Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melacak Tradisi Berzanji atau Berjanjen di Nusantara

Kompas.com - 08/04/2023, 17:00 WIB
Susanto Jumaidi,
Tri Indriawati

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Barzanji atau Berzanji merupakan suatu tradisi dalam rangka menyambut hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Dalam bahasa Jawa, Barzanji juga disebut dengan istilah Berjanjen, merupakan tradisi yang biasanya satu paket dengan acara muludan.

Dalam praktiknya, Berjanjen merupakan kegiatan membaca kitab Barzanji serta lantunan sholawat yang ditujukan untuk mengenang hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Tidak hanya mengenang, dalam kitab tersebut juga mengisahkan tentang sirah Muhammad meliputi kelahiran, pengangkatan menjadi rasul, serta perilaku-perilaku nabi.

Dalam pembacaan budaya lebih luas, tradisi berjanjen juga dilakukan dalam momen selain kelahiran nabi, seperti pada saat acara aqiqah, ketika situasi krisis, dan menjadi kebiasan Muslim dalam ibadah wiridan.

Baca juga: Shalawat Barzanji, Teater Berbalut Musik Religi

Barzanji merupakan sebuah kitab yang dikarang oleh tokoh muslim bernama Syaikh Ja’far Ibn Hasan Ibn Abd al-Karim Ibn Muhammad (1690-1764).

Tujuan dari penulisan kitab ini pun jelas, yaitu untuk meningkatkan kecintaan Muslim terhadap Muhammad SAW dengan mengenang riwayat hidup nabi.

Berkembangnya tradisi Berjanjen atau Barzanji di masyarakat muslim Nusantara tentunya memiliki kisah asal usulnya.

Sejarah Berzanji yang mentradisi di Nusantara juga berkaitan dengan tradisi Muludan atau Maulid Nabi Muhammad.

Muludan Fase Awal

Kebiasaan melaksanakan Muludan dalam hal memperingati lahirnya Nabi Muhammad SAW telah membudaya dalam masyarakat Muslim di berbagai belahan dunia.

Baca juga: Sejarah Tradisi Haul dalam Masyarakat Islam di Nusantara

Tujuan dari melaksanakan atau memperingati hari kelahiran Rasulullah tidak lain adalah menghormati sosok Nabi Muhammad.

Oleh karena itu, Muludan banyak ditemui di berbagai negara lain, meskipun dalam praktiknya memiliki ragam cara.

Profesor Harvard, Schimmel, yang merupakan seorang orientalis mengemukakan bahwa di Mesir khususnya, tradisi Muludan telah berlangsung sejak masa Fathimiyyah.

Lebih jelas lagi, ia juga menyebut bahwa pada kisaran abad ke-14 hingga ke-15 Masehi, khususnya pada masa Dinasti Mamluk, hari kelahiran Nabi Muhammad justru tidak dirayakan pada tanggal 12 Rabi’ul Awal.

Meskipun hari kelahiran Nabi Muhammad diyakini pada tanggal 12 Rabi’ul Awal, masyarakat Mamluk justru merayakannya pada 11 Rabi’ul Awal.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com