Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

4 Tokoh Sarekat Islam dan Kiprahnya

Kompas.com - 09/01/2024, 18:00 WIB
Endang Mulyani,
Tri Indriawati

Tim Redaksi

KOMPAS.COM - Sarekat Islam yang sebelumnya dikenal sebagai Sarekat Dagang Islam, didirikan oleh Haji Samanhudi di Surakarta pada 16 Oktober 1905.

Gerakan Sarekat Islam berakar pada prinsip-prinsip agama dan ekonomi kerakyatan.

Organisasi ini bertujuan melindungi hak-hak pedagang pribumi dari monopoli perdagangan yang dipegang oleh para pengusaha Tionghoa.

Beberapa orang percaya bahwa pembentukan Sarekat Dagang Islam akan membantu mereka untuk lebih bersaing dengan para pedagang dari negara lain, terutama yang berasal dari Asia dan Afrika.

Keberhasilan Sarekat Islam tidak terlepas dari peran tokoh-tokohnya, di antaranya Haji Samanhudi, HOS Tjokroaminoto, Semaun, dan Abdul Muis.

Haji Samanhudi

Haji Samanhudi yang memiliki nama kecil Sudarno Nadi adalah pendiri Sarekat Dagang Islam (SDI).

SDI merupakan sebuah organisasi massa di Indonesia yang pada awalnya merupakan wadah bagi para pengusaha batik di Surakarta. Awalnya, SDI terlibat dalam produksi batik.

Baca juga: Mengapa Sarekat Islam Terbagi Menjadi Dua?

Terbentuknya SDI dilatarbelakangi kesadaran Samanhudi akan kesenjangan yang dialami para pedagang lokal dibandingkan pedagang Tionghoa akibat perlakuan pemerintah kolonial Belanda.

Melihat hal ini, Samanhudi berpendapat bahwa para pedagang pribumi harus membentuk organisasi sendiri untuk melindungi kepentingan mereka.

Untuk mewujudkan cita-cita itu, ia lantas mendirikan Sarekat Dagang Islam pada 1905.

SDI kemudian berubah nama menjadi Sarekat Islam (SI) sesuai keputusan dalam kongres yang digelar pada 1906.

HOS Tjokroaminoto

Raden Hadji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto adalah salah satu pemimpin Sarekat Islam (SI).

Ia lahir pada 6 Agustus 1882 di Ponorogo, Jawa Timur.

Tjokroaminoto adalah anak kedua dari 12 bersaudara. Ayahnya, RM Tjokroamiseno, adalah seorang pejabat pemerintah pada saat itu. 

Kakeknya, RM Adipati Tjokronegoro, juga pernah menjabat sebagai bupati Ponorogo.

Sebagai salah satu perintis pergerakan nasional, Tjokroaminoto adalah bapak ideologis dari tiga orang yang kelak mewarnai sejarah perjuangan Indonesia.

Mereka adalah Musso yang beraliran sosialis komunis, Soekarno yang nasionalis, dan Kartosuwiryo yang religius.

Baca juga: Oemar Said Tjokroaminoto: Kehidupan, Peran, dan Gerakan Islam

Pada Mei 1912, Tjokroaminoto bergabung menjadi anggota organisasi Sarekat Islam.

la meninggal dunia pada 17 Desember 1934 setelah jatuh sakit sehabis mengikuti Kongres Sarekat Islam di Banjarmasin.

Tjokroaminoto dimakamkan di TMP Pekuncen Yogyakarta.

Semaoen

Semaoen lahir di Curahmalang, yang terletak di Kabupaten Jombang, Jawa Timur, pada 1899.

Ia adalah tokoh Sarekat Islam yang kemudian menjadi ketua pertama Partai Komunis Indonesia (PKI).

Pada usia 14 tahun, ia pertama kali muncul di kancah politik.

Sebelumnya, Semaoen merupakan anggota Sarekat Islam Surabaya yang secara resmi didirikan pada 1914.

Pada 1915, ia bertemu dengan Sneevliet yang mengajaknya bergabung dengan Vereeniging voor Spoor-en Tramweg Personeel (VSTP) Surabaya dan Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV) Surabaya, sebuah organisasi sosial demokratik di Hindia Belanda.

Baca juga: Daftar Lengkap Gubernur Jenderal Hindia Belanda

Bersamaan dengan kepindahannya ke Semarang pada 1916, Semaoen mengundurkan diri dari posisinya di Staatsspoor dan menerima pekerjaan sebagai juru propaganda VSTP.

Faktor-faktor penting yang membuat Semaoen menjadi terkenal di kedua organisasi itu adalah kemampuannya membaca dan mendengar bahasa Belanda, keinginannya untuk memperdalam pengetahuannya melalui studi mandiri, dan persahabatan kuat dengan Sneevliet.

Kemudian, ia mengawasi pengelolaan dua surat kabar, yakni Sinar Djawa dan Sinar Hindia milik Sarekat Islam Semarang. Ia juga terlibat di harian VSTP yang berbahasa Melayu.

Dalam kelompok tersebut, Semaoen adalah anggota termuda. Dia mendapatkan reputasi sebagai jurnalis yang jujur dan tanggap ketika masih remaja.

Dalam mengkritik kebijakan kolonial, perhatiannya yang tajam menjadi senjata ampuh.

Selain itu, ia bergabung dengan anggota dewan pimpinan Sarekat Islam pada 1918.

Pemogokan buruh merupakan bagian utama dari peran Semaoen sebagai ketua SI Semarang.

Sebanyak 300 pekerja di sektor mebel melakukan pemogokan pada awal 1918. Ini merupakan pemogokan terbesar dan tersukses pada tahun itu.

Para pekerja di sektor percetakan kembali melakukan pemogokan pada 1920 dengan bantuan Sarekat Islam Semarang.

Lewat pemogokan ini, para pekerja berhasil mendapatkan kenaikan gaji sebesar 20 % dan tunjangan makanan sebesar 10 %.

Baca juga: Kekejaman PKI di Indonesia

Abdul Muis

Penulis sekaligus jurnalis Indonesia, Abdul Muis, lahir pada 3 Juli 1883, di Sungai Puar, Bukittinggi, Sumatera Barat, dan meninggal pada tanggal 17 Juni 1959, di Bandung, Jawa Barat.

Ia pernah menjadi wakil dari Centraal Sarekat Islam di Volksraad pada 1918 dan menyelesaikan pendidikan kedokteran di Stovia yang sekarang menjadi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Abdul Muis dikukuhkan sebagai pahlawan nasional pertama Indonesia dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Cikutra-Bandung pada 30 Agustus 1959.

Pengukukah Abdul Muis sebagai pahlawan nasional ditetapkan Presiden Soekarno  melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 218 tahun 1959, tertanggal 30 Agustus 1959.

Referensi:

  • Oktavianuri, D. (2018). Politik Etis Dan Pergerakan Nasional. Pontianak: Derwati Press.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com