Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Trem, Simbol Penjajahan bagi Kaum Pergerakan Nasional

Kompas.com - 20/07/2022, 13:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Trem adalah sebuah sarana transportasi yang marak digunakan pada era kolonial, tepatnya pada 1869 di Batavia dan 1889 di Surabaya.

Mulai dari menggunakan tenaga kuda, uap, sampai listrik, trem terus mengalami perkembangan yang cukup pesat.

Banyak buruh yang sangat bergantung pada transportasi ini.

Kendati begitu, rupanya trem juga sempat dianggap sebagai tanda penjajahan oleh kaum pergerakan nasional. Mengapa demikian?

Baca juga: Sejarah Perkembangan Transportasi Dunia

Memberlakukan perbedaan kelas

Pada masa kolonial, penggunaan trem sempat diartikan sebagai simbol penjajah bagi kaum pergerakan nasional karena adanya pembagian kelas. Mulai dari kelas atas, menengah, bawah, dan kelas Eropa.

Awalnya, trem dioperasikan menggunakan tenaga kuda, yang bisa menampung sekitar 40 orang.

Kemudian, seiring dengan berkembangnya zaman, trem beralih dari tenaga kuda menjadi tenaga uap pada 1882.

Trem uap terus beroperasi selama kurang lebih 20 tahun, sebelum akhirnya digantikan menggunakan trem listrik.

Penggunaan trem listrik dianggap sebagai salah satu teknologi modern yang membawa cukup banyak keuntungan, salah satunya mengurangi adanya polusi udara.

Baca juga: Sejarah Mobil Derek

Namun mulai diterapkan pula perbedaan golongan bagi penumpang yang akan menggunakan trem.

Kereta api, trem, dan stasiun kereta api dianggap sebagai tempat yang memungkinkan menjadi penanda perbedaan kelas bagi setiap orang.

Akibatnya, pada 1923, serikat buruh kereta api dan trem di Surabaya sempat melakukan aksi pemogokan sebagai bentuk protes atas ketidakadilan.

Belum berhenti di situ, setelah Jepang datang, trem sempat berhenti beroperasi selama tiga minggu akibat pengeboman Sekutu terhadap instalasi listrik di Malang, yang merupakan pemasok listrik untuk Surabaya.

Setelah Indonesia merdeka pada 1945, pemerintah langsung mengambilalih trem dan kereta api di bawah naungan Djawatan Kereta Api.

Setelah itu, terjadilah pembagian penumpang yang berdasarkan pada harga tiket, untuk kelas I seharga 15 sen dan kelas II di harga 10 sen.

Sayangnya, kebijakan ini justru membuat trem mengalami kerugian cukup besar.

Akhirnya, trem resmi tidak lagi berfungsi pada 1970-an.

Dengan demikian, trem dianggap sebagai simbol penjajah oleh kaum pergerakan nasional, karena adanya penerapan pembagian kelas-kelas bagi para penumpang.

 

Referensi:

  • Oktafiana, Sari. (2021). Sejarah untuk SMK Kelas X. Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
  • Arsip Nasional RI. (2015). Naskah Sumber Arsip Perkeretaapian di Indonesia. Arsip Nasional RI.
 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com