Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Cerita Javas, Mahasiswa Nonmedis Relawan Covid-19 di RSUI: Enggak Bayangin Pakai APD Lengkap

KOMPAS.com - Kondisi pandemi Covid-19 yang menimpa semua kalangan tanpa kecuali, membuat semua orang merasa memiliki kepedulian bersama.

Adanya kesamaan kondisi yang dialami ini membuat sejumlah orang terpanggil untuk ikut berkontribusi memberikan bantuan sesuai dengan kemampuannya.

Apalagi, jika melihat banyak pihak yang kesulitan mulai dari masyarakat pekerja nonformal, tenaga medis, dan lain-lain selama menghadapi serangan wabah penyakit ini.

Kontribusi baik banyak diberikan dengan cara menggalang dana, berdonasi, terjun menjadi relawan di lapangan, atau sesederhana dengan mengikuti anjuran pemerintah untuk tinggal di rumah saja.

Javas Rizqi Ramadhan (21), seorang mahasiswa semester 6 program studi Kesejahteraan Sosial Fisip Universitas Indonesia memilih untuk turun tangan menjadi relawan di RS UI yang per 1 April kemarin ditunjuk menjadi salah satu rumah sakit rujukan bagi penderita Covid-19.

Saat dihubungi Kompas.com, Senin (27/4/2020) siang, Javas mengaku motivasinya mendaftarkan diri sebagai relawan di RSUI datang dari panggilan hati dan rasa ingin membantu sesama.

"Sebenarnya kalau untuk niatnya sendiri, karena memang betul-betul ingin bantu, kebetulan punya tenaga dan melihat kondisi sekarang teman-teman di bidang kesehatan terbatas sekali," kata Javas.

Ketika pertama kali melihat pengumuman rekruitmen relawan yang dibuka oleh RS UI, Javas mengaku tertarik karena di sana dibuka peluang untuk orang-orang yang datang bukan dari ranah medis, seperti dirinya.

"Jadi kemarin memang, pas ngelihat informasi ada pendaftaran relawan di akun media sosialnya RSUI kan memang ada beberapa pos yang bisa diisi dari background yang di luar medis, yaudah akhirnya bismillah mutusin coba daftar," sebutnya.

Apalagi, dia memiliki teman yang bekerja sebagai perawat di RSUI, jadi dia mengaku mengetahui kondisi di sana yang memang mengalami kekurangan tenaga.

Javas mengaku relawan yang berasal dari kalangan umum ini jumlahnya tidak sebanyak relawan yang berasal dari latar belakang medis, seperti keperawatan.

Meski tidak memiliki latar belakang medis atau ilmu keperawatan, namun saat ini Javas ditempatkan di pos Asisten Perawat, karena tenaganya sangat dibutuhkan mengingat keterbatasan SDM yang ada.

"Kalau yang di Asisten Perawat ini rata-rata lulusan SMA/SMK Keperawatan, harusnya memang punya basic kesehatan, cuma kemarin karena kondisinya di RSUI ini benar-benar kekurangan dan butuh tenaga tambahan akhirnya saya diterima walaupun saya datang dari rumpun sosial," jelasnya.

Orang tua mendukung

Pemuda asal Subang, Jawa Barat ini mengaku mendapatkan dukungan penuh dari keluarganya di rumah. Terutama dari kedua orangtuanya.

Izin orangtua menurut Javas penting untuk dikantungi, selain juga kesiapan mental, sebelum akhirnya melakukan kegiatan kerelawanan ini.

"Ayah sendiri waktu masih muda aktif di bidang kerelawanan, jadi pas saya izin justru ayah saya dukung 100 persen. 'Kalau misalkan papa masih muda mungkin papa udah terjun dari awal'," kata Javas menirukan ucapan sang ayah.

Dukungan itu menjadi motivasi tersendiri baginya  untuk semakin mantap terjun menjadi relawan, meskipun ia menyadari ada risiko yang harus ditanggung.

Menceritakan kapasitas penanganan Covid-19 di RSUI, Javas menyebut hingga saat ini semua masih memadai, mulai dari tenaga kerja yang tidak terlalu kekurangan, juga stok Alat Perlindungan Diri (APD) yang masih terbilang cukup.

"Sejauh ini sih (APD) mencukupi, walaupun belakangan kalau saya lihat sepertinya stok APD semakin berkurang, enggak sebanyak waktu awal saya masuk (1/4/2020)," kisah Javas.

Dalam kontrak perjanjian awal ketika proses rekruitmen, Javas dan teman-teman lainnya akan diperbantukan selama 2 bulan, untuk Javas kontrak ini berarti akan berlaku hingga 31 Mei 2020.

Namun, dia mengaku jika masih diberikan kemampuan dan kesempatan, dia akan memperpanjang masa kontrak kerelawanannya di RSUI.

"Bahkan kalau misalkan nanti ada kesempatan, kalau kerelawanan ini masih berlanjut, insya Allah saya punya tekad dan komitmen kalau masih diberikan kesehatan dan kemampuan, saya akan lanjutkan," ujar dia.

Begini rasanya memakai APD...

Salah satu hal yang paling berkesan bagi Javas selama menjadi relawan Covid-19 di RSUI adalah ketika ia berkesempatan mengenakan APD lengkap yang menutup hampir seluruh tubuhnya.

Di sana ia menyadari betapa sulitnya bertugas menjadi tenaga medis di masa pandemi seperti ini. Penggunaan APD itu menuntut ia dan pengguna yang lain untuk bisa menahan diri tidak makan atau minum, agar dapat mengurangi keinginan buang air.

"Saya enggak pernah bayangin sampai akhirnya dapat kesempatan buat pakai APD lengkap, ternyata memang para tenaga medis seberat itu perjuangannya, bisa melakukan penanganan terhadap Covid ini," ujarnya.

Kontribusi lah semampumu

Javas berpesan kepada semua, khususnya para pemuda, untuk bisa bersama-sama berkontribusi memutus mata rantai penyebaran virus corona.

Kontribusi itu tentu disesuaikan dengan kapasitas atau kemampuan masing-masing.

"Kita bisa membantu, kita bisa berkontribusi sesuai dengan kemampuan masing-masing. Banyak yang menggalang donasi, banyak yang turun langsung ke lapangan, atau seminimal-minimalnya berdiam di rumah kalau memang tidak bisa melakukan hal yang tadi," kata Javas.

Selain itu, Javas yang sudah merasakan ada di lingkungan tenaga medis menangani Covid-19 juga berharap masyarakat tidak lagi memberi stigma negatif kepada para tenaga kesehatan yang telah berjuang menempatkan keselamatannya pada risiko yang begitu tinggi.

"Itu satu hal yang miris sekali, saya merasakan di lapangan langsung, pakai APD, melakukan penanganan, itu sulit, sesulit itu tapi di masyarakat distigma (negatif)," ungkapnya.

Jadi, masyarakat sebisa mungkin jangan menambah gaduh suasana, berilah kontribusi terbaik untuk membuat situasi mennjadi kondusif.

Waktu istirahat berkurang

Untuk urusan membagi jadwal, Javas mengaku tidak ada kesulitan yang begitu berarti. Pasalnya ia telah membuat kesepakatan dengan pihak rumah sakit agar jadwal tugasnya disesuaikan dengan jadwal perkuliahan yang ada.

Saat ini Javas juga tengah mempersiapkan proposal penelitian sebagai langkah awal mengerjakan skripsi.

Semua itu masih bisa diatur, namun ia mengaku waktu istirahat yang dimilikinya semakin pendek.

"Sebetulnya kendalanya bukan ke manajemen, tapi lebih kepada waktu istirahat jadi berkurang,"

"Misal tadi saya baru shift malam, dari jam 21.00-07.30 WIB, terus ke penginapan dan jam 11 sudah harus ada kelas online, jadi waktu istirahatnya terbatas. Belum juga tugas lain yang harus dijalankan juga," lanjutnya.

Kisah relawan mahasiswa lain

Tak hanya Javas, ada juga kisah mahasiswa UI lain yang turun tangan menjadi relawan di rumah sakit untuk menangani meningkatnya pasien Covid-19.

Misalnya Sri Agustrin Tabara, mahasiswa Magister Keperawatan dan Sofina Izzah mahasiswa Program Profesi Ners Fakultas Ilmu Keperawatan (FIK) Universitas Indonesia (UI).

Keduanya yang memiliki latar belakang pendidikan di bidang keperawatan, membuat Sri dan Sofianan ditempatkan di bagian-bagian yang secara langsung berhadapan dengan pasien Covid-19. Tidak seperti Javas.

Bagi Sri, menjadi relawan kesehatan di masa sekarang ini merupakan panggilan negara yang harus ia penuhi.

"Saya sangat terbebani ketika melihat meningkatnya kebutuhan tenaga medis dan tenaga kesehatan karena pasien terus bertambah dari hari ke hari," kata Sri dalam keterangan Humas KIP UI.

Pun dengan Sofina, ia menganggap tindakan yang ia ambil saat ini sebagai relawan perawat, memiliki arti sebagai sebuah tindakan kepahlawanan bagi bangsa yang membutuhkan.

Ia mengaku tidak khawatir menjalankan tugasnya di RSUI dan harus berhadapan langsung dengan pasien Covid-19, karena dibekali Alat Perlindungan Diri (APD) lengkap.

Sementara untuk membagi waktu dengan tuntutan perkuliahan, Sri dan Sofina menyebut tidak ada masalah yang berarti, karena kampus memberikan kemudahan bagi mahasiswanya yang terjun menjadi relawan.

Misalnya dengan membebaskan mereka dari tugas perkuliahan online dan menghitung kegiatan kerelawanan ini dalam sistem kredit semester (SKS).

Selama bertugas menjadi relawan sejak awal April lalu, Sri mengaku ada satu hal yang menurutnya paling berkesan, yakni ketika ia melihat perkembangan baik pasien-pasien yang dirawat.

Selain itu, ia juga sangat senang ketika mendapat dukungan dari keluarga pasien dan tenaga medis lainnya atas apa yang ia kerjakan.

"Hal tersebut merupakan vitamin C bagi saya dan tenaga kesehatan serta tenaga medis lainnya. Juga merupakan sumber kekuatan dalam memberikan pelayanan yang terbaik," ujar Sri.

 

https://www.kompas.com/tren/read/2020/04/28/083000665/cerita-javas-mahasiswa-nonmedis-relawan-covid-19-di-rsui-enggak-bayangin

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke