Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ulwan Fakhri
Peneliti

Peneliti humor di Institut Humor Indonesia Kini (IHIK3)

Kisah Komedian yang Bisa Dipelajari Cawapres

Kompas.com - 01/02/2024, 10:27 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Di momen tadi, contohnya, Kevin bisa memilih untuk berhenti dan menjadi komika di Philadelphia saja. Namun, ia kesampingkan gratifikasi instan itu dan memilih menempa diri di New York untuk memetik hasil yang lebih nikmat di kemudian hari.

Apalagi di masa kini, godaan gratifikasi instan atau short-term pleasure memang makin menjadi-jadi. Bentuknya bisa berwujud scrolling tanpa henti dan kehausan akan validasi di media sosial hingga secara tidak tahu malu menerima bermacam-macam bantuan dari keluarga untuk maju menjadi cawapres, tanpa berproses dulu dan mengikuti aturan yang sudah ada.

Padahal, selain lewat bukti-bukti anekdotal seperti cerita Kevin Hart di atas, efek dari bagaimana kita memperlakukan gratifikasi – menunda atau mengambilnya sekarang – juga sudah diuji secara ilmiah.

Profesor di bidang psikologi Stanford University, Walter Mischel, menjalankan eksperimen marshmallow-nya pertama kali tahun 1972.

Dalam studi ini, anak-anak yang menjadi sampel diberi pilihan, apakah ingin mengambil sebuah marshmallow yang tersaji di hadapannya sekarang atau menunggu sekitar 15 menit untuk mendapatkan dua buah marshmallow.

Dalam studi lanjutannya sekitar 20 tahun kemudian, terungkap bahwa anak-anak yang sanggup menunggu hingga mendapatkan marshmallow kedua (delayed gratification) cenderung memiliki skor akademik yang lebih baik, postur tubuh lebih ideal, dan beberapa karakteristik positif lain dibandingkan mereka yang tidak mampu menunggu (instant gratification).

Untung hingga akhir hayatnya, Profesor Mischel tidak sampai mereplikasi penelitian monumentalnya itu di Indonesia. Sebab, ia bisa menemukan tantangan dalam menjalankannya.

Lebih-lebih sekarang ini, yakni ketika seluruh masyarakat sudah bisa melihat contoh riil bagaimana seorang anak didukung sedemikian total oleh keluarganya demi mendapatkan jabatan.

Bayangkan, betapa tidak pusing Profesor Mischel, kalau di eksperimen ini mulanya ia mendapati seorang anak yang tampak sopan dan segan untuk memakan sebuah marshmallow di hadapannya.

Akan tetapi, ayah anak tadi bersama ibunya, pamannya, kakak iparnya, termasuk adiknya, diam-diam masuk ke ruang eksperimen dan membawakan sebungkus marshmallow dari luar, sehingga si anak bisa makan marshmallow sebanyak-banyaknya – bahkan lebih banyak dari yang akan ia dapat sebagai hadiah dari eksperimen ini jika berhasil menunda hasratnya.

Apabila praktik ini dibiarkan dan tidak ada yang mencoba menyadarkan masyarakat kita, bagaimana gratifikasi instan tidak makin merajalela dan merusak bangsa dalam beberapa tahun ke depan?

Di samping itu, ternyata ada konsep dari buku lain yang berkesinambungan dengan istilah yang mirip pula.

Jadi, ketika bakat sudah dijalankan dengan gigih dan tabah (grit), tetapi hasilnya belum sesuai yang diinginkan, maka yang bisa dilakukan adalah mentransformasikannya menjadi humor dengan teknik GRIT.

Dari pengalaman pribadi dan wawasan yang ia dapat salah satunya sebagai Certified Humor Professional dari Association for Applied and Therapeutic Humor (AATH), Jennifer Keith menjabarkan dalam Fixing the Funny Bone (2022) tahapan-tahapan yang perlu dilewati untuk mengkonversi tragedi dan trauma dengan humor.

Konsep tahapan itu ia sederhanakan menjadi GRIT, yakni Grief (luapkan dulu kesedihan), Relate (carilah komunitas yang sesuai untuk sama-sama berjuang dari masalah), Invest (investasi ke hal-hal yang membahagiakan diri), serta Transform (bingkai ulang masalah menjadi humor).

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com