homoseksual merasa tidak nyaman dengan orientasi seksualnya tersebut, barulah homoseksual bisa dikategorikan sebagai gangguan kesehatan jiwa.

Kondisi ini disebut sebagai homoseksual egodistonik dalam dunia kesehatan mental. Biasanya, seorang homoseksual egodistonik kerap mengalami konflik batin yang dapat menyebabkan kegelisahan, stres, hingga masalah kecemasan.

Homoseksual egodistonik bisa disembuhkan dengan cara terapi ke ahli kesehatan jiwa. Ada beberapa metode yang digunakan untuk menyembuhkan kelainan tersebut.

Seperti yang dilakukan Dharmawan, dia menggunakan pendekatan logoterapi atau terapi mencari makna hidup kepada pasien homoseksual egodistonik.

“Kalau sama pasien saya, saya suka lakukan logoterapi, terapi mencari makna hidup,” ungkap Dharmawan.

Dharmawan menegaskan, homoseksual bukanlah suatu kelainan meski banyak orang yang menganggapnya abnormal.

“Sesuatu yang dianggap abnormal belum tentu penyakit, belum tentu kelainan,” tegasnya.

(Penulis: Luthfi Maulana Adhari | Editor: Mahardini Nur Afifah)

Sumber: KOMPAS.com

https://www.kompas.com/tren/read/2021/09/18/080200065/menurut-psikologi-homoseksual-bukanlah-kelainan-begini-penjelasannya

Terkini Lainnya

Pelaku Penyelundupan Orang Bermodus Iklan Lowker via TikTok Ditangkap di Surabaya, Ini Kronologinya

Pelaku Penyelundupan Orang Bermodus Iklan Lowker via TikTok Ditangkap di Surabaya, Ini Kronologinya

Tren
Apa yang Akan Terjadi Saat Berjalan Kaki 10.000 Langkah per Hari Selama Sebulan?

Apa yang Akan Terjadi Saat Berjalan Kaki 10.000 Langkah per Hari Selama Sebulan?

Tren
3 Manfaat Mengonsumsi Madu dan Teh Hijau, Baik bagi Penderita Diabetes

3 Manfaat Mengonsumsi Madu dan Teh Hijau, Baik bagi Penderita Diabetes

Tren
BMKG: Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir pada 18-19 Mei 2024

BMKG: Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir pada 18-19 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Wilayah Berpotensi Hujan Lebat 17-18 Mei 2024 | Ikan Tinggi Purin Pantangan Penderita Asam Urat

[POPULER TREN] Wilayah Berpotensi Hujan Lebat 17-18 Mei 2024 | Ikan Tinggi Purin Pantangan Penderita Asam Urat

Tren
Kondisi Geografis Mahakam Ulu, Tetangga IKN yang Dikepung Sungai dan Kini Darurat Banjir

Kondisi Geografis Mahakam Ulu, Tetangga IKN yang Dikepung Sungai dan Kini Darurat Banjir

Tren
Pesona Air Terjun

Pesona Air Terjun

Tren
Update Banjir Mahakam Ulu, Ratusan Orang Masih Mengungsi

Update Banjir Mahakam Ulu, Ratusan Orang Masih Mengungsi

Tren
Ribka Sugiarto Mundur dari Pelatnas, Kekasih Ungkap Alasannya

Ribka Sugiarto Mundur dari Pelatnas, Kekasih Ungkap Alasannya

Tren
Ilmuwan Akhirnya Tahu Bagaimana Cara Orang Mesir Kuno Membangun Piramida

Ilmuwan Akhirnya Tahu Bagaimana Cara Orang Mesir Kuno Membangun Piramida

Tren
Ada Aturan Baru KRIS, Apakah Perawatan ICU Ditanggung BPJS Kesehatan?

Ada Aturan Baru KRIS, Apakah Perawatan ICU Ditanggung BPJS Kesehatan?

Tren
Jemaah Tolong Jemaah, Kisah Manis Persaudaraan di Madinah

Jemaah Tolong Jemaah, Kisah Manis Persaudaraan di Madinah

Tren
Kata BWF soal Keputusan Kevin Sanjaya Pensiun dari Bulu Tangkis

Kata BWF soal Keputusan Kevin Sanjaya Pensiun dari Bulu Tangkis

Tren
Seorang Pria yang Diduga Terafiliasi Jemaah Islamiyah Serang Kantor Polisi Malaysia, 2 Petugas Meninggal Dunia

Seorang Pria yang Diduga Terafiliasi Jemaah Islamiyah Serang Kantor Polisi Malaysia, 2 Petugas Meninggal Dunia

Tren
Cara Menaikkan Trombosit bagi Pasien Demam Berdarah Dengue (DBD)

Cara Menaikkan Trombosit bagi Pasien Demam Berdarah Dengue (DBD)

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke