Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Benarkah Indonesia Jadi Kelinci Percobaan Vaksin China? Ini Tanggapan Bio Farma

KOMPAS.com - Rencana uji klinis fase III vaksin virus corona di Indonesia mengundang berbagai respons warganet di media sosial Twitter.

Tak hanya warganet, sejumlah tokoh politik juga menyebut uji klinis vaksin yang diperoleh dari perusahaan China, Sinovac, ini adalah cara untuk menjadikan penduduk Indonesia kelinci percobaan dalam penelitian pengembangan vaksin.

"Hanya satu2nya di dunia, ada pemerintah yang bahagia merelakan rakyat negerinya menjadi kelinci percobaan vaksin dari China. Sementara China sendiri tak mau mengujicobakan pada rakyatnya sendiri," demikian tulis salah satu pengguna Twitter.

Pengguna Twitter lainnya juga menuliskan hal yang hampir sama, "Jangan mau di vaksin itu semua uji coba.... emang kita mau jadi kelinci percobaan.... ayoo kita lawan jgn mau jadi kelinci percobaan".

Menanggapi keramaian soal ini, PT Bio Farma selaku BUMN Indonesia yang menjalin kerja sama dengan Sinovac, meluruskan dan menepis anggapan tersebut.

Sekretaris Perusahaan PT Bio Farma Bambang Heriyanto mengatakan, ada beberapa hal yang perlu diluruskan terkait uji klinis fase III yang dijadwalkan dimulai Agustus ini.

"Pertama, bahwa vaksin Sinovac ini memang masih dalam tahap pengembangan, riset. Ini (uji klinis) bagian dari riset. Semua vaksin maupun obat baru, itu harus diuji dulu," kata Bambang saat dihubungi Kompas.com, Senin (27/7/2020).

Ia menjelaskan, sesuai standar dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahap pertama pengujian vaksin dilakukan pada hewan atau disebut tahap praklinis.

"Jadi sebelum dicoba ke manusia, sudah dicoba dulu pada hewan. Lalu dilihat tingkat keamanannya juga khasiatnya. Kalau memenuhi syarat baru masuk ke fase I," kata Bambang.

Hal pertama yang dilihat adalah faktor keamanan vaksin dengan melakukan uji coba pada 50-100 orang relawan.

Bambang mengatakan, tahap ini sudah dilakukan oleh Sinovac di China. Fase I ini adalah tahap yang paling berat, sehingga tidak tepat bila Indonesia disebut sebagai kelinci percobaan China.

"Justru yang paling berat itu di sini, fase I, karena melihat keamanan. Sebetulnya, fase I yang paling critical. Kalau fase I memenuhi syarat, masuk ke fase II," kata Bambang.

Pada fase II, akan dilakukan penilaian terhadap khasiat, efektivitas, dosis, juga efek samping vaksin. Fase II ini melibatkan sekitar 200-500 orang relawan.

"Kan fase I sudah aman, nah di fase II kita melihat 'Ini benar enggak sih memberikan khasiat, memberikan kekebalan?' pada populasi yang kecil," kata Bambang.

Setelah melewati fase II, maka vaksin akan menjalani uji klinis fase III.

Bambang menjelaskan, tujuan fase III sama dengan fase II, yakni melihat khasiat dan efektifitas vaksin, hanya saja probability-nya lebih besar dan cakupan populasi untuk pengujian diperluas.

Di Indonesia, uji klinis fase III akan melibatkan 1.620 relawan.

Bambang mengatakan, uji klinis fase III di Indonesia akan dilakukan oleh lembaga independen, yakni tim dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran dan diawasi oleh Komite Etik serta Badan POM.

Pada tahap ini, Bio Farma hanya berperan sebagai pihak yang menyediakan vaksin, dan tidak melakukan uji klinis. Sehingga, hasil dari uji klinis ini tidak diragukan keabsahannya.

Tidak hanya di Indonesia

Bambang mengatakan, uji klinis fase III vaksin Sinovac ini tidak hanya dilakukan di Indonesia saja.

Uji klinis juga dilakukan juga secara paralel di beberapa negara, seperti Brazil, Chile, Turki, dan Bangladesh.

"Kalau menurut kami, kita (Indonesia) beruntung. Karena kita mau melihat respon yang muncul terhadap perbedaan ras, perbedaan geografis, antar negara-negara yang sedang diuji ini," kata Bambang.

Ia menyebutkan, dengan adanya uji klinis di Indonesia, maka bisa diketahui kesesuaian vaksin dari Sinovac dengan penduduk Indonesia.

Berbeda bila langsung impor, belum tentu vaksin yang tidak melewati uji klinis di Indonesia akan cocok digunakan.

"Kalau kita dengan uji klinis, nanti kan ketahuan khasiatnya," kata Bambang.

"Fase I nya di Belgia. Fase II nya di Panama. Apa orang Belgia dan Panama berkata 'Wah ini saya jadi kelinci percobaan ini'. Enggak, ini normal," kata Bambang.

Ia juga mencontohkan produk lain dari Bio Farma, yaitu vaksin Pentabio, yang proses uji klinisnya mulai dari fase I hingga fase III dilakukan di Indonesia. Namun, hal itu tidak pernah diributkan oleh masyarakat.

"Memang seperti itu prosedurnya. Mungkin sekarang ini karena banyak disorot ya jadi kesannya seperti kita jadi kelinci percobaan," kata Bambang.

Selain itu, fase III juga relatif lebih aman dibanding fase I dan II yang sudah dilakukan terlebih dulu di China.

Ia mengatakan, yang dilakukan Indonesia saat ini adalah mengonfirmasi ulang efek dan khasiat vaksin Sinovac.

Bambang menuturkan, tidak menutup kemungkinan bahwa uji klinis fase III ini akan menemui kegagalan.

Jika demikian, maka pengujian akan dihentikan, penelitian dimulai kembali dari awal, dan izin edar tidak akan dikeluarkan.

"Untuk melakukan uji klinis ini ada beberapa izin yang harus ditempuh. Pertama dari Komite Etik yang akan mengawasi uji klinis ini mulai dari awal sampai akhir. Kedua, setelah dari Komite Etik, nanti diproses lebih lanjut di Badan POM untuk mendapatkan Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinis (PPUK)," kata Bambang 

PPUK wajib diperoleh karena saat ini vaksin masih dalam tahap riset dan belum memiliki izin edar. Uji klinis fase III ini adalah tahap akhir dalam proses pengembangan vaksin.

Ia mengatakan, BPOM juga melakukan review terhadap hasil fase I dan II yang dilakukan di China, sebelum menerbitkan PPUK. Sehingga, dapat dipastikan bahwa vaksin yang digunakan dalam uji klinis fase III ini aman bagi manusia.

"Jelek-jeleknya, paling enggak muncul antibodi (kekebalan). Nanti kalau sudah selesai, izin edar diurus dan keluar sertifikat bahwa vaksin ini boleh digunakan," kata Bambang.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/07/27/133700965/benarkah-indonesia-jadi-kelinci-percobaan-vaksin-china-ini-tanggapan-bio

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke