Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Timorsch Verbond, Organisasi Perlawanan di Indonesia Timur

Kompas.com - 20/03/2023, 15:00 WIB
Susanto Jumaidi,
Tri Indriawati

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Gerakan perlawanan terhadap pemerintah kolonial mulai terstruktur secara masif pada permulaan abad ke-20 yang ditandai dengan berdirinya Organisasi Boedi Oetomo.

Lahirnya organisasi pergerakan Boedi Oetomo pada 1908 menjadi sumbu penting meledaknya semangat kebangkitan nasional di berbagai wilayah di Indonesia.

Semangat pergerakan tersebut menginisiasi munculnya berbagai organisasi pergerakan susulan, seperti Sarekat Islam (1912), Indische Partij (1912), dan PNI (1927) yang berpusat di Pulau Jawa. 

Dari Jawa, semangat perlawanan terhadap pemerintah Belanda, kemudian meluas hingga daerah-daerah lain.

Meluasnya semangat kebangkitan dari rasa persamaan nasib terjajah, kemudian melahirkan organisasi lain di berbagai wilayah, termasuk di daerah timur Indonesia.

Salah satu organisasi yang lahir di wilayah timur Indonesia adalah Timorsch Verbond.

Baca juga: Pergerakan Nasional di Indonesia, Diawali Organisasi Budi Utomo

Apa Itu Timorsch Verbond?

Timorsch Verbond adalah sebuah organisasi yang lahir di Makassar pada 1922, atas inisiatif seorang guru bernama D.S. Pella.

Pada mulanya, Timorsch Verbond yang diketuai oleh J.W. Amalo, bukanlah sebuah organisasi pergerakan dengan orientasi kepada kondisi politik Indonesia.

Timorsch Verbond pada awalnya memiliki tujuan dasar sebagai organisasi sosial yang berupaya meningkatkan kualitas rohani dan jasmani para anggotanya.

Namun, dalam perkembangannya, Timorsch Verbond mengubah haluan menjadi organisasi yang berorientasi kepada kondisi perpolitikan di Indonesia.

Masyarakat, khususnya di Indonesia Timur, yang ditindas oleh pemerintah kolonial pada masa itu, menjadi isu pertama yang disorot Timorsch Verbond.

Perjuangan Timorsch Verbond dalam menentang sikap kekerasan yang dilancarkan pemerintah Belanda, menumbuhkan rasa simpati masyarakat terhadap organisasi ini.

Di samping itu, sepak terjang Timorsch Verbond juga menumbuhkan sikap kebencian pemerintah Belanda terhadap organisasi ini.

Baca juga: 6 Organisasi Pergerakan Nasional Indonesia

Langkah Perlawanan Timorsch Verbond

Langkah awal yang diambil oleh Timorsch Verbond menyadarkan masyarakat Timor atas pentingnya semangat persatuan untuk mempertahankan harga diri sebagai pribumi.

Organisasi yang mendapat dukungan penuh dari masyarakat Timor ini kemudian semakin berkembang luas ke daerah-daerah luar pulau Timor.

Organisasi Timorsch Verbond dalam perkembangannya membuka cabang-cabang organisasi di berbagai wilayah lain, misalnya di Nusa Tenggara Timur (NTT), Sumba, dan Sabu.

Berbagai kasus-kasus kekerasan skala besar yang dilakukan oleh pemerintah Belanda perlahan mulai terungkap dan menuai titik terang.

Salah satunya adalah kasus kekerasan yang dilakukan oleh Kontrolir Dannenberger di Sumba.

Kasus itu terungkap dan berbuah pemecatan oleh pengadilan Yustisi Makassar terhadap pejabat Belanda tersebut.

Selain itu, kasus kekerasan terhadap rakyat yang dilakukan oleh Gezaghebber lsrait juga dilaporkan oleh Cabang Timorsch Verbond di Sabu, juga berakhir dengan pemecatan.

Keberhasilan perjuangan tersebut menjadikan Timorsch Verbond semakin dikenal rakyat luas dan menumbuhkan keyakinan organisasi ini untuk menggelar kongres pertamanya.

Pada 1925, Timorsch Verbond secara terbuka mengadakan rapat kongres dengan pimpinan cabang-cabang serta mengundang perwakilan dari organisasi politik lainnya.

Baca juga: Mengapa Indische Partij Dianggap Radikal oleh Belanda?

Beberapa hasil dari kongres ini adalah hadirnya Surat Kabar Suluh Timor sebagai media dalam menyuarakan pergerakan dengan lebih luas.

Semakin gencarnya gerakan yang dilakukan untuk menentang penjajahan Belanda, khususnya melalui surat kabar, membuat Timorsch Verbond dicap sebagai organisasi komunis oleh Belanda.

Bentuk tekanan lain yang dilakukan oleh pemerintah Belanda adalah dengan memecat dan menurunkan jabatan orang-orang Timorsch Verbond.

Akibat tekanan ini, organisasi berangsur kehilangan kekuatannya dalam melakukan gerakan perlawanan hingga pada 1930.

Atas usaha J.J. Baker dan J.W. Amalo, Timorsch Verbond kembali dihidupkan, tetapi pusat organisasi tidak lagi di Makassar, melainkan di Surabaya.

Pada fase kedua ini, Timorsch Verbond mulai berangsur menjalin jaringan dengan organisasi-organisasi politik lain di berbagai wilayah di Indonesia, salah satunya dengan PPPKI.

Tidak lama berselang, pusat organisasi kemudian pindah lagi ke Kupang akibat adanya masalah internal Timorsch Verbond di Surabaya.

Pindahnya pusat organisasi ke Kupang tentunya membuat antusias masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) semakin tinggi.

Namun, tidak lama setelah itu, Belanda mengeluarkan peraturan larangan rapat.

Meskipun Timorsch Verbond dapat membongkar kasus kekerasan di Adonara pada 1937, adanya larangan rapat membuat Timorsch Verbond semakin lemah dan tidak dapat berbuat banyak lagi.

Baca juga: Perubahan Strategi Perlawanan terhadap Belanda oleh Kaum Muda

Referensi

  • Buku Sejarah Daerah Nusa Tenggara Timur, Terbitan Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Tahun 1977/1978.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com