Nama Abdul Hamid diadopsi dari Sultan Turki Abdul Hamid I (1787-1789), yang ia kagumi karena memberinya inspirasi dan motivasi.
Pada 1825, Pangeran Diponegoro mengobarkan perlawanan terhadap Belanda.
Kehidupannya sejak kecil yang sangat dekat dengan golongan ulama membuatnya mudah mendapatkan dukungan dari para ulama dan bangsawan di berbagai wilayah di Jawa.
Pada masa Perang Diponegoro, ia didesak oleh pengikutnya untuk menjadi pemimpin.
Pangeran Diponegoro kemudian dinobatkan sebagai pemimpin dengan gelar Sultan Abdul Hamid Herucokro Amirulmukminin Sayidin Panatagama Khalifatullah Ing Tanah Jawi.
Perlawanan Pangeran Diponegoro berakhir pada 1830, setelah ia ditangkap dan diasingkan Belanda ke Makassar.
Sejak itu, Pangeran Diponegoro tidak pernah kembali ke Jawa karena meninggal dalam pengasingannya pada 8 Januari 1855.
Jenazahnya pun dimakamkan di Kompleks Kampung Jawa, Kecamatan Wajo, Makassar.
Referensi: