KOMPAS.com - Masa penjajahan Belanda di Indonesia dimulai dengan didirikannya kongsi dagang VOC pada 1602.
Meski berstatus sebagai kongsi dagang, VOC memiliki hak istimewa atau hak oktroi, yang membuat kewenangannya sangat besar.
Beberapa hak istimewa VOC yakni, hak memonopoli perdaganganm membentuk angkatan perang, dan memerintah di negeri jajahan.
Dengan adanya hak istimewa tersebut, VOC dapat memaksakan kehendaknya di negeri jajahan Belanda.
Ketika berkuasa di Indonesia, VOC menerapkan sistem indirect rule atau sistem pemerintahan tidak langsung.
Lantas, apa itu sistem pemerintahan indirect rule dan bagaimana contohnya?
Baca juga: Apa yang Terjadi di Indonesia Setelah VOC Dibubarkan?
Yang dimaksud indirect rule atau sistem pemerintahan tidak langsung pada masa VOC adalah VOC memanfaatkan penguasa-penguasa tradisional, seperti raja dan bupati, untuk memerintah atas nama VOC.
Dengan kata lain, sistem indirect rule menjadikan para raja dan bupati sebagai alat kekuasaan pemerintahan kolonial.
Dalam memerintah, VOC memang sangat cerdik, memanfaatkan ketaatan rakyat terhadap penguasa pribumi sehingga pihaknya tidak perlu bekerja terlalu keras.
VOC melihat budaya penghormatan rakyat terhadap petinggi kerajaan sudah berakar dalam struktur budaya masyarakat Indonesia.
Daripada memerintah rakyat secara langsung dan merombak sistem yang telah ada, VOC mempertahankan pola birokrasi itu untuk mempermudah sistem kontrol sekaligus penguasaannya atas rakyat pribumi.
VOC biasanya menjadikan raja alat kekuasaan di bawah residen dan asisten berkebangsaan Belanda.
Di bawah raja, terdapat bupati dan kepala-kepala rakyat, yang secara tidak langsung juga bekerja untuk VOC.
Baca juga: Mengapa Keberadaan VOC Dianggap Sangat Istimewa?
Dengan memperalat struktur dan budaya kepemimpinan tradisional di Indonesia, keselamatan dan kelangsungan kekuasaan VOC justru terjamin.
Dengan cara seperti ini, kekuasaan politik para penguasa Indonesia tetap beralih ke tangan Belanda dan pemberontakan dari rakyat dapat diminimalisir.
Pasalnya, sistem indirect rule membuat rakyat tidak sepenuhnya sadar bahwa ketaatan mereka terhadap pemimpin setempat merupakan ketaatan terhadap pemerintah kolonial.
Strategi kolonial Belanda menggunakan sistem indirect rule sangat menguntungkan, khususnya dalam usaha memperkuat otoritasnya terhadap rakyat setempat.
Sistem ini pernah dilakukan Belanda di banyak daerah di Indonesia.
Baca juga: Hak-Hak Istimewa VOC
Salah satu contoh yang menggambarkan sistem indirect rule yang diterapkan pemerintah kolonial Belanda adalah raja dan bupati menjadi alat kekuasaan pemerintahan kolonial, seperti di Kerajaan Banten misalnya.
Pada masa Sultan Ageng Tirtayasa, VOC berhasil menghasut putra raja, yakni Sultan Haji, untuk melawan ayahnya sendiri.
Setelah Sultan Ageng Tirtayasa ditangkap oleh VOC, Sultan Haji diangkat sebagai raja Banten berikutnya, di bawah kendali VOC.
Sejak saat itu, segala sesuatu yang berkaitan dengan pemerintahan Kerajaan Banten harus mendapatkan persetujuan VOC.
Setelah VOC dibubarkan pada 1799, sistem pemerintahan tidak langsung masih terus berjalan.
Misalnya, dalam mengeksploitasi tanah jajahan dengan Sistem Tanam Paksa, Belanda kembali memanfaatkan penguasa pribumi untuk menjalankan penyerahan wajib hasil bumi tersebut.
Sedangkan para pegawai Belanda ditugaskan untuk mengawasi jalannya Sistem Tanam Paksa dan melaporkan situasi di daerah kepada pejabat di atasnya.
Referensi: