Di Indonesia, ada beberapa kitab yang dijadikan rujukan untuk mempraktikkan metode hisab ini.
Caranya adalah dengan menggunakan rumus-rumus yang ada pada kitab tersebut. Salah satunya adalah rumus menghitung awal bulan dengan data astronomis yang tersedia.
Mengamati dan mencari hilal tentu bukan suatu hal yang mudah.
Karena sangat tipis, diperlukan konsentrasi dan kejelian tinggi untuk dapat menemukan hilal.
Untuk membantu proses pengamatan ini, alat yang digunakan untuk mengamati hilal adalah teleskop.
Baca juga: Riwayat Arti 40 Hari Puasa Katolik
Berbeda dengan hilal, metode hisab telah menggunakan komputer dengan tingkat presisi dan akurasi yang tinggi.
Tidak hanya itu, berbagai perangkat lunak yang praktis juga sudah ada.
Salah satu hasil hisab adalah penentuan kapan itjimak terjadi, yaitu ketika matahari, bulan, dan bumi berada dalam posisi sebidang atau disebut juga konjungsi geosentris.
Rentang waktu untuk melihat hilal sangat sebentar.
Umumnya, hilal yang dilihat para astronom kurang dari 12 jam dan ketinggiannya masih di bawah 6 derajat dari cakrawala.
Dari ketinggian tersebut, hilal akan terbenam kurang lebih sekitar 24 menit setelah matahari terbenam.
Setelah hilal terlihat, artinya malamnya sudah masuk awal dari bulan baru.
Dalam Islam, hisab sering digunakan dalam ilmu astronomi untuk memperkirakan posisi matahari dan bulan terhadap bumi.
Posisi matahari penting karena menjadi patokan umat Islam dalam menentukan waktunya salat.
Sementara itu, posisi bulan diperkirakan untuk mengetahui terjadinya hilal sebagai penanda masuknya periode bulan baru dalam kalender Hijriah.
Hal ini pun menjadi penting terutama untuk menentukan awal bulan Ramadhan saat mulai puasa, awal Idul Fitri, dan awal Dzul Hijjah.
Referensi: