Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Arahan Satgas Covid-19 dan Kriteria Pasien yang Tidak Boleh Menjalani Isolasi Mandiri

KOMPAS.com - Satgas Penanganan Covid-19 mengingatkan masyarakat bahwa tidak semua orang yang terinfeksi virus corona dapat menjalani isolasi mandiri (isoman) di rumah.

Mengutip laman Satgas Penanganan Covid-19, Jumat (30/7/2021) imbauan itu disampaikan menyusul peningkatan jumlah korban meninggal akibat Covid-19 dalam dua pekan terakhir.

Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito meminta masyarakat yang dinyatakan positif Covid-19 agar dapat memanfaatkan fasilitas isolasi terpusat yang tersedia di wilayah masing-masing.

Menurut Wiku, masyarakat dengan salah satu kriteria berikut sebaiknya tidak menjalani isolasi mandiri di rumah:

  • Bergejala Covid-19 sedang hingga berat
  • Berusia di atas 45 tahun
  • Memiliki komorbid
  • Tidak punya tempat isolasi mandiri

"Untuk masyarakat, yang bergejala sedang, berat, atau berusia di atas 45 tahun, atau memiliki komorbid, dan atau tidak memiliki tempat yang memadai melakukan isolasi mandiri, kami mohon untuk tidak melakukan isolasi mandiri," ujar Wiku dalam keterangan pers Perkembangan Penanganan Covid-19 di Graha BNPB, Kamis (29/7/2021.

Manfaat isolasi terpusat

Wiku mengatakan, dengan melakukan isolasi terpusat, perawatan pasien diawasi langsung oleh tenaga kesehatan dan dipantau baik tanda vital, gejala, pola makan dan obat-obatannya. Sehingga jika terjadi pemburukan dapat langsung ditangani.

Oleh karena itu, apabila pasien Covid-19 memutuskan untuk melakukan isolasi mandiri di rumah, maka sebaiknya dipastikan tidak memiliki gejala atau bergejala ringan.

Selain itu, pasien isolasi mandiri di rumah juga sebaiknya berusia kurang dari 45 tahun, tidak memiliki komorbid, dan memiliki tempat isolasi yang memadai.

Menurut Wiku, tempat isolasi mandiri yang memadai dapat menghindarkan terjadinya kontak erat dengan anggota keluarga lainnya yang tinggal dalam satu rumah.

"Pastikan selama isolasi mandiri, untuk makan makanan yang bergizi, minum obat dan secara berkala mengecek termperatur serta saturasi oksigen," kata dia.


Banyak orang meninggal saat isoman

Sebelumnya diberitakan, ribuan pasien Covid-19 dilaporkan meninggal dunia saat menjalani isolasi mandiri di rumah masing-masing.

Mengutip Kompas.com, 23 Juli 2021, berdasarkan laporan koalisi warga LaporCovid-19 hingga 22 Juli 2021, sebanyak 2.313 pasien Covid-19 meninggal dunia saat menjalani isolasi mandiri di rumah.

Data analyst LaporCovid-19 Said Fariz Hibban mengatakan, angka tersebut merupakan hasil pendataan di semua provinsi di Indonesia.

DKI Jakarta mencatatkan angka tertinggi, yakni sekitar 1.214 kasus kematian pasien saat menjalani isolasi mandiri di rumah.

Provinsi lain yang juga mencatatkan banyak kasus kematian pasien isoman, yakni Jawa Barat (245 kasus), Jawa Tengah (141 kasus), DI Yogyakarta (134 kasus), Jawa Timur (72 kasus), dan Banten (58 kasus).

Tidak terpantau dokter

Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) DKI Jakarta Slamet Budiarto menilai, ada sejumlah faktor yang menjadi penyebab banyaknya pasien Covid-19 meninggal dunia pada saat menjalani isolasi mandiri di rumah.

Menurut Slamet, faktor paling utama adalah tak adanya dokter yang memantau kondisi pasien secara rutin, setiap hari.

"Mereka itu bingung mau nanya ke siapa, enggak ada dokter pendampingnya. Kalau di luar negeri itu ada dari dokter yang tiap hari video call memantau kondisi pasien isolasi mandiri," kata Slamet.


Slamet mengatakan, pemantauan setiap hari oleh dokter bermanfaat untuk mendeteksi dini sebelum terjadinya pemburukan.

Dokter bisa memberi penanganan yang tepat seperti memberi obat-obatan atau merujuk pasien ke rumah sakit.

"Tapi masalahnya jumlah dokter kita terbatas. Untuk menangani pasien di rumah sakit saja kurang, apalagi untuk memantau yang isolasi mandiri," katanya.

Faktor lain yang membuat banyak pasien isoman meninggal dunia adalah kurangnya ketersediaan obat-obatan dan oksigen.

"Sekarang dia (pasien) mau beli obat enggak ada di apotek, oksigen apalagi. Ini jadi bencana kemanusiaan menurut saya," kata Slamet.

Perlu program visitasi

Diberitakan Kompas.com, Kamis (29/7/2021), epidemiolog Griffith University Australia, Dicky Budiman mengatakan, kematian pasien Covid-19 yang menjalani isolasi mandiri di rumah adalah akibat dari kegagalan intervensi di hulu.

Oleh karena itu, ia meminta agar pemerintah memperkuat 3T 9Testing, Tracing, Treatment) dan terus memperluas visitasi dari pintu ke pintu untuk melakukan penilaian risiko.

Saat visitasi ke rumah pasien isoman, petugas harus melihat kelayakan tempat isolasi mandiri, serta akses terhadap obat dan kebutuhan sehari-hari.

Jika semua persyaratan kelayakan tempat isolasi mandiri itu tidak terpenuhi, maka pasien sebaiknya dirujuk ke rumah sakit atau fasilitas kesehatan terdekat.


Deteksi dini

Dalam menjalakan tugasnya, petugas visitasi ini juga harus melakukan pengecekan mengenai telemedicine dan kondisi pasien isoman.

Menurut Dicky, minimnya penerapan strategi utama pengendalian Covid-19, yakni test, trace, dan treat (3T), yang diikuti dengan kurangnya visitasi serta sulitnya melakukan deteksi dini terhadap kasus Covid-19 menjadi bukti kegagalan intervensi di hulu.

"Sehingga terjadi keterlambatan dalam menemukan kasus, merujuk kasus berat, memberikan perawatan dukungan atau terapi, ini yang berkontribusi pada kematian," ujar dia.

Dicky mengatakan, banyaknya kasus kematian pasien Covid-19 saat menjalani isolasi di rumah bukan sesuatu yang terjadi secara tiba-tiba.

"Karena berbicara kematian, itu proses kronis 3 mingguan akibat kita gagal dalam intervensi di hulu," kata Dicky.

https://www.kompas.com/tren/read/2021/07/30/183100365/arahan-satgas-covid-19-dan-kriteria-pasien-yang-tidak-boleh-menjalani

Terkini Lainnya

Deretan Insiden Pesawat Boeing Sepanjang 2024, Terbaru Dialami Indonesia

Deretan Insiden Pesawat Boeing Sepanjang 2024, Terbaru Dialami Indonesia

Tren
Asal-usul Gelar 'Haji' di Indonesia, Warisan Belanda untuk Pemberontak

Asal-usul Gelar "Haji" di Indonesia, Warisan Belanda untuk Pemberontak

Tren
Sosok Hugua, Politisi PDI-P yang Usul agar 'Money Politics' Saat Pemilu Dilegalkan

Sosok Hugua, Politisi PDI-P yang Usul agar "Money Politics" Saat Pemilu Dilegalkan

Tren
Ilmuwan Temukan Eksoplanet 'Cotton Candy', Planet Bermassa Sangat Ringan seperti Permen Kapas

Ilmuwan Temukan Eksoplanet "Cotton Candy", Planet Bermassa Sangat Ringan seperti Permen Kapas

Tren
8 Rekomendasi Makanan Rendah Kalori, Cocok untuk Turunkan Berat Badan

8 Rekomendasi Makanan Rendah Kalori, Cocok untuk Turunkan Berat Badan

Tren
Kronologi dan Fakta Keponakan Bunuh Pamannya di Pamulang

Kronologi dan Fakta Keponakan Bunuh Pamannya di Pamulang

Tren
Melihat 7 Pasal dalam RUU Penyiaran yang Tuai Kritikan...

Melihat 7 Pasal dalam RUU Penyiaran yang Tuai Kritikan...

Tren
El Nino Diprediksi Berakhir Juli 2024, Apakah Akan Digantikan La Nina?

El Nino Diprediksi Berakhir Juli 2024, Apakah Akan Digantikan La Nina?

Tren
Pria di Sleman yang Videonya Viral Pukul Pelajar Ditangkap Polisi

Pria di Sleman yang Videonya Viral Pukul Pelajar Ditangkap Polisi

Tren
Soal UKT Mahal Kemendikbud Sebut Kuliah Pendidikan Tersier, Pengamat: Terjebak Komersialisasi Pendidikan

Soal UKT Mahal Kemendikbud Sebut Kuliah Pendidikan Tersier, Pengamat: Terjebak Komersialisasi Pendidikan

Tren
Detik-detik Gembong Narkoba Perancis Kabur dari Mobil Tahanan, Layaknya dalam Film

Detik-detik Gembong Narkoba Perancis Kabur dari Mobil Tahanan, Layaknya dalam Film

Tren
7 Fakta Menarik tentang Otak Kucing, Mirip seperti Otak Manusia

7 Fakta Menarik tentang Otak Kucing, Mirip seperti Otak Manusia

Tren
Cerita Muluwork Ambaw, Wanita Ethiopia yang Tak Makan-Minum 16 Tahun

Cerita Muluwork Ambaw, Wanita Ethiopia yang Tak Makan-Minum 16 Tahun

Tren
Mesin Pesawat Garuda Sempat Terbakar, Jemaah Haji Asal Makassar Sujud Syukur Setibanya di Madinah

Mesin Pesawat Garuda Sempat Terbakar, Jemaah Haji Asal Makassar Sujud Syukur Setibanya di Madinah

Tren
Ada Vitamin B12, Mengapa Tidak Ada B4, B8, B10, dan B11?

Ada Vitamin B12, Mengapa Tidak Ada B4, B8, B10, dan B11?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke