Meski telah disepakati pada sidang BPUPKI, frasa "ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" terbukti menjadi masalah setelah proklamasi kemerdekaan dikumandangkan.
Tersiar kabar bahwa rakyat Kristen di wilayah Indonesia timur akan menolak bergabung Republik Indonesia apabila syariat Islam masuk dalam UUD.
Menanggapi hal itu, Moh Hatta mengumpulkan wakil golongan Islam seperti Wachid Hasjim, Ki Bagoes Hadikoesoemo, Kasman Singodimedjo, dan Teuku Mohammad Hasan untuk membicarakan persoalan itu.
Dalam pembicaraan informal, akhirnya disepakati bahwa frasa "ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" diganti dengan "Ketuhanan Yang Maha Esa" demi persatuan dan kesatuan.
Piagam Jakarta setelah itu diubah menjadi Pembukaan UUD.
Referensi: