Struktur bangunan Candi Borobudur juga menggunakan batu andesit yang digunakan pada situs-situs pemujaan sebelum Hindu-Buddha masuk ke Indonesia.
Selain itu, penyusunan batu-batu candi menggunakan teknik yang disusun dengan tidak menggunakan semen (sistem lock) yang sudah digunakan masyarakat lokal pada punden berundak.
Baca juga: Apakah Candi Borobudur Peninggalan Nabi Sulaiman?
Bentuk keseluruhan bangunan yang berundak-undak menyerupai punden berundak, merupakan gaya arsitektur zaman Megalitikum yang telah ada di Indonesia sejak zaman praaksara.
Secara keseluruhan, bangunan Candi Borobudur melambangkan tingkatan spiritualitas dalam ajaran Buddha, dari Kamadhatu (dunia nafsu), Rupadhatu (dunia bentuk), dan Arupadhatu (dunia tanpa bentuk).
Bagian Rupadhatu, yang merupakan tingkatan kedua dari Candi Borobudur, melambangkan tingkatan manusia yang sudah mulai meninggalkan duniawi.
Pada Rupadhatu, terdapat arca Tathagatha yang melambangkan seseorang yang telah tiba.
Dalam ajaran Buddha, Tathagatha memiliki arti tahapan Buddha atau pencapaian seorang Buddha.
Pembuatan arca Tathagatha pada Candi Borobudur menyerap kebudayaan India dan menyesuaikannya dengan tradisi lokal yang bisa dilihat melalui ukiran ornamen yang terdapat pada pahatan jubah.
Arca Tathagatha juga menjadi ciri dari gaya seni masa Dinasti Syailendra Kerajaan Mataram Kuno, yang mencapai kejayaannya pada abad ke-8 dan ke-9.
Baca juga: Siapakah Arsitek Candi Borobudur?
Candi Borobudur dibangun berdasarkan orientasi matahari dan arah mata angin.
Arca yang terdapat pada Candi Borobudur diletakkan mengikuti penggambaran kehidupan Buddha (Sidharta Gautama).
Perjalanan kehidupan Sidharta Gautama tergambarkan pada empat buah sektor dalam Candi Borobudur sesuai dengan arah mata angin.
Letak Candi Borobudur yang dikelilingi oleh gunung-gunung dengan tempat yang tinggi, juga menjadi ciri masyarakat lokal dalam membangun tempat ibadah.
Referensi: