Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Cerita Guru Mengajar Lewat Online: Terkendala Fasilitas hingga Ditinggal Mabar Siswa

KOMPAS.com - Setelah merebaknya virus corona di sejumlah wilayah Indonesia, banyak pemerintah daerah mulai menerapkan kebijakan pembelajaran jarak jauh (PJJ).

Dengan adanya kebijakan ini diharapkan melindungi siswa dari paparan Covid-19, sebab para siswa belajar dari rumah. 

Kegiatan pembelajaran jarak jauh ini dimulai pada pertengahan Maret hingga saat ini, sambil terus melihat perkembangan virus corona Covid-19.

Total ada sekitar 28,6 juta siswa dari SD sampai dengan SMA/SMK di sejumlah provinsi yang harus menjalani program belajar mengajar jarak jauh ini, dikutip dari Harian Kompas, 26 Maret 2020.

Jumlah itu belum termasuk mahasiswa yang juga mengalami nasib sama. Sampai dengan 18 Maret 2020, tercatat 276 perguruan tinggi negeri dan swasta di Indonesia yang menerapkan kuliah daring.

Jumlah tersebut dipastikan akan terus bertambah seiring meluasnya wabah virus corona di Indonesia. Pada tataran global, tercatat lebih dari 1,5 miliar peserta didik dari 192 negara yang terdampak virus corona, merujuk pada data UNESCO.

Siap atau tidak, sekolah terpaksa harus siap dan beradaptasi dengan metode pembelajaran baru di tengah ketidakpastian akibat wabah virus corona.

Terkendala fasilitas

Nurul Istiqomah, seorang guru di MTsN 1 Kota Bima, Nusa Tenggara Barat mengatakan, sejak 18 Maret para siswa sudah melakukan kegiatan pembelajaran dari rumah.

Setiap hari, guru memberikan tugas untuk dikerjakan dan dikumpulkan ketika kegiatan pembelajaran kembali normal. Menurutnya, pembelajaran melalui teleconference baru bisa dimulai hari ini, Senin (13/4/2020).

"Laman (teleconference) baru bisa digunakan sekarang," kata Nurul saat dihubungi, Senin (13/4/2020).

Sayangnya, proses pembelajaran via teleconference ini juga mendapat protes dari orang tua siswa karena banyak dari mereka yang tidak memiliki fasilitas pendukung. Saat ini, pihak sekolah pun masih mencari solusi terbaik untuk mengatasi masalah ini.

Kondisi serupa diungkapkan Efendi, guru mata pelajaran PKn di SMPN di Jawa Tengah. Menurutnya guru yang daerah pinggiran agak susah sinyal dan siswa tidak punya gawai dan paketan internet yang mendukung.

Selain itu imbasnya juga menjadi kesulitan untuk mengembangkan pembelajaran karena kesulitan memanfaatkan berbagai menu atau fitur online yang ada

"Jadi grup WA hanya bisa dipakai sebagai media tanya jawab seperti di kelas biasa. Padahal jika fasilitas online mendukung bisa mengajak siswa memanfaatkan banyak fitur belajar online yang menarik. Kita yang di daerah pinggiran atau akses internet sulit masih belum maksimal untuk pembelajaran online intinya," kata dia.

32 siswa, yang online 5

Selain masalah fasilitas saat pembelajaran online, Efendi juga merasakan pengalaman berbeda mengajar di kelas dan harus melalui online. Salah satunya mengenai kehadiran muridnya. 

"Kalau jadwal pagi biasanya dari 32 anak, yang respons untuk belajar online di grup WA sekitar 5 anak. Yang lain jika ditanya. 'Pada kemana anak-anak?' Jawabnya 'ada yang mabar dan ada yang belum bangun pak'," kata dia menceritakan. 

Selain itu jika diajak nonton video pendek atau buka situs untuk bahan belajar, sejumlah siswa juga mengeluh. Siswanya beralasan paket internet yang mereka miliki hanya paket internet untuk chatting saja.

"Ada juga anak yang biasanya diem di kelas ini tiba-tiba saat belajar online aktif terus. Setelah dicek ternyata yang pegang hape ternyata orangtuanya. Ya namanya anak-anak sekolah di pinggiran lucu-lucu tingkahnya. Yang penting mereka tetep belajar dan tidak stress agar imunnya tidak menurun," ungkap dia. 

Sementara mengenai belajar dengan menonton TVRI, di kelasnya pada pagi hari belajar online mata pelajaran. Kemudian pada siang hari, anak-anak didampingi wali kelas melihat  TVRI membahas materi yang disampaikan. 

"Tetap kuota internet yang berat, soalnya kalau bahas materi tetap online minimal menggunakan WA," jawabnya. 

Memilih WhatsApp

Sementara itu, seorang guru di MAN 1 Klaten, Nurul Aini mengaku diberi kebebasan untuk melakukan kegiatan pembelajaran jarak jauh.

"Ada yang pakai e-learning dari Kemenag, ada yang pakai Google Classroom. Saya lebih memilih grup WhatsApp karena siswa lebih mudah dikondisikan," kata Aini kepada Kompas.com, Senin (13/4/2020).

Minimnya fasilitas pembelajaran, seperti gawai, laptop, dan sinyal internat menjadi alasan lain mengapai Aini memilih pembelajaran melalui WhatsApp.

Kondisi berbeda dirasakan oleh Inas Nur Rasyidah, seorang guru di MIN 14 Al Azhar Asy Syarif, Jakarta Selatan.

Pembelajaran berbasis daring yang biasa diterapkan sekolahnya membuat proses pembelajaran dari rumah tak menemui kendala berarti.

"Tugas-tugas tambahan pun kami share lewat grup WhatsApp yang berisi wali murid per kelasnya," kata Inas saat dihubungi.

Selain itu, sekolah juga memberikan aplikasi latihan soal berbasis daring yang bisa diakses melalui gawai atau laptop masing-masing.

Rindu suasana kelas

Kendati demikian, Inas mengaku rindu akan suasana belajar di kelas dengan segala tingkah laku siswanya.

"Saya merasakan rindu mengajar di sekolah. Bisa berinteraksi langsung atau tatap muka dengan siswa. Bisa mengawasi langsung perkembangan siswa," kata Inas.

"Karena pada dasarnya kami guru bukan hanya mengajar, tapi juga mendidik siswa," sambungnya.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/04/13/184500465/cerita-guru-mengajar-lewat-online-terkendala-fasilitas-hingga-ditinggal

Terkini Lainnya

Duduk Perkara Kepala Bea Cukai Purwakarta Dibebastugaskan, Buntut Harta Kekayaan Tak Wajar

Duduk Perkara Kepala Bea Cukai Purwakarta Dibebastugaskan, Buntut Harta Kekayaan Tak Wajar

Tren
Ini yang Terjadi pada Tubuh Ketika Anda Latihan Beban Setiap Hari

Ini yang Terjadi pada Tubuh Ketika Anda Latihan Beban Setiap Hari

Tren
Pendaftaran Sekolah Kedinasan Dibuka Besok, Berikut Link, Jadwal, Formasi, dan Cara Daftar

Pendaftaran Sekolah Kedinasan Dibuka Besok, Berikut Link, Jadwal, Formasi, dan Cara Daftar

Tren
Ramai soal Ribuan Pendaki Gagal 'Muncak' di Gunung Slamet, PVMBG: Ada Peningkatan Gempa Embusan

Ramai soal Ribuan Pendaki Gagal "Muncak" di Gunung Slamet, PVMBG: Ada Peningkatan Gempa Embusan

Tren
Apa yang Terjadi pada Tubuh Saat Berhenti Minum Teh Selama Sebulan?

Apa yang Terjadi pada Tubuh Saat Berhenti Minum Teh Selama Sebulan?

Tren
Bisakah Hapus Data Pribadi di Google agar Jejak Digital Tak Diketahui?

Bisakah Hapus Data Pribadi di Google agar Jejak Digital Tak Diketahui?

Tren
Berapa Lama Jalan Kaki untuk Ampuh Menurunkan Kolesterol?

Berapa Lama Jalan Kaki untuk Ampuh Menurunkan Kolesterol?

Tren
Tragedi Biaya Pendidikan di Indonesia

Tragedi Biaya Pendidikan di Indonesia

Tren
Meski Tinggi Kolesterol, Ini Manfaat Telur Ikan yang Jarang Diketahui

Meski Tinggi Kolesterol, Ini Manfaat Telur Ikan yang Jarang Diketahui

Tren
Prakiraan BMKG: Wilayah yang Berpotensi Dilanda Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 14-15 Mei 2024

Prakiraan BMKG: Wilayah yang Berpotensi Dilanda Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 14-15 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] UKT dan Uang Pangkal yang Semakin Beratkan Mahasiswa | Kronologi Kecelakaan Bus Subang

[POPULER TREN] UKT dan Uang Pangkal yang Semakin Beratkan Mahasiswa | Kronologi Kecelakaan Bus Subang

Tren
NASA Tunjukkan Rasanya Masuk ke Dalam Lubang Hitam

NASA Tunjukkan Rasanya Masuk ke Dalam Lubang Hitam

Tren
Usai Ditekuk Arsenal, Atap Stadion Manchester United Jebol dan Air Membanjiri Lapangan

Usai Ditekuk Arsenal, Atap Stadion Manchester United Jebol dan Air Membanjiri Lapangan

Tren
Venezuela Akan Jadi Negara Pertama yang Kehilangan Gletser, Berikutnya Indonesia

Venezuela Akan Jadi Negara Pertama yang Kehilangan Gletser, Berikutnya Indonesia

Tren
Film Vina: Sebelum 7 Hari Dikritik, Ini Kata Lembaga Sensor Film

Film Vina: Sebelum 7 Hari Dikritik, Ini Kata Lembaga Sensor Film

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke