Tidak butuh waktu lama, Menak Sopal dan para pemuda berhasil menyelesaikan pembangunan bendungan.
Namun, saat baru saja selesai, tiba-tiba bendungan itu ambrol.
Menak Sopal bersama para pemuda bergegas memperbaiki bendungan itu, tetapi kembali ambrol.
Ternyata, penyebab bendungan air itu sering ambrol adalah seekor buaya putih besar yang sering merusak bendungan dengan kibasan ekornya.
Salah satu syarat agar buaya putih berhenti merusak bendungan adalah dengan memakan seekor kepala gajah putih.
Satu-satunya orang yang memiliki gajah putih di daerah itu adalah Mbok Randa di Desa Krandon.
Menak Sopal pun segera berangkat dan menemui Mbok Randa.
Sesampainya di rumah Mbok Randa, Menak Sopal mengutarakan keinginannya untuk meminjam gajah putih miliknya selama tiga hari.
Menak Sopal juga menyatakan dengan tegas bahwa Padepokan Sinawang akan bertanggung jawab penuh atas si gajah putih milik Mbok Randa.
Pada akhirnya, Mbok Randa bersedia meminjamkan gajah putih miliknya.
Segera setelah Menak Sopal kembali ke desanya, gajah putih itu disembelih dan kepalanya dilempar ke Sungai Bagong.
Setelah itu, bendungan kembali dibagun dan dapat berdiri dengan kokoh untuk menampung air dari Sungai Bagong.
Tiga hari sudah berlalu, Mbok Randa masih menunggu Menak Sopal mengembalikan gajah putihnya.
Namun, satu bulan berlalu, si gajah putih masih belum kembali ke pemiliknya.
Mbok Randa pun marah dan segera mengumpulkan massa untuk menyerbu Padepokan Sinawang.