Omar Dhani menjadi salah satu pihak yang turut menganggap bahwa kejadian ini merupakan bagian dari pertikaian internal Angkatan Darat.
Ia pun segera mengeluarkan surat perintah harian yang mengatakan bahwa AURI tidak ikut campur dalam G30S dan AURI menyetujui adanya gerakan pembersihan sesuai garis Pemimpin Besar Revolusi Presiden Soekarno.
Namun, setelah pesan tersebut tersebar, Soeharto justru mencurigai Omar Dhani ikut terlibat dalam operasi G30S ini.
Situasi ini sendiri mulai menggoyangkan pemerintahan Presiden Soekarno.
Soeharto pun meminta agar ia diberi mandat menyelesaikan konflik yang terjadi apabila ia diberi kepercayaan oleh Presiden Soekarno.
Akhirnya, Soekarno mengeluarkan Surat Perintah 11 Maret atau Supersemar.
Lewat Supersemar, Soeharto segera menangkap siapa saja yang dicurigai terlibat dalam G30S, salah satunya Omar Dhani.
Omar Dhani turut dituding karena Kawasan pangkalan AU Halim Perdanakusuma kerap dijadikan tempat latihan bagi para Pemuda Rakyat, salah satu organ di bawah naungan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Baca juga: Keterlibatan Inggris dalam Peristiwa G30S
Pada 20 April 1966, Omar Dhani dan keluarganya dibawa ke Semplak, Bogor, Jawa Barat, dan langsung ditempatkan di bungalow AURI di Cibogo dengan status tidak boleh keluar.
Setelah diadili dalam Sidang Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub), Omar Dhani pun dinyatakan bersalah.
Omar Dhani divonis hukuman mati pada 25 Desember 1966.
Akan tetapi, hukuman Omar Dhani pada akhirnya diubah, dari hukuman mati menjadi hukuman penjara seumur hidup.
Kemudian, pada 2 Juni 1995, Omar Dhani mendapat grasi atau keringanan, sehingga ia akhirnya dibebaskan pada 15 Agustus 1995, setelah mendekam di bui selama 29 tahun.
Wafat
Omar Dhani wafat pada hari Jumat, 24 Juli 2009, pukul 13.55 WIB, setelah sebelumnya dirawat di rumah sakit selama dua hari.
Omar Dhani diketahui mengidap penyakit radang paru-paru yang mengakibatkan sesak napas.
Jenazahnya pun dikebumikan di TPU Jeruk Purut.
Referensi: