Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Prof. Al Makin
Rektor UIN Sunan Kalijaga

Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Prof. Dr. phil. Al Makin, S.Ag. MA, kelahiran Bojonegoro Jawa Timur 1972 adalah Profesor UIN Sunan Kalijaga. Penulis dikenal sebagai ilmuwan serta pakar di bidang filsafat, sejarah Islam awal, sosiologi masyarakat Muslim, keragaman, multikulturalisme, studi minoritas, agama-agama asli Indonesia, dialog antar iman, dan studi Gerakan Keagamaan Baru. Saat ini tercatat sebagai Ketua Editor Jurnal Internasional Al-Jami’ah, salah satu pendiri portal jurnal Kementrian Agama Moraref, dan ketua LP2M (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat) UIN Sunan Kalijaga periode 2016-2020. Makin juga tercatat sebagai anggota ALMI (Asosiasi Ilmuwan Muda Indonesia) sejak 2017. Selengkapnya di https://id.m.wikipedia.org/wiki/Al_Makin.

Dari Republik Madinah ke Emperium Umayyah

Kompas.com - 16/06/2023, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

GUS Menteri Yaqut Cholil Qoumas selalu menegaskan pentingnya dedikasi para petugas kepada jamaah haji 2023. Membantu tanpa memerlukan argumen macam-macam. Kami para petugas di Mekkah dan Madinah sedia selalu.

Di Madinah sejak kami tiba kemarin, para jamaah menaiki bus-bus dengan pakaian ihram. Koper-koper jamaah diangkut ke kendaraan. Para lansia dituntun para petugas dan rekan-rekan kloter.

Kami tim monitoring dan evaluasi berkunjung dari satu sektor ke sektor lainnya di Madinah, membantu dan berusaha saling memahami: para pemimpin, petugas, dan jamaah.

Madinah adalah kotanya Nabi Muhammad SAW dan para sahabat, baik Anshar (penduduk lokal) atau Muhajirin (yang bermigrasi ke kota itu) untuk membangun republik.

Republik tidak sekadar Pemilu, tentu itu penting, tetapi menyangkut mental dan moral.

Republik di Romawi kuno sebelum berubah menjadi emporium adalah contoh untuk direnungkan.

Sayangnya, Senat dan Konsul (gubernur atau perdana menteri) tidak bisa mengendalikan pertentangan-pertentangan di forum yang dibawa ke luar forum sehingga menjadi konflik dan perang saudara berdarah.

Salah satunya adalah perang antara Julius Cesar (terbunuh 44 M) melawan Gnaeus Pompeius Magnus (terbunuh 48 SM), Marcus Tulius Cicero (terbunuh 43 SM), dan Markus Yunius Brutus (42 M).

Begitu juga, Madinah dibangun berdasarkan konfederasi antar suku: Aus, Khazraj, Quraish, Tsaqif, Kinanah, Bakr, Huzail, Ghatafan, Hilal, Tamim, Kinanah dan lain-lain. Suku-suku itu berdamai dan bersama-sama sepakat membangun Madinah.

Seperti Indonesia yang terdiri dari ratusan etnis, yang sepakat menjadikan Indonesia sebagai bahasa, identitas bangsa, dan negara.

Pemilihan khalifah, yaitu pengganti kepala negara setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, dengan cara kesepakatan sederhana antarelite, atau demokrasi representasi kira-kira. Belum ada Pemilu, polling, survei, atau ukuran popularitas dan elektabilitas calon pemimpin.

Abu Bakar adalah ahli tentang suku-suku, sejarah, nasab (geneologis), watak (sosiologis), afiliasi perlindungan dan dagang (hilf al-fudul), dan sesepuh yang mengayomi, baik Anshar maupun Muhajirin. Abu Bakar didaulat menjadi kepala Madinah.

Selanjutnya, Umar bin Khattab adalah tokoh pengambil risiko dan bervisi ke depan. Dialah yang melihat masa depan politisi muda dan rupawan Mu’awiyah bin Abi Sufyan, berdarah biru Quraish yang cerdas, cerdik, dan penuh dengan nilai-nilai tradisional Arab. Dia pemurah, pandai berkomunikasi dan berdiplomasi, dan cepat belajar.

Ustman bin Affan pun menyukai Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Akhirnya pemuda ganteng ini ditempatkan sebagai gubernur di Suriah, atau sering disebut sebagai Bilad al-Syam.

Istilah itu bisa merujuk ke Romawi kuno Barat di Roma, di Timur ibu kotanya Konstantinopel, atau sekitar Suriah dan Libanon.

Masalahnya adalah persaingan politis antara Ali bin Abi Thalib, sekaligus menantu Nabi Muhammad, dan Mu’awiyah tak terbendung.

Ali seorang ahli strategi perang, lurus, dan gudangnya ilmu, tetapi mungkin bukan politisi. Khalifah Umar sejak awal melihat itu.

Utsman tampaknya sama. Namun, kharisma Ali dalam ilmu dan pertempuran tetap menjadi marwah tersendiri.

Seperti sejarah Romawi kuno, sejarah agama-agama yang lain yang juga diwarnai kekelaman konflik politik, Islam pun awalnya juga begitu.

Semua khalifah empat itu mengalami tragedi ala Romawi kuno seperti Julius Cesar, Pompei, Marcus Porcius Cato (bunuh diri 149 SM), Markus Antonius (gugur 30 SM) dan lain-lain.

Empat khilafah Islam itu menjadi korban dari tak terkendalinya republik atau cikal bakal demokrasi, sama dengan para politisi, senat, jenderal dan konsul Roma.

Demokrasi era kuno dari Yunani, Romawi sampai Madinah tidak bisa menjanjikan stabilitas lama. Pendidikan tidak merata antarrakyat dan elite, ekonomi, otoritas juga.

Pertentangan tidak bisa didamaikan antarelite. Perang saudara menjadi solusi, bukan saling kompromi, mengalah, dan menjadi konsensus jalan tengah.

Empat khalifah pertama dalam sejarah awal Islam semuanya terbunuh. Mu’awiyah bin Abi Sufyan membawa ibu kota ke Damaskus, mendekati Konstantinopel.

Persinggungan antara Arab dan non-Arab menjadi lebih luas lagi. Islam menyerap semua unsur non-Arab, Romawi kuno, tradisi tua Siriak dan ilmu-ilmu Yunani, serta sisa-sisa perabadan Babilonia dan Sumeria.

Anak cerdas berdarah biru yang lihai berdiplomasi itu mendirikan dinasti Umayyah, dan mengangkat anaknya Yazid menjadi khalifah selanjutnya.

Yazid pun mengangkat anaknya lagi, Muawiyah II, Marwan, Abdul Malik, al-Walid, Sulaiman dan seterusnya. Dinasti itulah yang menyebarkan Islam sehingga menjadi agama global.

Kisah awal Islam layak disandingkan dengan Romawi kuno, republik itu diakhiri dengan trauma dibunuhnya Julius Cesar di forum senat.

Keponakannya Gaius Julis Ceasar Octaviaus, atau dikenal dengan gelar Agustus menjadikan sistem dinasti: Tiberius, Caligula, Claudius, Nero, Galba dan seterusnya. Dengan sistem dinasti emporium lebih stabil.

Republik Madinah terbatas jangkauannya pada suku-suku Arab, begitu juga republik Romawi kuno menikmati masa globalisasi di tangan para emperor. Pun juga dinasti-dinasti di China, Persia, Majapahit, dan Mataram.

Demokrasi dan republik di era kuno belum sesuai dengan watak konfliknya manusia. Era modern saat ini lain lagi, demokrasi dan republik adalah sistem terbaik.

Perdamaian dicapai dengan berunding, saling memberi ruang, saling memahami, dan berdamai. Perdamaian mahal harganya.

Bangsa Indonesia harus menjaga demokrasi era reformasi ini dengan moral dan mental, tidak sekadar Pemilu dan prosedur.

Yang sulit tapi esensi adalah akhlaq, moral, watak, dan karakter, begitu nasihat Ibn Khaldun dan al-Farabi.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com