Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peredaran Mata Uang di Indonesia Pascakemerdekaan

Kompas.com - 28/11/2022, 16:45 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Tri Indriawati

Tim Redaksi

Sumber Kompas.com

KOMPAS.com - Kondisi di Indonesia pascakemerdekaan dapat dikatakan belum stabil, terutama di bidang ekonomi.

Pada masa itu, kondisi perekonomian Indonesia sangat memprihatinkan yang ditandai dengan terjadinya inflasi yang cukup berat.

Berkaitan dengan itu, sebagian orang mungkin penasaran apa mata uang Indonesia setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia dilaksanakan pada 17 Agustus 1945?

Berikut ini peredaran mata uang di Indonesia pascakemerdekaan.

Baca juga: Mata Uang Kerajaan-kerajaan di Indonesia

Mata uang yang berlaku pascakemerdekaan

Sebelum Indonesia merdeka, beragam jenis mata uang sudah mulai beredar yang berfungsi sebagai alat transaksi dalam kehidupan sehari-hari.

Kemudian, setelah merdeka, barulah pemerintah Indonesia mengambil kebijakan mengenai mata uang resmi Indonesia yang berlaku sejak 1945 hingga sekarang.

Pada 1 Oktober 1945, pemerintah Indonesia menetapkan mata uang yang berlaku pascakemerdekaan ada tiga, yaitu:

  1. Uang De Javasche Bank (DJB).
  2. Uang Hindia Belanda.
  3. Uang Jepang.

Alasan diberlakukan tiga mata uang berbeda pada awal kemerdekaan adalah karena Indonesia masih belum memiliki mata uang sendiri.

Namun, seiring berjalannya waktu, mata uang Jepang yang ditetapkan nilainya sudah sangat menurun sehingga tidak lagi mampu mengatasi kesulitan keuangan yang terjadi di Indonesia.

Sebagai penggantinya, Letnan Jenderal Sir Montagu Stopford, panglima baru AFNEI, menetapkan berlakunya uang baru di wilayah Indonesia yang diduduki Sekutu, yaitu mata uang NICA.

Maklumat penggantian mata uang baru ini diumumkan tanggal 6 Maret 1946.

Sayangnya, peredaran mata uang NICA tidak diterima oleh Perdana Menteri Indonesia, Sutan Sjahrir, karena Sekutu dianggap telah melanggar perjanjian yang sudah disepakati bersama.

Dalam persetujuan disebutkan bahwa selama penyelesaian politik mengenai status Indonesia belum selesai, maka tidak akan ada mata uang baru yang dikeluarkan demi terhindar dari karut-marut perekonomian.

Alhasil, untuk mengatasi tindakan yang dilakukan oleh Sekutu, pemerintah mengingatkan kembali rakyat Indonesia bahwa hanya ada tiga macam mata uang yang berlaku pada waktu itu, seperti diumumkan pada 1 Oktober 1945 silam.

Baca juga: Rupiah, Inspirasi Sejarah Literasi dan Inklusi

Penduduk Indonesia tidak diperbolehkan menggunakan mata uang NICA sebagai alat transaksi.

Lalu, pada Oktober 1946, sebagai tindak lanjut, pemerintah RI mengeluarkan uang kertas baru yang dikenal dengan nama Oeang Republik Indonesia (ORI) sebagai pengganti mata uang Jepang dan uang Hindia Belanda.

Tiga tahun setelahnya, pada 1949, diadakan Konferensi Meja Bundar (KMB) yang salah satu hasilnya adalah dibentuk Republik Indonesia Serikat (RIS).

Guna menyamakan uang di wilayah RIS, Menteri Keuangan saat itu, yakni Sjafruddin Prawiranegara diberi kuasa untuk menerbitkan uang kertas. Sebab, saat itu, muncul pula Oeang Republik Indonesia Daerah (ORIDA).

Pada 27 Maret 1950, dilakukan penukaran ORI dan ORIDA dengan uang baru yang diterbitkan dan diedarkan oleh DJB.

Akan tetapi, masa edar uang itu tidak berlangsung lama karena banyaknya mata uang yang beredar di Indonesia kala itu.

Untuk mengurangi jumlah uang beredar, Sjafruddin mengeluarkan kebijakan menggunting uang yang nilainya Rp 5,00 ke atas. Kebijakan ini disebut Gunting Syafruddin.

Dengan demikian, mata uang yang beredar pascakemerdekaan adalah ORI.

 

Referensi:

  • Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto. (2008). Sejarah Nasional Indonesia: Zaman Jepang dan Zaman Republik Indonesia, 1942-1998. Jakarta: Balai Pustaka.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com