Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Trem, Simbol Penjajahan bagi Kaum Pergerakan Nasional

Mulai dari menggunakan tenaga kuda, uap, sampai listrik, trem terus mengalami perkembangan yang cukup pesat.

Banyak buruh yang sangat bergantung pada transportasi ini.

Kendati begitu, rupanya trem juga sempat dianggap sebagai tanda penjajahan oleh kaum pergerakan nasional. Mengapa demikian?

Memberlakukan perbedaan kelas

Pada masa kolonial, penggunaan trem sempat diartikan sebagai simbol penjajah bagi kaum pergerakan nasional karena adanya pembagian kelas. Mulai dari kelas atas, menengah, bawah, dan kelas Eropa.

Awalnya, trem dioperasikan menggunakan tenaga kuda, yang bisa menampung sekitar 40 orang.

Kemudian, seiring dengan berkembangnya zaman, trem beralih dari tenaga kuda menjadi tenaga uap pada 1882.

Trem uap terus beroperasi selama kurang lebih 20 tahun, sebelum akhirnya digantikan menggunakan trem listrik.

Penggunaan trem listrik dianggap sebagai salah satu teknologi modern yang membawa cukup banyak keuntungan, salah satunya mengurangi adanya polusi udara.

Namun mulai diterapkan pula perbedaan golongan bagi penumpang yang akan menggunakan trem.

Kereta api, trem, dan stasiun kereta api dianggap sebagai tempat yang memungkinkan menjadi penanda perbedaan kelas bagi setiap orang.

Akibatnya, pada 1923, serikat buruh kereta api dan trem di Surabaya sempat melakukan aksi pemogokan sebagai bentuk protes atas ketidakadilan.

Belum berhenti di situ, setelah Jepang datang, trem sempat berhenti beroperasi selama tiga minggu akibat pengeboman Sekutu terhadap instalasi listrik di Malang, yang merupakan pemasok listrik untuk Surabaya.

Setelah Indonesia merdeka pada 1945, pemerintah langsung mengambilalih trem dan kereta api di bawah naungan Djawatan Kereta Api.

Setelah itu, terjadilah pembagian penumpang yang berdasarkan pada harga tiket, untuk kelas I seharga 15 sen dan kelas II di harga 10 sen.

Sayangnya, kebijakan ini justru membuat trem mengalami kerugian cukup besar.

Akhirnya, trem resmi tidak lagi berfungsi pada 1970-an.

Dengan demikian, trem dianggap sebagai simbol penjajah oleh kaum pergerakan nasional, karena adanya penerapan pembagian kelas-kelas bagi para penumpang.

Referensi:

  • Oktafiana, Sari. (2021). Sejarah untuk SMK Kelas X. Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
  • Arsip Nasional RI. (2015). Naskah Sumber Arsip Perkeretaapian di Indonesia. Arsip Nasional RI.
 

https://www.kompas.com/stori/read/2022/07/20/130000679/trem-simbol-penjajahan-bagi-kaum-pergerakan-nasional-

Terkini Lainnya

Peristiwa Haur Koneng 1993

Peristiwa Haur Koneng 1993

Stori
Tragedi Waduk Nipah 1993

Tragedi Waduk Nipah 1993

Stori
Bataviasche Nouvelles, Surat Kabar Pertama di Indonesia

Bataviasche Nouvelles, Surat Kabar Pertama di Indonesia

Stori
Waisak, seperti Maulid dan Isra Miraj Bersamaan

Waisak, seperti Maulid dan Isra Miraj Bersamaan

Stori
Ide-Ide Pembaruan Sultan Mahmud II

Ide-Ide Pembaruan Sultan Mahmud II

Stori
Perlawanan Kakiali terhadap VOC

Perlawanan Kakiali terhadap VOC

Stori
Jayeng Sekar, Organisasi Kepolisian Bentukan Daendels

Jayeng Sekar, Organisasi Kepolisian Bentukan Daendels

Stori
Abu Dujanah, Sahabat yang Membuat Nabi Muhammad Menangis

Abu Dujanah, Sahabat yang Membuat Nabi Muhammad Menangis

Stori
6 Peninggalan Kerajaan Ternate

6 Peninggalan Kerajaan Ternate

Stori
Alasan Umar bin Abdul Aziz Memerintahkan Pembukuan Hadis

Alasan Umar bin Abdul Aziz Memerintahkan Pembukuan Hadis

Stori
Pablo Picasso, Pelopor Karya Seni Rupa Kubisme

Pablo Picasso, Pelopor Karya Seni Rupa Kubisme

Stori
Perbedaan Presiden dan Pemimpin Tertinggi Iran

Perbedaan Presiden dan Pemimpin Tertinggi Iran

Stori
Sejarah Hari Kebangkitan Nasional

Sejarah Hari Kebangkitan Nasional

Stori
4 Pahlawan Perempuan dari Jawa Tengah

4 Pahlawan Perempuan dari Jawa Tengah

Stori
Biografi Sitor Situmorang, Sastrawan Angkatan 45

Biografi Sitor Situmorang, Sastrawan Angkatan 45

Stori
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke