Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Hubungan antara Supersemar dengan Lahirnya Orde Baru?

Kompas.com - 11/03/2023, 08:00 WIB
Widya Lestari Ningsih

Penulis

Sumber Kompas.com

KOMPAS.com - Supersemar adalah singkatan dari Surat Perintah Sebelas Maret 1966.

Surat perintah ini dibuat oleh Presiden Soekarno di Istana Bogor untuk mengatasi situasi negara saat itu.

Keberadaan Supersemar dikaitkan dengan lahirnya Orde Baru, atau pemerintahan Soeharto yang berlangsung selama 32 tahun dari 1966-1998.

Lantas, apa hubungan antara Supersemar dengan lahirnya Orde Baru?

Baca juga: Supersemar: Latar Belakang, Tujuan, Isi, Kontroversi, dan Dampak

Supersemar tonggak lahirnya Orde Baru

Supersemar merupakan tonggak lahirnya Orde Baru karena membuka jalan bagi Soeharto untuk memimpin dan mengubah tatanan pemerintahan Indonesia.

Hadirnya Supersemar tidak dapat dilepaskan dari peristiwa G30S (Gerakan 30 September) 1965 di mana Partai Komunis Indonesia (PKI) dituding sebagai dalang penculikan dan pembunuhan tujuh jenderal.

Peristiwa itu menimbulkan sentimen anti komunis dan memicu lahirnya kesatuan-kesatuan yang tergabung dalam Front Pancasila untuk menyuarakan protes terhadap Presiden Soekarno.

Presiden Soekarno diprotes keras karena dianggap tidak mengusut G30S dan perekonomian di masa pemerintahannya sangat terpuruk.

Pada 12 Januari 1966, Front Pancasila melakukan demonstrasi di halaman Gedung DPR-GR dengan membawa tiga tuntutan yang dikenal dengan Tritura, yakni pembubaran PKI, pembersihan Kabinet Dwikora dari unsur-unsur G30S, dan penurunan harga.

Baca juga: Mengapa Supersemar Masih Menjadi Kontroversi?

Pada 11 Maret 1966, demonstrasi besar-besaran kembali terjadi, kali ini di depan Istana Negara dan didukung oleh tentara.

Melihat situasi saat itu, Menteri/Panglima Angkatan Darat Letnan Jenderal Soeharto menitip pesan kepada tiga jenderal yang hendak menemui Presiden Soekarno di Istana Bogor.

Letjen Soeharto meminta Presiden Soekarno memberikan surat perintah untuk mengatasi keadaan apabila diberi kepercayaan.

Presiden Soekarno kemudian membuat surat perintah untuk mengatasi konflik, yang ditandatangani pada 11 Maret 1966 sore.

Surat perintah ini kemudian dikenal sebagai Supersemar atau Surat Perintah Sebelas Maret.

Supersemar bertujuan untuk mengatasi situasi negara yang memanas usai peristiwa G30S.

Baca juga: 3 Versi Supersemar dan Perbedaannya

Terkait isi Supersemar, hingga saat ini masih menjadi kontroversi karena naskah aslinya tidak pernah ditemukan.

Tiga versi Supersemar yang beredar, yakni (versi Pusat Penerangan (Puspen) TNI AD, Sekretariat Negara (Setneg), dan Akademi Kebangsaan, semuanya tidak ada yang asli.

Meski ada beberapa versi, terdapat beberapa pokok pikiran isi Supersemar yang diakui Orde Baru dan dijadikan acuan, yaitu:

  • Mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk terjaminnya keamanan dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintahan dan jalannya Revolusi, serta menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan Pimpinan Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris MPRS, demi untuk keutuhan Bangsa dan Negara Republik Indonesia, dan melaksanakan dengan pasti segala ajaran Pemimpin Besar Revolusi.
  • Mengadakan koordinasi pelaksanaan perintah dengan Panglima-Panglima Angkatan Lain dengan sebaik-baiknya.
  • Supaya melaporkan segala sesuatu yang bersangkut paut dalam tugas dan tanggung jawabnya seperti tersebut di atas.

Baca juga: Dampak Dikeluarkannya Supersemar

Salinan 2 versi Supersemar atau Surat Perintah 11 Maret 1966.Wikimedia Commons Salinan 2 versi Supersemar atau Surat Perintah 11 Maret 1966.
Setelah Supersemar dikeluarkan oleh Presiden Soekarno, Letjen Soeharto mengambil sejumlah keputusan lewat SK Presiden No 1/3/1966 tanggal 12 Maret 1966 atas nama Presiden/Panglima Tertinggi ABRI/Mandataris MPRS/PBR.

Berikut ini isi keputusan tersebut.

  • Pembubaran PKI beserta ormasnya dan menyatakannya sebagai partai terlarang
  • Penangkapan 15 menteri yang terlibat ataupun mendukung G30S
  • Pemurnian MPRS dan lembaga negara lainnya dari unsur PKI dan menempatkan peranan lembaga itu sesuai UUD 1945.

Supersemar kemudian dikukuhkan dengan Ketetapan MPRS No IX/MPRS/1996, yang berarti tidak bisa dicabut oleh Presiden Soekarno.

Supersemar menyebabkan kedudukan Soekarno sebagai Presiden RI kian tergerus, sementara posisi Soeharto kian menguat.

Baca juga: TAP MPRS XXV/1966: Latar Belakang, Isi, Kontroversi, dan Dampak

Pada 7 Maret 1967, status Soekarno sebagai presiden seumur hidup dicabut oleh MPRS.

Akhirnya, Soekarno lengser dari kursi kepresidenan dan Soeharto menjadi presiden pada 27 Maret 1968, yang secara resmi menandai dimulainya Pemerintahan Orde Baru.

Dengan demikian, Supersemar menjadi tonggak lahirnya Orde Baru yang bertahan hingga 1998.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com