Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Berkaca dari Italia, Apa yang Dilakukan Saat Rumah Sakit Penuh?

KOMPAS.com - Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Doni Monardo mengakui terjadi peningkatan keterisian tempat tidur atau bed occupancy rate (BOR) di rumah sakit rujukan Covid-19 di DKI Jakarta.

"Memang terjadi pelonjakan yang sangat drastis karena pada saat saya bertemu dengan Gubernur DKI Pak Anies itu masih di bawah 60 persen BOR-nya," kata Doni melalui video telekonferensi, Minggu (13/9/2020).

Dalam beberapa hari terakhir, tingkat keterisian tempat tidur di ruang isolasi rumah sakit di Ibu Kota mencapai 85 persen.

Doni juga membenarkan bahwa kapasitas sejumlah rumah sakit di DKI Jakarta telah penuh. 

Kondisi kapasitas rumah sakit yang penuh di tengah pandemi Covid-19 bukan hanya terjadi di Indonesia. 

Di beberapa negara yang terdampak hebat, kondisi serupa juga pernah terjadi. Salah satunya di Italia.

Kini, Italia telah berhasil mengatasi krisis itu. Berkaca dari apa yang pernah terjadi di Italia, apa yang bisa kita lakukan?

Kapasitas RS penuh dalam waktu singkat

Melansir New York Times, 12 Maret 2020, dalam waktu kurang dari tiga minggu saat itu, virus corona telah membuat sistem layanan kesehatan membludak, terutama di bagian utara Italia.

Datangnya pandemi membuat wilayah Lombardy, Italia, hanya tinggal menunggu kolapsnya rumah sakit jika penyebaran virus tidak segera melambat atau kurva tidak segera "diratakan".

"Ini adalah perang," kata Kepala Pengobatan Infeksius di RS Niguarda Milan, salah satu RS terbesar di Lombardy, Massimo Puoti.

Menurut Direktur Penyakit Menular di RS Sacco University Milan, Massimo Galli, wabah Covid-19 ini menempatkan RS pada tekanan yang belum pernah ada sebelumnya sejak Perang Dunia II.

"Jika gelombang semakin tinggi, upaya untuk membendungnya akan semakin sulit," kata dia.

Para ahli pun memperingatkan, apabila sistem layanan kesehatan yang dikenal sangat baik di Italia utara saja tidak mampu bertahan, dampak lebih buruk akan dialami oleh bagian selatan dengan layanan kesehatan yang tidak lebih baik.

Akan tetapi, para tenaga kesehatan tetap waspada dengan kondisi pandemi yang tidak dapat ditebak. 

Saat itu, Menteri Kesehatan Italia juga terus melakukan perpanjangan kebijakan penguncian.

Ketika pandemi masih berlangsung, para ahli mengungkapkan sejumlah pelajaran yang dapat diambil dari kondisi wabah yang sudah terlanjut menyebur.

"Kesalahan terbesar yang kita lakukan adalah memasukan pasien Covid-19 ke dalam RS di wilayah tersebut," kata Wakil Perdana Menteri Lombardy, Carlo Borghetti.

Borghetti menilai, seharusnya mereka segera membangun struktur yang terpisah khusus bagi orang yang terinfeksi virus corona. 

"Saya merekomendasikan kepada dunia untuk melakukan ini, jangan mengirim pasien Covid-19 ke fasilitas layanan kesehatan yang belum terinfeksi," lanjut dia.

Selain itu, faktor struktural yang lebih mendalam juga disebut berpengaruh terhadap kurangnya kapasitas RS, yaitu sistem layanan kesehatan yang tersentralisasi pada rumah sakit besar.

"Dalam 20 tahun terakhir, wilayah ini memang berinvestasi tinggi pada RS. Sayangnya, kita tidak melakukan hal yang sama pada layanan kesehatan lokal. Sebagai akibatnya, kita tenggelam," ujarnya.

Melansir New York Times, 31 Juli 2020, rumah sakit-rumah sakit di Italia tidak lagi penuh. Bahkan, kasus kematian harian di Lombardy berkisar di angka 0.

Meskipun menunjukkan kondisi yang membaik, para ahli tetap mengingatkan bahwa pandemi tidak dapat ditebak.

Mereka pun sadar akan perubahan kondisi yang dapat terjadi secara tiba-tiba.

Setelah memulai jalan yang terjal di awal pandemi, dilakukan konsolidasi dan pertahanan atas hasil dari penguncian (lockdown) nasional yang ketat.

Pemerintah menggunakan pertimbangan dari komite teknis dan bukti ilmiah untuk membuat kebijakan selanjutnya.

Dokter-dokter lokal, RS, dan petugas kesehatan mengumpulkan setidaknya 20 indikator virus secara harian dan mengirimkannya ke otoritas wilayah.

Setelah itu, indikator tersebut dikirimkan ke Institut Kesehatan Nasional (NIH).

Hasilnya adalah laporan mingguan dari kesehatan negara yang menjadi dasar kebijakan publik yang diputuskan.

Proses ini menjadi jalan panjang dari kondisi panik dan hampir kolaps yang dialami oleh Italia pada Maret silam.

Nyawa sebagai prioritas

Italia juga memperpanjang kekuatan darurat pemerintah hingga 15 Oktober 2020 setelah Perdana Menteri Giuseppe Conte mengatakan bahwa negara tidak boleh menurunkan penjagaan.

Kekuatan ini memungkinkan pemerintah untuk tetap melakukan pembatasan dan merespons secara cepat, termasuk kebijakan penguncian pada klaster baru.

Pemerintah mengakui, bahwa kebijakan penguncian memang membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Italia diperkirakan kehilangan sekitar 10 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) tahun ini.

Namun, di titik tertentu, saat virus semakin mengancam dan tidak dapat dikontrol, pemerintah Italia memutuskan untuk mengedepankan nyawa di atas kondisi ekonomi.

"Kesehatan warga Italia akan dan selalu menjadi prioritas utama," kata Conte.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/09/14/143000365/berkaca-dari-italia-apa-yang-dilakukan-saat-rumah-sakit-penuh-

Terkini Lainnya

Penelitian Ungkap Mikroplastik Sekarang Terdeteksi di Testis Manusia

Penelitian Ungkap Mikroplastik Sekarang Terdeteksi di Testis Manusia

Tren
Kuning Telur Direbus hingga Keabuan Disebut Tidak Sehat, Benarkah?

Kuning Telur Direbus hingga Keabuan Disebut Tidak Sehat, Benarkah?

Tren
Presiden Iran Meninggal, Apa Pengaruhnya bagi Geopolitik Dunia?

Presiden Iran Meninggal, Apa Pengaruhnya bagi Geopolitik Dunia?

Tren
Tanda Seseorang Kemungkinan Psikopat, Salah Satunya dari Gerakan Kepala

Tanda Seseorang Kemungkinan Psikopat, Salah Satunya dari Gerakan Kepala

Tren
5 Pillihan Ikan untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Bantu Tubuh Lebih Sehat

5 Pillihan Ikan untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Bantu Tubuh Lebih Sehat

Tren
Apakah Masyarakat yang Tidak Memiliki NPWP Tak Perlu Membayar Pajak?

Apakah Masyarakat yang Tidak Memiliki NPWP Tak Perlu Membayar Pajak?

Tren
BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 21-22 Mei 2024

BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 21-22 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Kasus Covid-19 di Singapura Naik Hampir Dua Kali Lipat | Ayah dan Anak Berlayar Menuju Tempat Terpencil di Dunia

[POPULER TREN] Kasus Covid-19 di Singapura Naik Hampir Dua Kali Lipat | Ayah dan Anak Berlayar Menuju Tempat Terpencil di Dunia

Tren
Apa Perbedaan Presiden dan Pemimpin Tertinggi di Iran?

Apa Perbedaan Presiden dan Pemimpin Tertinggi di Iran?

Tren
Jadwal dan Susunan Peringatan Waisak 2024 di Borobudur, Ada Festival Lampion

Jadwal dan Susunan Peringatan Waisak 2024 di Borobudur, Ada Festival Lampion

Tren
Berkaca dari Kasus Wanita Diteror Teman Sekolah di Surabaya, Apakah Stalker atau Penguntit Bisa Dipidana?

Berkaca dari Kasus Wanita Diteror Teman Sekolah di Surabaya, Apakah Stalker atau Penguntit Bisa Dipidana?

Tren
Studi Ungkap Obesitas pada Anak Bisa Kurangi Setengah Harapan Hidupnya

Studi Ungkap Obesitas pada Anak Bisa Kurangi Setengah Harapan Hidupnya

Tren
Presiden Iran Ebrahim Raisi Meninggal karena Kecelakaan Helikopter, Siapa Penggantinya?

Presiden Iran Ebrahim Raisi Meninggal karena Kecelakaan Helikopter, Siapa Penggantinya?

Tren
Cara Menambahkan Alamat Rumah di Google Maps, Bisa lewat HP

Cara Menambahkan Alamat Rumah di Google Maps, Bisa lewat HP

Tren
3 Idol Kpop yang Tersandung Skandal Burning Sun

3 Idol Kpop yang Tersandung Skandal Burning Sun

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke