Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

WHO Sebut 1 dari 4 Orang di Dunia Alami Gangguan Pendengaran pada 2050

KOMPAS.com - Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan, 1 dari 4 orang di dunia bisa mengalami gangguan pendengaran pada tahun 2050.

Pernyataan ini disampaikan WHO di laman resminya, 2 Maret 2021, berdasarkan laporan penelitian yang dirilis di hari yang sama.

Dalam lampiran itu disebutkan pada tahun 2050 diperkirakan 2,5 miliar orang berpotensi memiliki gangguan pendengaran dengan tingkat tertentu.

Lebih lanjut, 700 juta dari jumlah itu akan membutuhkan bantuan alat pendengaran dan layanan rehabilitasi.

Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus menyebut gangguan pendengaran tidak hanya berdampak pada kemampuan orang dalam berkomunikasi, belajar, dan mencari nafkah.

Namun juga dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan penderita dan kemampuannya dalam menjalin dan mempertahankan hubungan dengan pihak lain.

Temuan WHO

Banyak penderita gangguan telinga yang tidak mengakses perawatan akibat kurangnya informasi yang akurat dan juga adanya stigma tertentu terhadap penyakit telinga dan gangguan pendengaran.

Bahkan, di pihak pelayan kesehatan juga masih memiliki pengetahuan yang terbatas terkait apa yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya gangguan indra pendengaran ini.

Tak hanya itu, mereka juga memiliki keterbatasan dalam melakukan identifikaai awal juga dalam proses penanganannya. 

Semua itu membuat pelayanan yang diberikan juga tidak optimal atau terhambat. 

WHO menyebutkan, masalah ini menjadi semakin terlihat kompleks di negara-negara dengan penghasilan rendah. Karena di negara-negara miskin hanya memiliki 1 dokter spesialis THT untuk setiap satu juta penduduknya. 

Tidak hanya pakar kesehatan yang menjadi barang mewah, keberadaan tenaga seperti terapis wicara dan guru tuna rungu, juga sama langkanya.

Kondisi ini tidak hanya memberikan keterbatasan pada orang yang membutuhkan pelayanan, namun juga beban kerja berat pada ahli atau tenaga yang menanggung begitu banyak orang.

Mencegah gangguan pendengaran

Upaya pencegahan gangguan pendengaran bisa berbeda-beda bentuknya, tergantung pada usia.

Misalnya pada anak-anak, hampir 60 persen gangguan pendengaran dapat dicegah dengan imunisasi rubella dan meningitis, peningkatan perawatan ibu dan bayi, dan sebagainya. 

Sementara pada orang dewasa, pencegahan dapat dengan mengendalikan tingkat kebisingan, berkegiatan dengan kekuatan suara yang aman, dan memperhatikan penggunaan obat-obatan, juga membersihkan telinga dengan cara yang benar.

Selanjutnya adalah identifikasi dini melalui upaya skrining. Ini sangat lenting dilakukan agar gangguan yang terjadi segera diketahui dan mendapat penanganan tepat secepat mungkin. 

Kemajuan teknologi di era ini sudah sangat membantu umat manusia untuk menemukan alat yang akurat untuk melakukan deteksi dini adanya gangguan lendengaran pada kelompok orang usia berapa pun.

Dengan begitu, kemungkinan terjadinya dampak yang lebih buruk bisa diminimalisir. 

Perawatan gangguan pendengaran

Setelah upaya pencegahan dan deteksi dini dilakukan, maka langkah selanjutnya jika ditemukan adanya gangguan pendengaran adalah dengan melakukan upaya penanganan medis.

Perawatan medis dan bedah dapat menyembuhkan sebagian besar gangguan pendengaran dan memulihkan gangguan yang terjadi.

Selain itu, proses rehabilitasi dapat menghindarkan penderita dari dampak gangguan telinga yang lebih parah setelahnya. Salah satunya dampak di bidang sosial.

Adanya teks atau fasilitator bahasa isyarat dapat menjadi peluang besar para penderita gangguan pendengaran untuk lebih mudah berkomunikasi dan terhubung dengan orang yang tidak memiliki gangguan serupa. 

Berdasarkan paparan yang disampaikan Direktorat Jenderal P2P Kementerian Kesehatan (Kemenkes), ada 5 jenis gangguan pendengaran yang bisa dialami oleh seseorang. 

Kelima gangguan itu meliputi:

https://www.kompas.com/tren/read/2021/03/12/074500965/who-sebut-1-dari-4-orang-di-dunia-alami-gangguan-pendengaran-pada-2050

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke