Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Beduk, Erat Kaitannya dengan Perkembangan Islam di Nusantara

Kompas.com - 08/04/2023, 13:00 WIB
Susanto Jumaidi,
Tri Indriawati

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Beduk merupakan sebuah alat yang berbentuk lonjong dan berdiameter cukup lebar dengan lubang di tengahnya serta tertutup kulit kering di kedua sisinya.

Beberapa kulit kering yang lazim digunakan dalam pembuatan beduk adalah kulit kambing, sapi, dan kerbau.

Alat ini digunakan sebagai tanda atau media siaran kepada masyarakat yang merujuk kepada adanya suatu informasi atau sebagai panggilan untuk berkumpul.

Dalam perkembangan menuju masa modern, beduk akrab digunakan oleh umat Muslim sebagai tanda panggilan salat.

Di beberapa daerah, beduk digunakan juga sebagai simbol. Misalnya, di beberapa kampung di Sumatera Selatan, beduk di masjid juga digunakan untuk menyiarkan berita kematian seseorang.

Namun, ada irama tersendiri yang dipakai sebagai pembeda dari beduk siaran kabar kematian seseorang dan yang menandakan masuknya waktu salat.

Meskipun saat ini lebih identik sebagai alat umat Islam untuk menandakan waktu salat, beduk sebenarnya telah ada di Nusantara jauh sebelum Islam berkembang.

Baca juga: Peristiwa Besar di Balik Ucapan Minal Aidin wal Faizin

Sejarah Beduk

Jauh sebelum beduk mulai digunakan, telah ada alat-alat semacam beduk yang tercipta, semisal dari kayu atau bambu yang dilubangi.

Khusus untuk beduk, menurut beberapa catatan, mulai digunakan pada masa Hindu-Buddha. Namun, penggunaan beduk pada masa itu belumlah masif.

Terkait penggunaan beduk, beberapa sumber tekstual yang menjelaskan tentang keberadaan alat ini adalah Kidung Malat yang berasal dari masa Majapahit.

Tertulis dalam Kidung Malat, beduk pada masa itu telah digunakan sebagai alat untuk menunjukkan perintah berkumpul.

Ketika beduk dibunyikan, itulah tanda bagi orang-orang yang berada dalam wilayah kekuasaan Majapahit untuk berkumpul dan bersiap perang.

Sumber tekstual lainnya adalah laporan dari seorang Belanda, Cornelis de Houtman (1595-1597), yang merupakan rombongan awal Belanda ke Indonesia.

Dalam catatan perjalanan tersebut, diceritakan bahwa di Jawa ada sebuah alat waditra berupa kentong, gong, bonang, dan termasuk pula beduk.

Lebih spesifik, ia menuliskan bahwa beduk merupakan waditra yang paling populer di Jawa dan banyak ditemui di wilayah Banten.

Baca juga: Merunut Sejarah Halal Bihalal, dari Soekarno hingga Penjual Martabak

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com