Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Aidil Aulya
Dosen UIN Imam Bonjol Padang

Dosen UIN Imam Bonjol Padang

Gibran: Pembalasan Dendam Kehidupan Sang Ayah

Kompas.com - 25/01/2024, 11:39 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Anakmu bukanlah anakmu, mereka putra-putri Sang Hidup yang rindu pada diri sendiri”.

PENGGALAN puisi tersebut ditulis oleh Kahlil Gibran dalam buku “The Prophet” pada 1923.

Larik sajak Gibran tersebut begitu popular dan menusuk relung hati pembacanya. Dalam konteks apa Gibran menulis larik itu? Hanya dia yang tahu.

Ketika karya dilahirkan, dia tidak lagi menjadi pemiliknya. Karya itu menjadi anak peradaban yang bebas diinterpretasikan oleh siapapun.

Pembaca adalah pemilik penafsiran bebas. Bejibun para penafsir sastra menguraikan makna sajak itu, baik sastrawan ataupun yang sekadar terpincut dengan bahasanya.

Sebagai seorang anak yang dilahirkan di Lebanon, masa kecil Gibran tidak terlalu banyak diceritakan dengan detail. Para penyuka Gibran lebih banyak mengulik hal ihwal karyanya, bukan kehidupan pribadi.

Akan tetapi, ada fragmen menarik dari pengalaman hidup Gibran yang berhubungan dengan ayahnya.

Ayah Gibran bernama Khalil yang merupakan suami kedua dari ibunya, Kamila. Menurut catatan Paul-Gordon Chandler dalam buku “In Search of a Prophet: A Spiritual Journey with Kahlil Gibran”, ayah Gibran pada awalnya bekerja di apotek.

Dalam kehidupannya, Khalil dikenal sebagai seorang alkoholik dan terjerat hutang karena kebiasaan berjudi.

Pendek cerita, ayah Gibran dipenjara dan aset properti keluarganya disita karena kasus penggelapan.

Setelah peristiwa itu, dalam catatan Chandler, Gibran, ibu, dan dua orang saudaranya pindah ke Amerika Utara menyusul kelurga lainnya.

Nyaris tidak banyak keterangan hubungan antara Gibran dan ayahnya. Hubungan keduanya tergambar secara fluktuatif.

Sekali waktu, dia menceritakan kenangan indah bersama ayahnya, dan di lain kesempatan dia menguraikan bagaimana ayahnya mendidik Gibran kecil.

Mikhail Naimy dalam buku, “Kahlil Gibran: A Biography” menceritakan satu peristiwa kehidupan Gibran kecil.

Suatu hari, Gibran pulang dari sekolah dengan keadaan mulut berdarah dan telinganya tergores parah. Dia mengaku ke ibu dan ayahnya kalau dia bertengkar di sekolah karena dipanggil banci oleh temannya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com