Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa La Karambau Bertolak Belakang dengan Sultan Buton Sebelumnya?

Kompas.com - 24/03/2023, 16:00 WIB
Susanto Jumaidi,
Tri Indriawati

Tim Redaksi

La Karambauw berbeda dengan para pendahulunya yang pro terhadap Belanda.

Alih-alih bersedia menjalin kerja sama, ia justru seakan ingin mendeklarasikan perang terhadap Belanda.

Alasan La Karambauw tidak ingin bekerja sama dengan Belanda adalah karena merasa harkat dan martabat bangsanya telah diinjak-injak.

Baca juga: Kapten Buton, Pelaut Sulawesi yang Kecewa dan Meninggalkan Negerinya

Mengenal La Karambauw

La Karambauw adalah nama asli dari Sultan Buton ke-20 yang bergelar Sultan Himayatuddin Muhammad Saidi atau Oputa Yi Koo.

Sultan yang akrab dikenal dengan nama Sultan Himayatuddin ini merupakan satu-satunya penguasa Buton yang menjabat sebanyak dua kali.

Himayatuddin kali pertama diangkat sebagai Sultan Buton pada 1751. Ia menjabat sebagai Sultan Buton ke-20 hingga 1752, kemudian diturunkan dari takhta karena melawan Belanda.

Setelah La Karambauw turun takhta, Kesultanan Buton sempat dipimpin oleh dua sultan lainnya.

Namun, pada 1760-1763, Himayatuddin kembali diangkat oleh rakyat menjadi Sultan Buton ke-23.

Jiwa kepemimpinan Himayatuddin sebenarnya telah tampak sejak sebelum diangkat menjadi seorang sultan Buton.

Hal ini dapat dilihat dari kepiawaian Himayatuddin dalam menaklukkkan ombak laut timur sehingga ia mendapat gelar “Kapitan Laut” oleh masyarakat Buton.

Seiring berjalannya waktu, jiwa kepemimpinannya pun semakin menguat sehingga ia diangkat menjadi Sultan Buton ke-20 pada 1751.

Setelah diangkat menjadi sultan, ia memiliki hak dan wewenang dalam menentukan arah politiik Kesultanan Buton yang berujung dengan perang melawan Belanda.

Sejauh ini, Himayatuddin merupakan sultan Buton pertama yang mempelopori gerakan politik menentang Belanda.

Baca juga: Kesultanan Buton: Sejarah, Sistem Pemerintahan, dan Peninggalan

Referensi:

  • Chalik, H, A, dkk. (1983). Sejarah Perlawanan terhadap Imperialisme dan Kolonialisme di Daerah Sulawesi Tenggara. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com