Pasalnya, sistem indirect rule membuat rakyat tidak sepenuhnya sadar bahwa ketaatan mereka terhadap pemimpin setempat merupakan ketaatan terhadap pemerintah kolonial.
Strategi kolonial Belanda menggunakan sistem indirect rule sangat menguntungkan, khususnya dalam usaha memperkuat otoritasnya terhadap rakyat setempat.
Sistem ini pernah dilakukan Belanda di banyak daerah di Indonesia.
Baca juga: Hak-Hak Istimewa VOC
Salah satu contoh yang menggambarkan sistem indirect rule yang diterapkan pemerintah kolonial Belanda adalah raja dan bupati menjadi alat kekuasaan pemerintahan kolonial, seperti di Kerajaan Banten misalnya.
Pada masa Sultan Ageng Tirtayasa, VOC berhasil menghasut putra raja, yakni Sultan Haji, untuk melawan ayahnya sendiri.
Setelah Sultan Ageng Tirtayasa ditangkap oleh VOC, Sultan Haji diangkat sebagai raja Banten berikutnya, di bawah kendali VOC.
Sejak saat itu, segala sesuatu yang berkaitan dengan pemerintahan Kerajaan Banten harus mendapatkan persetujuan VOC.
Setelah VOC dibubarkan pada 1799, sistem pemerintahan tidak langsung masih terus berjalan.
Misalnya, dalam mengeksploitasi tanah jajahan dengan Sistem Tanam Paksa, Belanda kembali memanfaatkan penguasa pribumi untuk menjalankan penyerahan wajib hasil bumi tersebut.
Sedangkan para pegawai Belanda ditugaskan untuk mengawasi jalannya Sistem Tanam Paksa dan melaporkan situasi di daerah kepada pejabat di atasnya.
Referensi: